Mohon tunggu...
Hida Hidayati
Hida Hidayati Mohon Tunggu... -

"mungkin akan butuh lebih banyak lembaran kertas, hanya untuk mengetahui kepribadian ku..karna terkadang di satu sisi aku demikian dan di lain sisi aku berbeda !!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hak Asuh Anak Pasca Perceraian

10 Desember 2012   01:28 Diperbarui: 4 April 2017   16:36 29059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hak Asuh Anak Pasca Perceraian

Oleh : Siti Nur Hidayati[1]

Menurut Pasal 14 Undang-undang Nomer 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang berbunyi “Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir”

Perceraian pada umumnya menjadi penyebab utama dalam sengketa penggasuhan anak, tidak sedikit kasus percerian dengan cerita perseteruan yang sangat serius antara suami dan istri pasca perceraian dengan berbagai alasan yang dibuat agar ditetapkan sebagai pemenang atas pemegang hak asuh anak. Meskipun tak sedikit pula kepentingan anak yang menjadi terabaikan.

Perebutan hak asuh anak semestinya tak perlu terjadi. Karna pengasuhan anak pasca perceraian orang tua sudah diatur secara hukum. Zaimah Husin, SH., Staf Pelayanan Hukum LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan untuk Keadilan Jakarta), menyatakan ketika terjadi perceraian, dalam undang-undang perkawinan (baik dalam kompilasi hukum islam maupun dalam hukum sipil) biasanya hak asuh anak di bawah usia 12 tahun diserahkan kepada ibu. Kecuali jika ibu berperilaku tidak baik. Selain sebab tersebut, ada hal-hal lain yang bisa menyebabkan hak asuh tidak jatuh ke tangan ibu, antara lain jika hakim melihat adanya kedekatan ayah dengan anak dibandingkan kedekatan pada ibunya.[2]

Hak asuh anak bisa saja jatuh ke tanggan ayah atau ibu. Tapi yang pasti tidak mudah bagi salah satu pihak yang tidak memenangkan putusan perkara dalam hak penggasuhan anak jika keingginannya itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Maka dari itu dalam makalah ini penulis mencoba memfokuskan pada kajian tentang sikap penggadilan terhadap berbagai sengketa kuasa atas hak penggasuhan anak pasca perceraiian serta solusinya.

Kuasa Pengasuhan Anak

Perceraian yang terjadi pada orang tua sering kali berakhir pada sengketa pengasuhan anak. Dalam prespektif Hukum Islam pengasuhan anak sering dikenal dengan sebutan Kata hadhanah adalah bentuk mashdar dari kata hadhnu ash-shabiy, atau mengasuh atau memelihara anak. Mengasuh (hadhn) dalam pengertian ini tidak dimaksudkan dengan menggendongnya dibagian samping dan dada atau lengan. Secara terminologis, hadhanah adalah menjaga anak yang belum bisa mengatur dan merawat dirinya sendiri, serta belum mampu menjaga dirinya dari hal-hal yang dapat membahayakan dirinya. Hukum hadhanah inihanya dilaksanakan ketika pasangan suami istri bercerai dan memiliki anak yang belum cukup umur untuk berpisah dari ibunya. Hal ini diseabkan karena sianak masih perlu penjagaan, pengasuhan, pendidikan, perawatan dan melakukan berbagai hal demi kemaslahatannya. Inilah yang dimaksu dengan perwalian (wilayah).[3]

Persoalan hadhanah hanya berlaku ketika terjadi perceraian antara suami dan istri. Apabila suatu ikatan pernikahan itu masih berlangsung, maka tanggung jawab dan kewajiban atas anak menjadi tanggung jawab bersama antara ayah dan ibu. Ayah yang berperan sebagai kepala keluarga berkewajiban mencari nafkah dan Ibu bertugas sebagai ummu madrassah lil aulad.

Hak dan Masa Pengasuhan Anak

Hadhanah (pengasuhan anak) hukumnya wajib, karena anak yang masih memerlukan pengasuhan ini akan mendapatkan bahaya jika tidak mendapatkan pengasuhan dan perawatan, sehingga anak harus dijaga agar tidak sampai membahayakan. Selain itu ia juga harus tetap diberi nafkah dan diselamatkan dari segala hal yang dapat merusaknya.[4]

Meskipun keutamaan ibu dalam memelihara anak, tidak secara langsung ditegaskan dalam al-qur'an, namun dapat dipahami melalui QS Luqman ayat 14.

Artinya : kami perintahkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuaanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya selama dua tahun. Bersyukurlah padaku dan pada orang tuamu dan kepada Kulah kau kembali.[5]

Seiring dengan perkembangan pandangan Hukum Islam, maka ketentuan hukum yang ditetapkan dalam undang-undang juga memberi jalan beralihnya kuasa penggasuhan terhadap anak, di antara penyebab beralihnya kuasa penggasuhan anak dari ibu kepada ayah kerena dipenggaruhi oleh faktor-faktor kepentingan anak yang menghendaki hal tersebut.

Kuasa pengasuhan anak tidak semata-mata karena hal finansial. Tetapi hal yang paling mendasar sebagai pertimbangan penggadilan terhadap pihak yang ditunjuk sebagai pemegang kuasa hak asuh adalah karna faktor perilaku dan moral baik yang dimiliki pemegang atas hak asuh anak tersebut.

Batas usia penggasuhan anak, dibatasi hingga pencapaian usia mumayyiz. Batas usia mumayyiz yaitu 7 tahun untuk anak laki-laki dan 9 tahun untuk anak permpuan. Satu-satunya aturan yang dengan jelas dan tegas memberikan pedoman bagi hakim dalam memutus pemberian hak asuh atas anak tersebut terdapat dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan: [6]

“Dalam hal terjadi perceraian :

I.Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya.

II.Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan.

III.Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

Setelah batas dari usia mumayyiz, maka anak bebas memilih untuk tinggal bersama ibu atau ayahnya. Meskipun pada dasarnya kedudukan ibu dan ayah itu sama tanpa adanya perbedaan, tapi keputusan utamanya tetap berada pada si anak setelah usianya mencapai batas mumayyiz.

Penetapan Kuasa Pengasuhan Anak

Pada dasarnya penetapan keputusan oleh penggadilan itu guna menggurangi ketegangan sengketa oleh kedua pihak yang berseteru guna memenagkan hak penggasuhan anak. Namun dalam hal putusan penetapan ini biasanya masih ada beberapa putusan yang tidak bisa diterima oleh pihak tertentu sehingga menyebabkan perdebatan yang cukup panjang .Bahwa penetapan penyerahan hak asuh anak itu tidak bisa dengan mudah dilakukan, karna anak itu bukan lah sebuah barang yang bisa dengan mudahnya berpindah tangan. Namun apa pun bentuk putusan yang bersifat ketetapan hukum harus tetap dilaksanakan baik secara ikhlas maupun terpaksa. Hanya cara penerimaannyalah yang perlu dikaji oleh pihak terkait secara bersama.

Namun apabila langkah-langkah penetapan putusan tersebut dirasa kurang dapat diterima oleh pihak-pihak yang saling terkait, maka langkah selanjutnya adalah perlu adanya mediator dalam sengketa kuasa pengasuhan anak. Dalam hal yang berkaitan perlindungan anak, maka perlu penangganan langsung oleh Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai mitra penegak hukum. Dengan adanya mediator KPAI diharapkan dapat memberikan kontribusi guna melindungi kepentingan anak, sebagaimana yang telah tertera dalam undang-undang.

Kesimpulan

Pengadilan mempunyai amanat yang mulia dan begitu besar ketika kedua orang tua menyerahkan konflik penggasuhan hak anak kepada pengadilan. Maka dari itu pengadilan harus dapat mengambil kesimpulan terbaiknya guna menetapan hak asuh anak dan berupaya untuk meneliti hubungan keluarga yang berkaitan, dengan baik dan seksama. Serta lebih mengoptimalkan peran para mediator untuk memfasilitasi kepentingan anak terhadap orang tuanya.

[1]Mahasiswa Prodi IKS, NIM 11250060, Kelas B

[2] Hak Asuh Anak, di. http://www.orangtuatunggal.blogspot.com/2006/10/hak-asuh-anak-siapa-punya.html

di unduh pada 26 maret 2012

[3] HADHANAH (Hak Asuh Anak),dihttp://abiyazid.wordpress.com/2008/02/27/hadhanah-hak-asuh-anak/di

unduh pada 26 maret 2012

[4] Ibid

[5] QS. Luqman (31):14.

[6] Djulia Herjana, SAg., SH., dalam kutipan. H. Zainal Abidin Abubakar, SH., Kumpulan Peraturan Perundang-

undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta : Yayasan Al-Hikmah, h.332

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun