Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemimpin yang Menjadi Pelayan? Mungkinkah Dualisme?

5 Juni 2017   15:20 Diperbarui: 5 Juni 2017   15:32 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.linkedin.com/pulse/beyond-self-obsession-servant-leaders-serve-first-tony-zampella

Seperti diberitakan oleh kompas.com (http://megapolitan.kompas.com/read/2017/06/03/16574241/anies.sindir.pemerintah.yang.gunakan.slogan.kami.pelayan.warga.), Gubernur terpilih DKI, Anies Baswedan menyindir konsep pemprov DKI saat ini yang berdiri sebagai pelayan warga. 

"Bapak ibu jadi customer, sedangkan kami yang namanya pemerintah menjadi pelayan. Pelayan dan itu dibanggakan 'kami pelayan warga'," 

Saat mendengar kata pelayan, apa yang ada di benak Anda? Sebuah profesi yang rendah? Sebuah pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh mereka yang (mohon maaf) berpendidikan rendah atau tidak berpendidikan sama sekali? Sebuah aktivitas yang terkesan hina? Atau Anda punya persepsi yang lain?

Kata ini telah mengalami penurunan makna sehingga penggunaannya kemudian diganti dengan istilah lain:

  • Orang yang bekerja di restoran dulu namanya 'pelayan restoran', sekarang diganti dengan pramusaji, dengan arti yang sama menurut KBBI, yaitu orang yang melayani pesanan makanan dan minuman sesuai dengan permintaan. Jadi, artinya sama, tetapi istilah yang digunakan diganti. 
  • Kata 'pelayan toko' tidak lagi digunakan, tetapi diganti dengan pramuniaga, yang artinya menurut KBBI adalah karyawan perusahaan dagang yang bertugas melayani konsumen; pelayan toko.
  • Pembantu rumah tangga yang tugasnya melayani majikannya, juga diganti menjadi menjadi pramuwisma, menurut KBBI.
  • Bahkan, pegawai bar yang bertugas melayani tamu pun diperhalus menjadi pramuria.

Mengapa perlu istilah baru untuk hal-hal yang berhubungan dengan 'pelayan' dan 'melayani'? Karena istilah-istilah yang berada di seputar kedua kata itu memberikan konotasi yang merendahkan, mungkin sedikit ada penghinaan. Bisa jadi, ini yang juga ada di benak Anies saat menyindir pemprov DKI saat ini yang bersemboyan sebagai pelayan warga Jakarta. 

Kemungkinan lain, Anies merasa risih dengan istilah 'pemerintah adalah pelayan warga' karena itu peninggalan Ahok. Hal-hal yang berbau Ahok agak membuat dirinya alergi, mungkin. Bukankah program KJP tidak diteruskan seperti yang sekarang ini tetapi menjadi KJP-plus? Bukankah program reklamasi yang sedang dikerjakan juga akan dihentikan setelah dia dilantik (tunggu saja tanggal mainnya)? Bukankah program penggurusan (hm.... kalau pakai bahasa halus, relokasi) juga akan dihentikan karena dianggap tidak pro-rakyat?

Mengapa Ahok-Djarot dengan bangga mengatakan bahwa mereka adalah pelayan warga? Mengapa mereka bangga disebut dengan profesi yang berkonotasi 'rendah' dan 'hina' sehingga perlu diperhalus padahal artinya sama?

Satu hal yang perlu kita ketahui bersama, Ahok adalah seorang yang rajin membaca Alkitab setiap hari. Berita yang beredar bahwa Ahok membaca Alkitab saat di penjara bukanlah berita yang heboh! Sebab di tengah kesibukannya menjadi pelayan warga DKI pun dia masih menyediakan waktu untuk membaca Alkitab. Apalagi sekarang tidak ada kesibukan selama di ruang tahanan Mako Brimob. 

Dalam Matius 23:11, Yesus berkata, "Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu". Dalam versi Alkitab yang dibaca Ahok, ditulsikan "The greatest among you must be a servant". Kami orang Kristen percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat manusia, dan itu adalah salah satu ajaran-Nya. Menjadi yang terbesar berarti menjadi pelayan. Memang, Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari tuannya (Yohanes 13:15-16). Apakah ini sebuah konradiksi? Tidak!

Dalam komunikasi, kita mengenal gaya yang beragam. Ada makna dan simbol di balik setiap komunikasi. Apakah Tuhan Yesus sedang mengajarkan sesuatu yang kontradiksi? Tidak! Karena keduanya bisa diringkas menjadi rendah hati. Menjadi yang terbesar, hendaklah ia menjadi pribadi yang rendah hati. Orang yang rendah hati dengan rela merendahkan dirinya di hadapan orang lain, bahkan mau menjadi seorang pelayan yang tidaklah lebih tinggi dari tuannya. 

https://www.linkedin.com/pulse/beyond-self-obsession-servant-leaders-serve-first-tony-zampella
https://www.linkedin.com/pulse/beyond-self-obsession-servant-leaders-serve-first-tony-zampella
Kerelaan untuk merendahkan diri ini yang sudah semakin langka kita temui. Orang maunya exist, diakui keberadaannya. Hidup tanpa pengakuan adalah hidup yang sia-sia. Sehingga orang mengejar pengakuan dari orang lain dengan cara apa pun untuk tidak membuat hidupnya sia-sia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun