Mohon tunggu...
Heriyanto Nurcahyo
Heriyanto Nurcahyo Mohon Tunggu... Guru - Guru Penulis

Berbagi untuk menjadi lebih

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Arisan Seks Pelajar, Siapa Mau Ikut?

6 Desember 2012   12:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:05 10920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Status seorang kolega guru itu membuatku penasaran. Apa iya mereka sebegitu nekadnya? membelanjakan hasil arisan untuk sesuatu yang tidak ada sangkut pautnya dengan dunianya. Kok berani-beraninya menyewa pecun?. Inikah kreatifitas itu?mendulang uang dengan jalan arisan. Membelanjakannya untuk syahwat dan birahi mudanya? Mengapa tidak dibelikan buku paket atau dibuat DP membeli laptop secara kredit?.Ah, dunia anak sekolah memang tidak pernah kering memberi kita kejutan-kejutan.

Arisan sex,istilah yang muncul minggu ini. Setelah terlebih dulu dihebohkan oleh ritual “tawuran” antar sekolah sebulan yang lalu. Peristiwa ini memaksa mengamini akan adanya kesalahan “mendasar” dalam praksis pendidikan kita. Pendidikan moral dan agama disekolah tidak cukup mumpuni membendung kemerosotan moral anak didiknya. Deconstruksi sosial semakin menjadi-jadi. Pejabat melenggang bak diktator,mengepakkan sayap korupsi dengan sangat leluasa. Disisi lain, pemudanya juga tidak mau kalah aksi. Membabi buta prilakunya, memabukkan diri dengan berbagai kemilau keduniawian (hedon) hingga lupa merajut masa depannya. Dua anomali yang sangat klop:yang tua korup,yang muda mabok.

Kita sebagai pendidik juga turut serta menyumbang kebobrokan ini. Ketidakberhasilan pendidikan karakter yang kita semaikan salah satu buktinya.Semua memang tidak terlepas dari apa yang kita lakukan di ruang-ruang kelas. Kalau karakter dan keluhuran budi itu hanya kita sampaikan tanpa kita tauladankan, maka jadinya sama saja dengan memberi resep nasi goreng, meng iming-imingi kelezatannya, namun tidak pernah sekalipunkita memasak dan menikmati hasilnya bersama-sama anak didik. Indah di resep,tetapi tetap pahit di lidah dan perut.

Menarik sekali merefleksiskan kembali apa yang ditulis oleh Illich (Ivan Illich) tentang pendidikan. Sekolah, dalam pandangan Illich, adalah lembaga pendidikan yang membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial yang sangat tidak egaliter lagi diskriminatif. Sekolah dianggap sebagai lembaga pendidikan dalam era industri yang telah menjadi sedemikian mekanistik namun memperkurus kemanusiaan (dehumanisasi). Penyelenggaraan pendidikan disekolah merupakan praksis yang tidak sebangun dengan pendidikan itu sendiri. Murid-murid sekolah kemudian mempunyai logika baru, belajar dianggap sebagai hasil proses pembelajaran yang diadakan oleh sekolah, semakin banyak pengajaran maka semakin banyak hasilnya, menambah materi maka akan semakin mempermudah keberhasilan.Pertanyaannya sekarang adalah benarkah kita melakukan diskriminasi tersebut?

Disisi lain,pemerintah melalui Kemdikbud  sedang mengujicobakan kurikulum baru. Kurikulum yang diberi nama Kurikulum Perekat Kesatuan bangsa ini diorientasikan bagi rekonstruksi social. Salah satu asumsinya mengatakan bahwa prilaku sebagaimana contoh diatas (Arisan Sex Pelajar) dapat dipola,dikontrol dan diatur melalui pendidikan formal (formal schooling).Karenanya,kurikulum yang baru ini banyak menaruh harapan yang besar akankeberhasilan pendidikan Pancasila, Agama, dan karakter dalam menjawab dekonstruksi yang sedang kita hadapi ini.

Meski banyak yang menyangsikan efektifitas yang akan ditimbulkan oleh kurikulum baru ini,kita tetap dituntut untuk terus melakukan perubahan-perubahan prilaku meski tanpa perubahan kurikulum sekalipun. Karena yang sesungguhnya lebih penting itu adalah tenaga pendidiknya. Sebagaimana Anis Baswedan katakan beberapa saat yang lalu. Seberapa baguspun kurikulumnya, kalau kualitas dan paradigma mengajar guru tetap KBK (Koyok Biyen Kae) tidak akan membawa banyak perubahan. Kurikulum baru 2013 akan bernasib sama dengan pendahulunya:tumpukan sampah yang tidak bernyawa.Kurikulum yang bagus selalu ditopang oleh guru-guru yang mumpuni dan profesional untuk memunculkan efek dahsyatnya bagi perubahan kehidupan yang lebih baik.

Arisan Sex pelajar adalah test case pertama bagi pemberlakuan kurikulum baru nantinya. Mampukah ia menjadi alat yang efektif menyulingkan tabungan-tabungan moral dan karakter yang agung di jiwa anak didik?sehingga kedepannya akan semakin jarang kita temukan kasus-kasus dekadensi moral yang membelit pemuda (pelajar). Jangan tanyakan jawaban ini pada rumput yang bergoyang, karena para pendidiklah yang sesungguhnya tahu persis jawabannya.

Tidak berlebihan jika perubahan dan perbaikan itu kita awali dari diri kita sendiri. Menjadi pendidik yang tidak JARKONI (Iso Ngajar Ra Iso NGlakoni),tetapi menjadi sebenar-benarnya pendidik. yang bersiap menjadi tauladan dan contoh karakter yag baik bagi anak didiknya. Saya tetap yakin akan datangnya masa kejayaan pendidikan kita. Senyampang masih terselip asa dan semangat untuk memberi yang terbaik bagi profesi kita ini. tetap semangat dalam berkidmat bagi pendidikan yang lebih baik. I am Proud To Be educator.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun