Mohon tunggu...
Heru Riswan
Heru Riswan Mohon Tunggu... Hoteliers - just a simple with complicated dream

orang yang akan pergi bersama angin,,calon seorang sosiolog. mantan barista

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketahanan Pangan Indonesia dengan Regenerasi Petani

6 Mei 2019   21:36 Diperbarui: 6 Mei 2019   22:11 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia sebuah negara besar yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, wajar jika negara ini memiliki julukan sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi yang memiliki arti tenteram dan makmur serta subur tanahnya. Tak heran ketika orang memberikan julukan tersebut, sebab indonesia di lintasi garis khatulistiwa sehingga iklim tropis menjadikan indonesia negara yang sangat subur untuk di tumbuhi berbagai macam keanekaragaman tumbuhan yang tersebar dari ujung timur hingga barat.

Julukan negara indonesia sebagai negara agraris juga tersemat sebagai ciri bahwa indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan industri pangan. Lahan yang subur, iklim yang baik serta curah hujan yang cukup merupakan faktor yang mestinya menjadi pendukung indonesia menjadi negara agraris kuat.

Berbagai komoditi yang menjadi andalan indonesia yang telah terkenal keluar negeri seperti kopi, rempah hasil perkebunan dan masih banyak lagi. Dengan bangga nya indonesia sempat menjadi negara yang swasembada pangan khususnya beras pada tahun 1984 sebagai hasil kerja keras kabinet pembangunan IV dan telah mendapatkan penghargaan dari FAO lembaga pangan dunia di bawah naungan PBB.

Lain dulu lain sekarang, keberhasilan swasembada pangan saat itu tidak dibarengi dengan peningkatan teknologi pangan, peningkatan SDM petani dan banyak lagi stereotip yang pada tahun-tahun berikutnya indonesia menjadi sebuah negara pengimpor hasil pangan dari negara lain dan cukup besar dari data CNBC yang dihimpun pada tahun 2018, Impor indonesia pada buah-buahan mencapai US$1,310 atau 0,83% dari total keseluruhan impor, disusul oleh impor sayur mayur mencapai US$ 738 atau 0,46% dari total keseluruhan impor.

Ironi memang jika indonesia sebagai negara agraris harus mencukupi kebutuhan agrarianya dengan impor dari negara lain. Mengapa bisa seperti itu? Banyak faktor mengapa indonesia belum bisa mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri salah satunya adalah perkembangan SDM yang belum sepenuhnya tercukupi, stereotip yang berkembang dalam keluarga petani, komitmen yang tinggi dari para lulusan bidang pertanian, lahan pertanian yang semakin lama semakin menyempit, modernisasi pertanian dan yang terakhir adalah kebersediaan milenial menjadi petani modern. Semua opini diatas merupakan analisis yang saya kumpulkan berdasarkan banyak opini yang saya himpun.

agribisnis.co.id
agribisnis.co.id
Sumber daya manusia dalam pengembangan pertanian sangat penting guna menunjang hasil produksi yang sangat signifikan. Kebanyakan pertanian di indonesia masih bersifat tradisional di lihat dari peralatan dan teknologi yang di gunakan hingga saat ini. Perlunya sebuah komitmen pemerintah untuk memberikan edukasi yang sesering mungkin guna terciptanya pertanian modernisasi dalam pertanian kita.

Penyuluhan-penyuluhan dan pendampingan petani dalam mengakses informasi pertanian dirasa cukup besar pengaruhnya ini berbanding lurus dengan penelitian kementrian pertanian dalam mengembangkan bibit unggul dari varietas yang unggul pula. Tak hanya akses petani yang mendapatkan sistem modernisasi dalam pertanian peran aktif pemerintah, kementrian pertanian hingga peneliti dari berbagai universitas juga berperan penting dalam menemukan penemuan baru di bidang pertanian.

Selain SDM, faktor stereotip juga sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan pertanian di indonesia. Petani akan di labeling sebagai pekerjaan rendahan dan tidak memiliki kesuksesan karir yang baik. Stereotip ini lah yang membuat banyak para generasi muda indonesia enggan menjadi petani dan beralih pada profesi lain yang menjanjikan. Tradisi keluarga juga memperkuat stereotip ini seperti ketika para orang tua yang berprofesi sebagai petani menanamkan pesan jika ia tidak ingin anak nya menjadi petani juga.

Stereotip seperti ini akan terus berkembang menjadi sebuah budaya yang menghantui generasi muda. Tentunya tidak semua stereotip tersebut benar adanya, banyak petani yang sukses dengan bidang pertaniannya yang tentunya harus menjadi motivasi generasi muda untuk memikirkan petani sebagai profesi yang bisa menjadi pilihan. Jika stereotip ini berkembang dan menjadi sebuah nilai maka bidang pertanian indonesia hanya akan di isi oleh generasi tua dan tentunya tingkat produktivitas akan sangat rendah.

Stereotip yang berkembang diatas akan menjadi sebuah efek domino kedalam aspek lainnya. Sebut saja pada dunia pendidikan tinggi kita. Memang sudah banyak sekali fakultas pertanian yang disediakan oleh banyak universitas negeri dan swasta guna membangun sistem pertanian kita. Namun pada faktanya serapan lulusan fakultas pertanian di berbagai universitas tidak tepat guna.

Bahkan presiden jokowi sempat menyindir bahwa lulusan pertanian lebih banyak bekerja di perbankan dari pada di bidang pertanian saat di kemukakan pada dies natalies IPB, lanjutnya hanya sekitar 8% generasi muda di bawah 35 tahun yang berkecimpung di dunia pertanian. Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk membangun kesadaran bagaimana menciptakan profesi petani yang lebih profesional sehingga banyak lulusan dari fakultas pertanian berkomitmen untuk mengembangkan disiplin ilmu nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun