Mohon tunggu...
Herman Efriyanto Tanouf
Herman Efriyanto Tanouf Mohon Tunggu... Penulis - Menulis puisi, esai, artikel lepas

Founder dan Koordinator Komunitas LEKO Kupang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Suara di Balik "Telepon Tengah Malam"

30 Juli 2019   00:58 Diperbarui: 30 Juli 2019   01:47 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay/ JamesDeMers

Di kamar, sendiri. Tak ada sepi, hanya saja isi tengkorak kepala sedang sibuk bukan main. "Mau tulis tentang apa atau siapa di ini hari?" Tidak ada ide menarik untuk dituangkan dalam teks. "Kata-kata sampah?" Kemarin sudah dibuang dalam tulisan sampah! Lebih baik tidur saja, aman, nyaman lagi.

Baru saja mau tidur, handphone berdering. Nada suara Franky dan Jane dalam "Perjalanan" itu seperti suara ayah dan ibu. Itu memang nada panggilan yang sengaja kusematkan di nomor kontak mereka, kebetulan pakai satu nomor handphone saja. Sudah tentu, panggilan itu datang dari ayah atau ibu, atau kedua-duanya, atau kakak atau adik yang kehabisan pulsa dan memanfaatkan stok pulsa ayah dan ibu untuk menelepon.

"Nana, jang talalu mete. Lu pung badan su kurus bagitu, sonde baik buat lu pung kesehatan. Tidur su!" (Nana, jangan terlalu begadang. Badanmu sudah terlampau kurus, tidak baik bagi kesehatanmu. Segera tidur!"). Itu suara ibu, mengawali percakapan dengan menyapa manja, namaku. Selanjutnya, lupakan ini!

Ilustrasi di atas hanyalah suara-suara liar. Suara sesungguhnya ialah suara yang akan Anda dengar di dalam puisi Telepon Tengah Malam karya Joko Pinurbo (Jokpin). Berikut puisinya:

Telepon Tengah Malam

Telepon berkali-kali berdering, kubiarkan saja
Sudah sering aku terima telepon dan bertanya
"siapa ini?", jawabnya Cuma "ini siapa?"

Ada dering telepon, panjang dan keras,
Dalam rongga dadaku
"Ini siapa, tengah malam telepon?
Mengganggu saja."
"Ini Ibu, Nak. Apa kabar?"
"Ibu! Ibu di mana?"
"Di dalam"                                                                                                                            
"Di dalam telepon?"
"Di dalam sakitmu."

Ah, malam ini tidurku akan nyenyak.
Malam ini sakitku akan nyenyak tidurnya.

2004, Joko Pinurbo

Menulis sesuatu yang belum sempat dipikirkan orang lain, sangat dekat, bahkan dilakukan dalam keseharian adalah salah satu kekhasan Joko Pinurbo (Jokpin). Puisi-puisi Jokpin sangat simple, gurih, enak dibaca dan dirasa. Kebanyakan puisinya sarat guyon, tapi sarat makna-mendalam.

Tentang puisi Telepon Tengah Malam, Jokpin menulisnya secara dramatis. Ada percakapan singkat antara seorang anak dan ibunya. Percakapan yang terjadi di dalam puisi tersebut mengandaikan adanya jarak (jauh) antara ibu dan anak. Sosok ibu yang dicitrakan dalam puisi tersebut, tengah berada di rumah, sedangkan si anak seolah sedang pergi (berada) di tanah rantau, entah karena sekolah ataupun bekerja.

Adanya jarak sebagai pemisah antara ibu dan anak, senantiasa mendatangkan kegelisahan berwujud rindu. Demikian para ibu, berpisah beberapa jam saja sudah sangat gelisah, apalagi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun lamanya. Bayangkan, bagaimana seorang ibu berusaha menyimpan itu rindu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun