Mohon tunggu...
Heri Kurniawansyah
Heri Kurniawansyah Mohon Tunggu... Administrasi - Pemimpi

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membincang Persoalan Anggaran yang Berlarut

4 Juni 2017   14:46 Diperbarui: 4 Juni 2017   15:05 2390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membincang Persoalan Anggaran Yang Berlarut

(Uang Habis, Rakyat Tak Kebagian)

Oleh : Heri Kurniawansyah HS

(Penerima Beasiswa LPDP RI Magister Departemen Kebijakan Publik Fisipol UGM & Fisip UNSA)

Persoalan anggaran merupakan persoalan yang paling urgen dalam tatanan organisasi manapun, baik organisasi pemerintah maupun organisasi privat. Anggaran merupakan asupan utama sebuah kebijakan dan program menuju tujuan substantif kebijakan itu sendiri. Sebaik apapun kepemimpinan dan manajemen dalam sebuah organisasi, jika anggaran bermasalah atau anggaran sangat minim, kecil kemungkinan akan terjadi perubahan dan pembangunan dalam sebuah organisasi. Dalam tatatan Pemerintah Daerah, jika hanya mengacu kepada pendapatan asli daerah (PAD) saja yang pencapaiannya rata-rata masih jauh dibawah 50%, maka tidak mungkin pembanguan tersebut akan tercipta, terlebih dalam postur anggarannya belanja “tidak langsung” jauh lebih tinggi dari “belanja langsung”, sehingga perlu sokongan dana dari luar untuk menambah APBD daerah itu sendiri untuk keperluan suksesi kebijakan yang telah dibuat. Dana dari luar tersebut bisa dari pemerintah pusat melalui dana perimbangan keuangan pusat dan daerah, atau sering disebut dengan dana transfer, bisa juga dari investasi jika memang ada, dan sumber-sumber lainnya.

Masalah tidak berhenti hanya pada tataran bagaimana mendapatkan anggaran sebanyak-banyaknya. Namun lebih dari itu, anggaran yang didapatkan tersebut dalam penggunaannya sudah tepat sasaran atau belum, atau hanya menjalankan rutinitas seperti biasanya dan kemudian dibungkus dengan administrasi yang baik, sehingga mendapat penghargaan atau pujian dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Saat ini begitu banyak daerah yang mengejar predikat WTP, namun disisi lain, pada tataran substantif kebijakan itu sendiri cendrung dilupakan. Akibatnya masalah-masalah klasik di ranah publik banyak yang belum tersentuh . Fenomena tersebut sedang menjadi trend di kalangan pemerintah saat ini. sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan mendasar , apakah persoalan yang mendasar dalam sistem penganggaran sehingga masalah-masalah tersebut masih terjadi, apa titik kelemahannya dalam sistem evaluasi kinerja pemerintah sehingga begitu sulit mencapai tujuan kebijakan secara holistik bagi masyarakat.

Persoalan Mendasar Sistem Penganggaran 

Menurut penulis, ada dua hal yang selalu menjadi masalah mendasar sistem penganggaran kita. Pertama adalah adanya mekanisme politik anggaran antara Pemerintah Pusat/Daerah dengan DPR/DPRD pada saat menyusun APBN/APBD (Kumorotomo, 2008). Dalam proses tersebut, tidak tertutup kemungkinan pihak legislatif juga berusaha mengusulkan program-program untuk kepentingan konstituennya, sehingga terjadi proses tawar-menawar antara pihak eksekutif dengan legislatif. Irene S. Rubin dalam The Politics of Public Budgeting(2000) mengatakan, dalam penentuan besaran maupun alokasi dana untuk rakyat senantiasa ada kepentingan politik yang diakomodasi oleh pejabat, bahwa alokasi anggaran acap juga mencerminkan kepentingan perumus kebijakan terkait dengan konstituennya. Dampaknya, bisa saja beberapa program yang telah disusun oleh pihak eksekutif berubah pada saat pembahasan, dan anggaran yang disahkan adalah program-program yang isinya tidak sesuai lagi dengan visi dan misi daerah/kementrian/instansi.

Kemudian yang kedua adalah terletak pada ketidakmampuan aparat pemerintah untuk membuat perencanaan anggaran berbasis kinerja (performance budget system) yang sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, seharusnya pemerintah sudah menggunakan pendekatan anggaran berbasis kinerja (ABK). Artinya, anggaran yang disusun seharusnya memperhatikan hubungan antara dana yang dikeluarkan (input)dengan hasil yang diharapkan (outcome)serta harus ada efisiensi dalam proses kegiatan tersebut. Namun dalam prakteknya, masih banyak Pemerintah Daerah yang menggunakan cara tradisional/incrementalism atau Traditional budgeting system dengan hanya menambah atau mengurangi biaya pada program/kegiatan yang sudah ada di tahun sebelumnya. 

Dampaknya, walaupun ada program yang sebenarnya sudah tidak dibutuhkan, tetapi selalu masuk dalam anggaran setiap tahunnya. Pendekatan incrementalismini bersifat line-item, yang lebih fokus pada input, dan menilai kinerja instansi dari tingkat penyerapan anggaran. Akibat dari itu semua adalah adanya pelaksanaan program yang tidak sesuai dengan perencanaan. Aparat di instansi pemerintah hanya berpikir bagaimana agar anggaran mereka bisa diserap, tanpa mempertimbangkan apakah programnya bermanfaat untuk masyarakat. Sistem ini adalah tidak didasarkan pada pemikiran atau analisa rangkaian kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi itu sendiri. Artinya bahwa dalam sistem tersebut, output dan outcome kinerja tidak menjadi suatu hal yang sangat penting.

Bagaimana Manfaat Anggaran Bagi Publik Yang Ideal?           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun