Mohon tunggu...
Hendri Muhammad
Hendri Muhammad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Welcome Green !! Email: Hendri.jb74@gmail.com

... biarlah hanya antara aku dan kau, dan puisi sekedar anjing peliharaan kita

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jeff Bezos dalam Perdebatan Toko "Online" dan "Offline"

17 September 2017   14:10 Diperbarui: 17 September 2017   21:53 3894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.perkinscc.co.uk

Ada banyak hal yang takkan pernah bisa tergantikan, di antaranya interaksi sosial secara langsung melalui tatap muka, mulai dari interaksi dalam ikatan keluarga, dunia kerja, serta komunitas sosial, baik kini maupun nanti.

Apa yang mungkin terjadi hanyalah pergeseran kebiasaan, secara perlahan, yang menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Itulah sebabnya saya tidak akan pernah percaya bahwa toko-toko online akan menjadi penyebab matinya toko offline, sampai kapan pun.

Begitu pun jika dikaitkan dengan kondisi sekarang, seperti judul artikel yang headline di kompas.com (16/9): benarkah toko online menjadi penyebab berkurangnya pengunjung mal? Jawabannya tentu saja tidak, baik berdasarkan data-data yang ada di saat ini, maupun logika-logika yang saya pahami untuk masa yang akan datang.

Di tulisan ini saya memang bermaksud menghentikan "ke-geeran" pelaku bisnis lapak/toko online yang berada di situasi bisnis yang sedang tumbuh, sementara retail offline cenderung jalan di tempat.

Jika berdasarkan data saat ini, kontribusi ritel online di Indonesia menurut data Bank Indonesia (BI) memang mengalami peningkatan. Sebelum 2013, kontribusi ritel online di bawah 0.5% dari total ritel Indonesia meningkat menjadi 0.6% (2014) dan 1% (2015). Pada tahun 2016, berdasarkan data dari BI dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), kontribusi ritel online hanya sekitar Rp 2 Triliun atau masih di kisaran 1% dari total omset ritel Indonesia. Omset industri ritel Indonesia sendiri mencapai Rp 199.1 Triliun (2016) atau meningkat  10% dari Rp 181 Triliun (2015).

Bisa dilihat bahwa kontribusi toko-toko online di Indonesia masih belum cukup signifikan terhadap total omzet ritel secara keseluruhan.

Fenomena goyangnya bisnis pusat perbelanjaan

Terkait dengan berkurangnya tingkat kunjungan di mal, memang benar bahwa faktanya bisnis mal atau pusat perbelanjaan sedang berada di pusaran badai yang tak kunjung berhenti, dari tahun 2010 sampai sekarang, terutama di Amerika Serikat.

Berdasarkan riset Cushman and Wakefield yang dikutip tirto.id, jumlah kunjungan ke mal-mal di AS pada 2010 mencapai angka 35 juta. Angka ini merosot lebih dari 50 persen tiga tahun kemudian. Pada 2013, kunjungan ke mal hanya mencapai angka 17 juta.

Majalah TIME bahkan memprediksi lebih dari sepertiga mal di Amerika akan tutup pada 2017. Dari 1.100, 400 di antaranya akan segera tutup. Dan dari sisa 700, hanya 250 yang akan bertahan dalam beberapa tahun ke depan.

Namun, goyangnya bisnis shopping center di AS ini tidak secara otomatis terjadi karena perpindahan (migrasi) pola belanja warga AS ke industri online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun