Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dewi Sartika: Pahlawan Dengan Tanda Jasa, Pahlawan Tanpa dar .. der.. dor

8 November 2011   23:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:54 16939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14295776901701874609

[caption id="attachment_411466" align="aligncenter" width="300" caption="Perangko R. Dewi Sartika 1969 (beritapos.info)"][/caption]

Kantun Jujuluk Nu Arum

Pada suatu masa walaupun belum ada istilah muatan lokal. murid-murid sekolah dasar di Jawa Barat diperkenalkan pada pahlawan-pahlawannya, baik pahlawan nasional dari daerah lain seperti RA Kartini, Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dien dan tentu saja Raden Dewi Sartika yang asal Jawa Barat. Mereka telah meninggalkan nama yang harum, kantun jujuluk nu arum, kata orang Sunda.

Saya sengaja menulis pahlawan wanita Indonesia untuk mengingatkan bahwa kaum wanita  berperan dalam gerakan-gerakan mengangkat derajat bangsa Indonesia, baik melalui perjuangan bersenjata seperti dilakukan Martha Christina Tiahahu dan Cut Nyak Dien, melalui karya tulis 'Habis Gelap Terbitlah Terang' seperti dilakukan RA Kartini,  maupun melalui dunia pendidikan seperti dilakukan oleh Raden Dewi Sartika.  Padahal pada zaman mereka pendidikan dan posisi kaum wanita masih demikian tertinggal, sehingga apa yang dilakukan keempat perempuan yang saat itu berusia muda tentu saja luar biasa untuk ukuran zamannya, bahkan diukur dengan ukuran prestasi zaman sekarang sekalipun.

Salah satu cara mengingatkan pahlawan bangsa yang paling dekat ke rumah anak-anak sekolah dasar di Jawa Barat pada tahun 1960-an , mudah-mudahan sampai sekarang , adalah dengan mengajarkan kawih atau nyanyian mengenang Raden Dewi Sartika.   Saya bersyukur pada Tuhan sampai hari ini masih hafal syair dan langgam kawih Dewi Sartika, yang diajarkan bapak dan ibu guru SD Pengadilan I Bogor untuk menyanyikannya dalam suatu paduan suara atau rampak sekar.

Berikut ini kawih mengenang Dewi Sartika, pelopor gerakan kemajuan perempuan Jawa Barat,  Syair asli dalam bahasa Sunda, disamping kanan  saya tulis terjemahan bebasnya dalam bahasa Indonesia :

Kantun jujuluk nu arum   .................................................... Tinggal namanya yang harum

Kari wawangi nu seungit ................................................... Tinggal wangi yang semerbak

Nyebar mencar sa Pasundan ............................................. Menyebar ke seluruh Tanah Sunda

Nyambuang sa Nusantara ................................................. Mewangi ke seluruh Nusantara

Sari puspa wangi arum ...................................................... Sari bunga semerbak wangi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun