Mohon tunggu...
Hedi Purnomo
Hedi Purnomo Mohon Tunggu... Entrepreneur, Karyawan Swasta -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akhir Hayat Wayang Kulit?

23 Januari 2017   14:26 Diperbarui: 23 Januari 2017   14:43 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Minggu 22 Januari kemarin, terdapat kejadian yang mengejutkan. Beredar spanduk-spanduk yang berisikan penolakan terhadap salah satu warisan budaya dan Local Genius di Indonesia, Wayang Kulit. Spanduk ini jelas provokasi dan pembodohan publik dengan tujuan mengadudomba antar sesama penduduk Indonesia. Agama dan Budaya tidak akan pernah bisa dipisahkan, keduanya saling berkelindan, tumpang tindih dan beririsan di ruang publik.

Gerakan ini memang belum diketahui siapa otak utamanya, namun siapapun itu tindakan ini sudah keterlaluan. Membenturkan agama dan budaya sama saja mengikis rutinitas dan realita kehidupan kita sehari-hari. Kearifan Lokal tidak bisa dipungkiri memberikan beberapa pedoman dan arahan dalam kehidupan berbudaya dan beragama.

Pejabat publik pun angkat bicara terkait provokasi ini. Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengkritik insiden spanduk provokatif. Djarot berpendapat pemasangan spanduk tersebut berpotensi memecah belah Indonesia karena Wayang Kulit sudah sangat kental dalam kebudayaan Indonesia khususnya orang Jawa.

‘Mereka’ memprotes Wayang Kulit karena tidak sesuai dengan ajaran dan Syariat Islam. Alasan inilah yang menjadi basis provokasi paling berbahaya. Usaha provokasi antara Nilai Islam dan nilai-nilai kebudayaan Indonesia sangatlah berbahaya. Djarot pun sangat menyayangkan kejadian ini terjadi ditengah-tengah Indonesia sedang siaga isu SARA, hanya memperkeruh suasana. "Tadi malam kami wayangan di Rawasari terus ada spanduk-spanduk 'wayang bukan budaya Islam dan syariat Islam'. Wayang budaya kok, budaya Jawa kok dilarang piye," cerita Djarot

Pemasang-pemasang spanduk sepertinya alpa, sengaja mengabaikan atau tak paham sejarah sama sekali.  Sudah jelas Sunan Kalijaga, salah satu anggota Walisongo menggunakan pagelaran wayang sebagai salah satu metode dakwah. Sunan Kalijaga sadar betul dalam dakwah diperlukan pemahaman mendalam terhadap budaya setempat agar lebih mudah diterima di masyarakat.

Hasilnya pun maksimal, dengan Wayang Kulit Sunan Kalijaga berhasil menyebar dakwah di Tanah Jawa. Budayawan banyak yang angkat bicara pula terkait hal ini, semisal Goenawan Muhammad dan Sudjiwo Tedjo. Goenawan Muhammad mengunggah di akun Twitternya saat Spanduk dipasang di daerah Cempaka Putih dan mencuit “Ini spanduk yang lain. Di Cempaka Putih, Jakarta. Pencinta wayang, siap2 pindah…” tulis Goenawan.

Sudjiwo Tedjo yang juga seorang Dalang menanggapi dengan lebih unik dan jenaka, namun tetap kritis. Pria yang akrab disapa ‘Presiden Jancukers’ di dunia maya ini mengatakan setuju dengan salah satu spanduk yang melarang ‘pemutaran’ wayang kulit. Sudjiwo Tedjo mengatakan setuju dengan spanduk itu dengan tuitannya “Presiden #Jancukers setuju pada spanduk2 larangan terhadap "pemutaran wayang". Sebab saya menghormati budaya. Wayang jangan diputar2, rusak” (kok Pemutaran, Pagelaran lah!)

Mulai dari penduduk sipil, politisi dan Budayawan mengecam tindakan ini sebagai usaha provokasi memecah belah NKRI. Sudahlah, negara ini sedang sakit dan masih trauma soal isu-isu SARA, tak perlu kau tambah lagi luka Ibu Pertiwi, Kawan. Mari junjung tinggi Toleransi dan Persaudaraan!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun