Mohon tunggu...
Rahmi H
Rahmi H Mohon Tunggu... Guru - Peskatarian

Ngajar | Baca | Nulis Kadang-Kadang Sekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa yang Kita Baca?

25 Juli 2017   09:18 Diperbarui: 25 Juli 2017   19:00 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: pexels.com

Setiap orang tak asing lagi dengan membaca. Apapun yang dibaca, aktivitas membaca merupakan salah satu aktivitas wajib yang harus dilakukan setiap orang. Hampir seluruh kita mengakui bahwa dengan membaca pengetahuan akan bertambah dan pemikiran akan berkembang. Ukuran kualitas sumber daya manusia suatu daerah maupun negara tak jarang juga ditentukan oleh seberapa tinggi minat baca warganya. Ketersediaan sarana membaca, seperti perpustakaan, warung baca, rumah belajar/baca dan lain-lain, serta beragamnya koleksi bacaan merupakan salah satu unsur penunjang demi menarik minat baca seseorang.

Biasanya minat baca seseorang ditentukan oleh pengetahuannya mengenai sepenting apakah membaca itu?  Di era media sosial yang terus menjamur, tak jarang kita menemukan quote atau penggalan paragraf dari sebuah buku yang di posting oleh seseorang di akun pribadinya, entah buku itu benar-benar dibaca atau tidak, secara tidak langsung akun tersebut menjadi pengingat bahwa membaca itu penting. 

Demikian juga dengan foto buku yang biasanya disandingkan dengan kopi, pemandangan, laptop, barang bawaan dan sebagainya, foto-foto tersebut biasanya disertai tulisan baik dari isi buku maupun sekedar penjelasan tentang maksud foto, seperti ingin menegaskan bahwa dalam situasi apapun membaca tetaplah wajib, walaupun lagi-lagi kita tak harus langsung percaya bahwa buku itu benar dibaca oleh si empunya tukang posting atau hanya sekedar gaya-gayaan saja.

Jika seseorang telah sampai pada pemahaman yang utuh mengenai pentingnya membaca, maka dengan sendirinya ia akan memilih jenis bacaan apa yang ia sukai. Mengenai jenis bacaan, biasanya sangat ditentukan oleh ketersediaan buku di toko buku, rumah baca maupun perpustakaan.

Penting untuk diketahui bahwa jenis/tema bacaan di suatu tempat (negara misalnya) ditentukan oleh kepentingan suatu kelompok yang menguasai negara tersebut, tak jarang sistem negara ikut menentukan bacaan seperti apa yang harus dikonsumsi oleh warganya. Di Indonesia, kalau tidak keliru di era 1990an buku-buku bertema "Kiri", Komunisme, liberalisme sangat dilarang pemerintah, bahkan hingga kini pelarangan terhadap suatu jenis buku masih terus terjadi.

Terlepas dari konteks itu, membaca tetaplah menjadi aktifitas menarik, membaca selalu memiliki keasyikan tersendiri bagi mereka yang menggemarinya. Bagi beberapa orang membaca membutuhkan tempat dan waktu tertentu, misalnya harus di tempat sepi, sambil menyeruput kopi pagi di pinggir danau, di bawah pohon, pantai, gunung, kamar tidur,  ruang perpustakaan mewah maupun WC (sangat tenang), adapula mereka yang tetap bisa membaca dalam situasi dan kondisi apapun baik itu di kendaraan umum, tepi jalan, emperan toko, pasar, bahkan sambil menonton konser, dalam kondisi tertekan, galau maupun patah hati Wow.

Ketika membaca buku, pernahkah kita berpikir lebih dalam tentang apa sebenarnya yang kita baca?  Apakah yang sesungguhnya kita sukai dari sebuah buku. Apakah warna covernya, judulnya, makna judulnya, nama penulisnya, penerbitnya atau tema-tema dan ide-ide yang ditawarkan di dalamnya? Misalnya ketika membaca Imperiumnya Robert Haris, apa yang pertama kali terlintas dalam benak kita? Hingga kita rela menghabiskan berjam-jam menekuri buku tebal itu. 

Apakah kita benar-benar terpesona pada kepiawaian Cicero dalam komunikasi politik, lalu berniat menerapkannya di lingkungan pergaulan kita? Ataukah kita tertarik pada kesetiaan dan keahlian Tiro yang sebetulnya menjadi kunci utama keberhasilan Cicero. Dua tokoh dalam Imperium yang sebetulnya memberi pilihan pada pembaca, kepada siapakah ia akan meletakkan dasar berpikirnya.

Kita menyakini sebuah buku bacaan berpengaruh sangat besar terhadap pemikiran kita, jika tidak demikian, suatu negara tidak akan begitu ketatnya menyeleksi ragam bacaan masyarakatnya. Jadi sekiranya memang penting mencintai suatu jenis buku, apalagi jika buku tersebut benar-benar meyakinkan untuk dijadikan sebagai dasar utama pengetahuan kita. Untuk itu mengenali pengarang, penerbit dan tema-tema yang ditulis pengarang maupun penerbit adalah jauh lebih penting.

Di satu buah buku, seorang pembaca bisa memilih bagian apa yang bisa ia ambil sebagai dasar pengetahuan maupun pemikirannya. Misalnya, kita ingin mengetahui lebih jauh tentang diri/pemikiran seorang pengarang seperti Robert Haris, dalam konteks ini kita memposisikan diri sebagai pembaca, yang ketika menyelami karya-karyanya kita membangun "jarak" yang tegas antara kita dengan Robert Haris dan antara pikiran-pikiran kita dengan apa yang ditulis Robert Haris. Agar kita tetap bisa membangun pendapat dan ide-ide kita sendiri, sambil mempertimbangkan apakah yang ditulis Robert Haris cocok dengan situasi yang kita hadapi. Pada tahap ini, penting juga diketahui pada realitas seperti apa Robert Haris menghasilkan karyanya.

Namun,  jika kita hanya ingin menyelidiki tema cerita yang ditawarkan Robert Haris, maka sesudah membacanya sepertinya kita wajib membaca buku lain yang memuat tema-tema serupa, seraya membiarkan saja diri kita hanyut dalam "imaji" yang disajikan Robert Haris, bahkan terkadang di kehidupan nyata kita merasa menjadi Cicero dengan berusaha membangun komunikasi politis di sana sini meskipun bukan dengan para politisi, atau menjadi Tiro dengan menempatkan diri menuruti segala perintah seseorang yang kita anggap "Cicero" di dunia nyata, lucu juga. Kondisi seperti ini, tanpa disadari sebetulnya telah membawa kita dalam situasi "tidak sadar", hingga pikiran dan tindakan kita persis menyerupai tokoh-tokoh yang ada dalam bukunya Robert Haris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun