--buat Wiji Thukul
aku lelah. pena dan kertas aku singkirkan sejenak. tak ada kata-kata tak apa. juga larik. juga bait. sementara puisi-puisiku bisa kau ambil dalam tas. orang-orang sudah terlalu banyak berkata. kota ini, kota ini sebagian besar diisi kata-kata. aku lelah. aku ingin istirahat, kata-kata.
sudah. sudahlah. lama aku ingin istirahat. tapi moncong-moncong senapan, langkah-langkah kaki sepatu karet, tangan-tangan yang buta --yang tidak bisa bedakan mana tubuh mana samsak-- melulu mencari aku. yha aku sembunyi. yha pernah ketangkap juga. yha lalu aku bonyok.
kejar-kejaran itu ada yang dikejar ada yang mengejar. apa yang mereka cari? yah entah. wong aku cuma nulis puisi, bikin selebaran, kadang mentas teater di kampung-kampung. sama petani, sama buruh, sama pelajar, sama siapa saja yang ingin.
jika kalian ingin jemput, aku sedang tidak di rumah. silakan kalau mau liat-liat gubuk. silakan masuk. pintunya tidak ditutup. tapi ingat pesanku: masuknya pelan-pelan; fajar lagi tidur, nganti lagi bantu sipon di dapur. awas kau ganggu mereka akan aku lawan!
Januari, 2017.Â