Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Embun, Pagi Subuh, dan Kedatanganmu

30 April 2019   02:32 Diperbarui: 2 Mei 2019   18:16 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari halaman pembuka buku "Hanya Kamu yang Tahu Betapa Lama Aku Menunggu" - Norman Erikson Pasaribu.

1/ 
Selain embun, waktu pagi subuh juga mengingatkanku pada kedatanganmu di stasiun kereta. Seperti orang-orang lain yang menunggu, kala itu, setiap ada bunyi kereta masuk stasiun, aku akan bangkit dari duduk: mataku mencari, dadaku berdebar antara takut dan senang akan bertemu.

Bukan. Itu kereta lain. Kereta tidak hanya satu, tapi yang kutunggu tetaplah kamu.

Supir-supir taksi sudah menunggu di lorong pintu keluar stasiun. Berdiri dan menawarkan diri untuk mengantar penumpang pulang. Banyak yang menolak, tapi supir-supir taksi itu tidak patang arah. Sebab menunggu dan ditolak sudah jadi bagian dari hidupnya. Tidak ada pilihan lain selain menjalani.

Semakin lama menunggu dan memerhatikan supir-supir taksi itu justru muncul sebuah pertanyaan: apakah aku sekuat itu?

2/ 
Aku sedang tidak ingin membayangkan perpisahan. Apalagi di stasiun kereta. Tidak ada yang lebih kompleks dibanding stasiun kereta ketika pertemuan dan perpisahan bisa diartikan sebegitu mirip.

Tidak. Karena menunggu, buatku, sudah cukup menguji kesetiaanku.

3/
"Lepas sandalnya," kata Mas Otto.

Selepas subuh memang aku suka diajak oleh Mas Otto ke lapangan. Rumput-rumput gajah yang tidak terlalu tinggi itu semua dibasahi embun. Makanya aku diminta melepaskan sandal supaya kaki bisa merasakan langsung dinginnya embun pagi.

"Embun juga bisa dibuat obat," ujar Mas Otto saat aku mulai melangkahkan kaki di atas rumput-rumput gajah itu.

Kemudian Mas Otto menceritakan kalau dulu tentara-tentara kita ketika terluka akan diobati dengan air embun ini. Jika lukanya kadung parah maka rumput yang ada embunnya akan ditumbuk, lalu diborehkan langsung. Sedikit perih, lanjut Mas Otto, tapi cukup ampuh dan cepat sembuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun