Mohon tunggu...
Hari Purwanto
Hari Purwanto Mohon Tunggu... Konsultan - Do The Best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Mahasiswa Pasca Sarjana Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kejahatan Demokrasi Melalui Mahar Politik

27 September 2018   21:25 Diperbarui: 27 September 2018   21:31 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekitar 2 bulan lalu  salah seorang politisi Partai Demokrat Andi Arif meluapkan kegeramannya melalui twitter soal "Jenderal Kardus" dan "Mahar Politik" terkait penentuan cawapres pendamping Prabowo Subianto, bahwa Partai Demokrat merasa ditipu terkait cawapres. Kemudian diklarifikasi oleh cawapres yang telah memenangkan sebagai pendamping yaitu Sandiaga Uno bahwa bukan "Mahar Politik" tetapi "Dana Kampanye". Peristiwa tersebut ramai dijagat media dan menjadi buah bibir dimedia sosial bahkan sampai pemanggilan Andi Arief oleh Bawaslu, namun tidak pernah terlaksana dengan berbagai alasan. Sampai akhirnya Bawaslu menutup kasus tersebut karena Andi Arief tidak bisa mempertanggungjawabkan statementnya di media sosial.

Mahar politik untuk menduduki sebuah jabatan dalam panggung politik bukan lagi hal yang tabu, ia telah lama menghiasi panggung politik kita dari tahun ke tahun. Dari tahun ke tahun pula kita terus berada dalam lingkaran setan ini. Tak ayal, kita pun menerimanya sebagai semacam sebuah tradisi perhelatan demokrasi. Politisi mampu merogoh miliaran rupiah untuk mengamankan jalannya menuju satu kursi, meski dengan cara-cara licik dan mengkhianati demokrasi.  Tentu kita (tidak) tahu dari mana pula asal uang sebanyak itu diambil. Tetapi, kita barangkali tahu ke mana uang-uang itu akan mengalir; dari kantong-kantong kecil hingga mengalir ke kantong-kantong yang lebih besar.

Nilai-nilai yang diaktualisasikan dalam demokrasi telah hilang; pesta demokrasi dipenuhi momok mengerikan dan kebobrokan, seperti: politik uang, kampanye hitam, politik kebencian dan politik identitas. Perhelatan pesta demokrasi yang seharusnya ajang kompetisi yang sehat, jujur, adil, berintegritas, mampu menghasilkan pemimpin bijaksana, beradab dan mampu merangkul rakyatnya.

Lantas, apa dampak yang ditimbulkan dari kerusakan sistemik ini? Dampaknya membuat rakyat mulai tidak mempercayai dirinya sendiri, tidak mempercayai penguasa mereka, bahkan langkah terkecil pun mungkin terlupakan, penuh dengan kiamat, dan kelumpuhan segera terjadi pada demokrasi kita. Jika kejahatan demokrasi kita diamkan, bagaimana kita akan menjaga demokrasi kita dan mewariskannya kepada generasi selanjutnya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun