Pelurusan sejarah soal peristiwa G 30S PKI mengakibatkan polemik yang sangat dalam di tengah masyarakat saat ini. Digeruduknya kantor YLBHI Pusat yang diduga melakukan diskusi soal PKI menjadi polemik dan menghangatnya peristiwa G 30S PKI yang menjadi pintu masuk sejarah awal kemunculan Orde Baru.Â
Sampai akhirnya kemunculan TAP MPRS No XV/1966 tentang pelarangan ajaran Komunisme, Leninisme dan Marxisme sebagai bentuk keilmuan maupun diskursus, sehingga saat ini setelah 18 tahun era reformasi pro dan kontra terhadap kebangkitan PKI menjadi perbincangan dan tuduhan adanya kedekatan pemerintahan Jokowi-JK terhadap para korban dan eks PKI.
Ditengah polemik tersebut, tiba-tiba Panglima TNI muncul dan menginstrusikan kepada jajarannya agar menonton film peristiwa G 30S PKI yang pernah menjadi tontonan wajib di era Orde Baru. Dan polemik soal G 30S PKI coba dimainkan dengan membangkitkan emosional dari pihak-pihak yang berpolemik khususnya TNI AD. Padahal kasus G 30S PKI belum menemukan solusi konkrit bagi pihak-pihak terkait untuk menemukan kesepakatan ataupun rekonsiliasi. Peran Panglima TNI sebagai bagian dari pemerintah seharusnya menjadi penyejuk, bukannya menambah persoalan dan bermain di air keruh.
Statement Panglima TNI bisa diisyaratkan sebagai mencari perhatian menjelang pensiun dan memanfaatkan waktu sebelum berakhirnya masa jabatannya. Sehingga berdampak dan memberikan peluang untuk melambungkan namanya tetap bertahan menuju tahun politik 2019. Pro dan kontra peristiwa G 30S tentunya akan digunakan kelompok-kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan pra kondisi menuju tahun politik untuk meraih kekuasaan.