Mohon tunggu...
Hari Prasetya
Hari Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Knowledge Seeker

Mengais ilmu dan berbagi perenungan seputar perbankan, keuangan, dan kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mengulik Ongkos Naik Haji, Sudahkah Rasional?

1 Maret 2019   05:37 Diperbarui: 24 Maret 2019   06:24 3070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota Jemaah Calon Haji Kelompok Terbang (kloter) 1 embarkasi Surabaya menuju pesawat untuk bertolak ke Arab Saudi di Bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo, Selasa (17/7/2018). Tahun ini, total ada 37.055 jamaah yang akan diberangkatkan dari Embarkasi Surabaya. (KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA (BAH) )

Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (UU Nomor 34 Tahun 2014), pengelolaan keuangan haji bertujuan meningkatkan: kualitas penyelenggaraan ibadah haji; rasionalitas dan efisiensi penggunaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH); dan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "rasional" mengandung pengertian: menurut pikiran dan pertimbangan yang logis; menurut pikiran yang sehat; cocok dengan akal. Sedangkan "efisiensi" mengandung arti: 1. ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya); kedayagunaan; ketepatgunaan; kesangkilan; 2. kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya).

Amanat UU Nomor 34 Tahun 2014 untuk meningkatkan rasionalitas dan efisiensi tersebut secara tersirat mengandung arti bahwa penetapan dan penggunaan BPIH selama ini masih belum sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan yang logis, pemikiran yang sehat, atau cocok dengan akal, serta belum sepenuhnya dijalankan dengan cara yang tepat menurut waktu, tenaga, dan biaya. Benarkah demikian?

Proporsi dan Komponen Biaya Haji

Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima. Oleh karenanya, setiap muslim pasti berkeinginan menyempurnakan ke-Islam-annya dengan menunaikan ibadah haji. Pelaksanaan kewajiban berhaji tersebut terikat oleh waktu dan tempat, dan hanya diwajibkan bagi yang mampu secara keuangan dan kesehatan (istitho'ah).

Ibadah haji hanya dapat dilakukan di bulan haji dan di sekitar kota Mekah, Arab Saudi. Bagi warga negara Indonesia yang ingin berhaji, selain bermodal niat tentu saja harus mempersiapkan sejumlah uang untuk membayar ongkos naik haji (ONH) dan menjaga kesehatan fisik dan mentalnya.

suasan di Masjidil Harram, Mekkah. (sumber: paperpull.com)
suasan di Masjidil Harram, Mekkah. (sumber: paperpull.com)
Pada saat ini istilah ONH sudah tidak lagi digunakan dan berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2014 digunakan istilah Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). BPIH didefinisikan sebagai sejumlah dana yang harus dibayar oleh warga negara yang akan menunaikan ibadah haji. Untuk dapat memperoleh nomor porsi dan masuk dalam daftar tunggu haji, seseorang harus membayar setoran awal BPIH sebesar Rp25 juta.

BPIH pada dasarnya merupakan seluruh biaya yang diperlukan oleh setiap jemaah dalam rangka persiapan dan pelaksanaan ibadah haji. Biaya persiapan ibadah haji meliputi dana yang dikeluarkan antara lain untuk: bimbingan manasik haji, pengurusan paspor dan visa, rekam biometrik, vaksin meningitis, buku manasik, dan beban lain dalam persiapan haji.

Sedangkan biaya pelaksanaan ibadah haji meliputi seluruh dana yang diperlukan sejak calon jemaah dipanggil masuk ke asrama haji di tanah air; perjalanan ke dan di Arab Saudi; akomodasi dan konsumsi; sampai pulang kembali lagi setelah ibadah haji selesai.

Kementerian Agama membagi BPIH menjadi dua kategori atau kelompok, yaitu: biaya yang ditanggung/dibayar langsung oleh jemaah haji disebut direct cost, berasal dari setoran awal dan setoran lunas; dan biaya yang tidak secara langsung ditanggung/dibayar oleh jemaah disebut indirect cost, bersumber dari hasil pengembangan atau optimalisasi setoran awal, yang dalam UU Nomor 34 Tahun 2014 disebut nilai manfaat.

Istilah direct cost dan indirect cost tersebut sebenarnya mengandung kerancuan dan sering menimbulkan salah pengertian. Hal tersebut disebabkan antara lain karena ada satu komponen biaya yang menggunakan dua sumber sekaligus direct cost dan indirect cost.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun