Mohon tunggu...
Hardian Cahya Wicaksono
Hardian Cahya Wicaksono Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Procurement | Telco Industry | Marketing Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jargon Bukan Sekadar Teriakan (1)

30 Maret 2013   16:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:59 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Smasa...Jaya...

Itulah jargon yang saya dan kawan-kawan SMAN 1 Blitar teriakkan seusai acara apapun selama saya menuntut ilmu di smasa blitar.. Namun, pada akhir-akhir ini saya memikirkan, bahwa rasanya jargon tersebut tidak saya pahami sama sekali. Jargon tersebut terasa heroik, namun rasanya selama saya di smasa tidak pernah tahu bagaimana bentuk wujud nyata dari jargon tersebut, atau pemaknaan yang tepat akan jargon itu. Hanya di smasa? Tidak. Lab tempat saya berkecimpung pun mempunyai jargon yang saya tidak mengerti artinya. Lab Antena, No Risk, No Gain. Semoga itu semua adalah kesalahan saya yang lambat belajar.

Jargon itu Cerminan

Jargon, Tagline, Motto atau Anda menyebut apapaun sebenarnya diciptakan tidak sembarangan. Jargon tersebut merupakan cerminan dari visi, karakter, corporate culture, dan produk hasilnya. Pertama ketika kita menentukan jargon, sebenarnya kita tengah menentukan visi ke depan, bisa visi jangka pendek, maupun visi jangka panjang. Menurut saya, jargon tidak harus sama selamanya, karena menurut saya jargon bukan merupakan sesuatu yang sakral.. Bisa saja jargon dirancang hanya untuk tiga sampai lima tahun. Jargon yang dituangkan merupakan visi yang tengah diemban atau tengah dilaksanakan oleh organisasi tersebut. Bisa saja visi jangka pendek organisasi tersebut didesain ulang setap tiga sampai lima tahun sekali, tentu saja jargonnya pun didesain ulang. Visi jangka pendek kan mengikuti apa yang terjadi di sekitar kita, karena itu dalam jangka waktu tertentu, desain ulang jargon bukan sesuatu yang haram.

Kedua adalah tentang karakter. Jargon yang diteriakkan oleh organisiasi hendaknya dipahami oleh seluruh anggota organisasi yang berkecimpung. Paham berarti tahu ciri atau rincian turunan dari jargon tersebut. Contohnya yang dipakai oleh SKI IT Telkom. Lebih Dekat, Lebih Bersahabat. Baru-baru ini saya berpikir, mungkin akan lebih baik jika kalimat “Lebih Dekat Lebih Bersahabat” itu dirinci sehingga kader baru pun akan paham jargon tersebut. Contohnya, Lebih Bersahabat itu berarti, setiap ketemu orang wajib melakukan senyum 227, salaman, dan menanyakan kabar, atau Lebih Bersahabat itu merendahkan suara ketika berdiskusi. Istilah lainnya adalah dibuat SOP untuk setiap anggota, sehingga setiap anggota dapat melakukannya dengan mudah. Ketika itu sudah menjadi kebiasaan setiap anggota, maka akan berbuah karakter dari setiap anggota. Tentu saja karakter ini disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.

Ketiga, jargon merupakan cerminan dari sebuah corporate (organization) culture. Jargon yang dibuat harus mencerminkan seperti apa cara kerja dari organisasi tersebut. Sungguh aneh ketika organisasi mempunyai jargon “kreatif”, tapi organisasi tersebut tidak terbiasa mengapresiasi ide. Atau organisasi yang mempunyai jargon “bersatu”, tapi dalam organisasi tersebut terdapat faksi-faksi yang cukup tajam. Sehingga yang mempunyai jargon dekat dan bersahabat, ketika dalam menjalankan organisasi, harus menonjolkan rasa kekeluargaan dan persahabatan. Masalahnya ketika jargon tidak dipahami oleh pucuk pimpinan, atau pejabat penting dalam organisasi tersebut, pimpinan tersebut akan menjalankan roda pemerintahan yang tidak sesuai dengan jargonnya. Akibatnya, turunan kebawah pun akan menyimpang dari jargon yang diteriakkan.

Keempat, jargon merupakan pedoman bagi setiap organisasi dalam mewujudkan visinya, atau produk keluarannya. Produk di sini adalah barang maupun jasa. Bagi organisasi yang produknya event oriented, tentu saja pre event, event, dan post event harus sesuai dengan jargon yang ada. Organisasi yang mempunyai jargon “kreatif”, di pre eventnya (publikasi, sponsorship, atau preparation lainnya) harus dilakukan dengan cara kreatif, begitu juga dengan event, dan post eventnya.

Karena jargon bukan hanya teriakan, tetapi jargon adalah nyawa dari organisasi tersebut. Tidak hanya itu, jargon juga berkenaan dengan marketing dari organisasi tersebut. Kita akan sambung di tulisan selanjutnya tentang hubungan jargon dan marketing organisasi.

Salam Optimis untuk Indonesia

Bandung, 30 Maret 2013

@Hardian_cahya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun