Mohon tunggu...
Hardian Cahya Wicaksono
Hardian Cahya Wicaksono Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Procurement | Telco Industry | Marketing Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jago Keyboard, Selalu Burukkah?

7 Agustus 2012   15:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:07 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

“Eh lu jangan cuma jago keyboard donk!”

“Kalo cuma ngetik komentar doang sih semua bisa!”

“Dateng kajian dong, kasih solusi kek! Ikut kerja Kek!”

Itu beberapa komentar ketika ada permasalahan atau isu di lingkungan kampus, lalu merebak di social media. Tentu kalau sebuah isu menjalar ke socmed, maka setiap orang yang terhubung akan mudah berkomentar, menimpali, bertanya, menjawab, atau paling ekstrimnya mencaci. Era socmed memang memicu orang untuk berkomentar lebih cepat. Pada akhirnya timbul istilah “Jago Keyboard” yaitu julukan yang ditujukan kepada orang yang cuma berkomentar ramai di socmed, tapi tidak pernah kerja turun tangan. Pertanyaannya adalah, salahkah menjadi Jago Keyboard?

Jika Jago Keyboad itu hal yang buruk, yang paling pantas dicaci adalah wartawan, kolumnis, blogger, dan orang yang bekerja di sektor media. Loh, kok wartawan dan kolumnis diikutin? Ya iyalah, mereka kan kerja dengan tulisan, apalagi blogger, mereka berkontribusi lewat tulisan. Wartawan, kolumnis, dan blogger adalah aktivitas yang keren dan kontributif. Mereka tidak bisa disamakan dengan orang yang sekadar nyinyir di socmed. Ada beberapa hal yang membedakannya. Karena itu saya berkesimpulan, tidak semua Jago Keyboard itu jelek, yang membedakan adalah, hasil karyanya.

Harus disadari, cara orang untuk berkontribusi dalam suatu hal itu berbeda-beda sesuai dengan bakat dan kemampuan. Istilah yang ngetrend sekarang adalah, berkontribusi sesuai passion. Tidak semua orang mampu berbicara di depan umum dengan baik, tidak semua orang bisa menulis dengan runtut, dan tidak semua orang bisa turun tangan mengahadapi persoalan lapangan. Terasa aneh jika seseorang yang nyaman menyampaikan pendapat secara tertulis, dipaksa ikut sumbang saran di kajian secara langsung. Pasti akan “bisu” dan “gagap” selama kajian. Tidak sepenuhnya salah kan orang yang tidak sumbang saran kalau ikut kajian. Kalau saya membayangkan, jika semua orang harus turun tangan di lapangan, akan terjadi kekacauan. Kalau semua orang yang menyumbangkan pendapat lewat socmed dicap buruk, lalu siapa yang mengedukasi orang yang aktif di socmed?

Utuh dan Santun

Dewasa ini, gaya orang yang sumbang pendapat di socmed sangat beragam. Mereka menyatakan setuju dan tidak setuju dengan berbagai cara. Ada yang menyatakan kesetujuannya hanya dengan cara like, atau menulis singkat “gw setuju ama pendapat lu” dan ada yang menuliskannya secara lengkap alasanya. Dan untuk menyatakan ketidaksetujuannya pun beraneka ragam, dari tidak setuju tanpa alasan, memakai alasan yang santun sampai caci maki. Pelaku socmed seharusnya menyadari bahwa respon yang akan diterima akan sangat beragam. Jangan marah ketika respon yang diterima tidak sesuai dengan harapan. Pelaku socmed memang harus legowo, tetapi yang kadang bikin sebel adalah, responnya tidak utuh, tidak solutif, dan penuh caci maki.

Utuh, solutif, dan santun adalah hal yang dapat membedakan antara Jago Keyboard yang positif, dengan jago keyboard nyinyir. Pendapat seseorang bisa dipahami orang lain jika pendapat itu utuh. Utuh yang saya di sini adalah pemberi pendapat melihat masalah secara utuh, dapat menganalisa dengan baik, dan memberi solusi secara tepat. Banyak jago keyboard mengomentari masalah tanpa tahu masalah sebenarnya secara utuh. Ini yang agak bikin sebal. Jika tidak melihat masalah secara utuh, bisa dipastikan analisanya kacau, dan solusinya serampangan. Ada juga kasus, pemberi komentar tidak menyertakan solusinya. Orang seperti menggunakan prinsip ilmu “pokoknya”. Pokoknya ga setuju, pokoknya cari cara lain, pokoknya bukan dia, dan rasanya ini yang mendominasi di jagad dunia maya.

Pendapat yang baik akan dipahami secara salah jika penyampaiannya salah. Menyampaikan pendapat itu harus tepat, baik cara, waktu dan tata bahasa. Cara yang tepat adalah menggunakan bahasa yang santun, dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan pembacanya. Memperhatikan waktu juga menjadi hal yang penting. Menginadari caci maki adalah hal yang paling tepat menurut saya. Sayangnya, menurut saya, sekarang ini terjadi pengaburan makna caci maki. Berbahasa yang tajam dan keras itu berbeda dengan caci maki. Jadi baik penulis dan pembaca harus membedakannya. Banyak kolumnis menggunakan bahasa yang tajam, tetapi aneh kalau bahasa seperti itu dikatakan caci maki.

Melalui Keyboard Menebar Manfaat

Seluruh aktivitas seorang aktivis kampus saya rasa selalu bermuara kepada mencari ridho Allah dan memberi manfaat seluas-luasnya. Menebar manfaat itu bisa melalui apa saja. Sumbang saran, baik lisan maupun tulis, sumbang dana, sumbang tenaga dan sebagainya. Termasuk seorang Jago Keyboard yang menambakan melalui tulisan, dia bisa memberi manfaat kepada lingkungan. Itulah yang membedakan Jago Keyboard nyinyir dengan Jago Keyboard keren. Memberi manfaat adalah tujuannya, bukan sekadar komen nyinyir. Seorang jago Keyboard juga harus belajar agar manfaatnya tepat sasaran. Jika seseorang yakin komentar dan sarannya memberi manfaat, maka menulislah, tapi jika tidak maka diamlah. Semoga seluruh Jago Keyboard tetap belajar dan menebar manfaat. Jadi, Jago Keyboard tidak selalu negatif kan?

Salam Optimis untuk Indonesia

@Hardian_cahya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun