Mohon tunggu...
Supriadi Purba
Supriadi Purba Mohon Tunggu... lainnya -

Kemenangan besar diawali dengan kemenangan-kemenangan kecil

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menuju Putaran ke-II Pilkada Jakarta Kemenangan Jokowi Kemenangan Demokrasi Sesungguhnya

16 September 2012   10:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:23 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Supriadi Purba

“Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat”, bukan “dari rakyat, oleh rakyat untuk partai politik. Begitulah kira-kira fenomena yang ada dengan apa yang terjadi di pilkada DKI Jakarta. Jokowi Ahok sejatinya didukung oleh rakyat Jakarta dan tanpa banyak kata, Jokowi mendengungkan harapan terhadap masyarakat Ibu Kota. Sementara kekuatan Partai Politik yang menggalang kekuatan untuk Foke dan Nara adalah bentuk dominasi yang tidak sehat. Sejatinya Partai Politik pendukung Foke merupakan aktor-aktor pendukung status quo, bukan perubahan. Hal ini tentu dilihat oleh masyarakat Jakarta, sehingga jangan heran jikalau kedepan masyarakat akan meninggalkan partai politik yang sedang mencobva untuk mengalahkan kekuatan masyarakat Jakarta.

Menuju pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, suhu politik Ibu Kota semakin panas apalagi masa kampanye sudah berlangsung. Saling serang antar calon Gubernur terjadi, khususnya serangan calon Gubernur petaha yang menganggap lebih layak memimpin Jakarta. Hal lain yang menjadi perhatian serius adalah kaitan dengan sosok fenomenal Jokowi yang sudah menggariskan tinta emas masa depan Jakarta dengan berhasil menggeser kekuatan dominasi Foke yang didukung oleh partai politik besar.

Demokrasi diuji dengan pertarungan kekuatan rakyat dengan kekuatan partai politik. Ujian ini akan menghasilkan sistem politik yang semakin baik jikalau pilihan rakyatlah yang menang, bukan pilihan partai politik. Karena sejatinya kekuatan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat adalah sebuah kekuatan yang harus tetap dikedepankan dalam sebuah negara demokrasi. Apalagi Indonesia mengaku sebagai salah satu negara yang paling berhasil dalam membangun demokrasi di tengah-tengah pergolakan dunia.

Pilkada Jakarta akan menjadi ukuran bagi pilkada-pilkada bagi daerah lainnya di Indonesia. Untuk itu perhatian seluruh masyarakat Indonesia sekarang ini tertuju pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta, khususnya kepada sosok Jokowi yang sedang digemari oleh lintas masyarakat. Oleh karena itu bagi calon-calon pemimpin daerah yang bakal bertarung memperebutkan kursi hangat kekuasaan sudah bisa belajar kepada Jokowi, bagaimana caranya untuk dicintai dan digemari masyarakat. Resep apa yang digunakan, sehingga jangan main-main untuk mau memimpin sebuah daerah seperti di Sumatera Utara dimana banyak bakal calon pemimpin yang baru bermimpi sudah mau menampilkan diri lewat poster yang besarnya melebihi logika. Karena ternyata Jokowi tidak menjual diri lewat spanduk dan baliho besar melainkan dengan kesederhanaan dan kerendah hatian yang bermakna bagi semau orang.

Selain dengan kemenangan Jokowi nantinya akan mengubah siklus pemilih di Indonesia, juga dengan kaitan dengan kekuatan partai politik ternyata tidak melebihi kekuatan figur calon yang bersangkutan. Sehingga kedepan akan terbentuk karakter-karakter calon pemimpin di seluruh tanah air yang sederhan tanpa harus menonjolkan diri, tanpa harus membentuk pola pikiran pemilih melainkan terbentuk dengan sendirinya. Demokrasi seperti inilah yang dinanti-nantikan seluruh masyarakat Indonesia, seorang calon bukan hanya dilihat dari satu soisi melainkan dari beragam sisi yang ada.

Hal lain yang menjadi perhatian dari pilkada Jakarta ini adalah bahwa calon petaha akan menggunakan segala cara untuk merebut simpati masyarakat. Bahkan dalam sebuah pemberitaan di media massa calon petaha sempat mengutarakan sebuah bahasa yang sangat diskriminatif terhadap salah satu kelompok masyarakat di Ibu Kota. Sebuah contoh yang sangat tidak baik, tidak mengedepankan akal sehat, melainkan lebih mengutamakan logika yang tidak sehat. Hal ini harus dihindari dalam sebuah pesta demokrasi, karena akan menyisakan duka apalagi sampai berupa ancaman. Bahkan kasus ini sudah sampai di Komnas HAM, berarti ini tentu tidak main-main, melainkan calon petaha serius untuk mengungkapkan kata-katanya.

Semantara Jokowi dengan kekuatan masyarakat yang mendukungnya selalu santai dan percaya diri. Dengan sikap sederhana dan sopan, kampanye Jokowi di Jakarta ternyata disenangi oleh semua kelompok atau golongan masyarakat. Bahkan beberapa hari terakhir ini Jokowi melakukan kampanye politik terhadap masyarakat Sumatera Utara dari beberapa kelompok, seperti masyarakat Nias, Batak, Karo, Simalungun dan lainnya. Respon masyarakat ternyata sangat luar biasa, sampai memberikan ulos, uis nipes yang merupakan kehormatan tersendiri dari masyarakat untuk setiap yang menerimannya.

Pelajaran Penting untuk Sumatera Utara

Sepakat atau tidak, untuk mau dicintai masyarakat sekarang ini semua calon pemimpin Sumatera Utara yang sudah menunjukkan dirinya harus memfokuskan diri ke Jakarta. Belajar sana dengan calon Gubernur DKI Jakarta, Jokowi. Agar ke depan jangan lebay seperti beberapa calon Gubernur Sumatera Utara sebelumnya yang tidak memiliki karakter kepemimpinan. Belajar ke Jokowi kaitan dengan kesederhanaan, sehingga sepulang dari Jakarta sudah bisa diturunkan setiap baliho-baliho yang mengganggu keindahan Kota Medan dan daerah Sumatera Utara lainya. Karena sekali lagi Jokowi tidak mengandalkan formasi yang dilakukan oleh calon-calon pemimpin di Sumatera Utara yang lebih mengedepankan materi dibanding Jokowi yang mengedepankan karakter masyarakat sederhana dan merupakan cirri-ciri masyarakat Indonesia.

Dinamika pemilihan kepala daerah di Jakarta juga merupakan sebuah bentuk apresiasi terhadap masyarakat Jakarta yang sudah dewasa dalam hal menentukan pilihannya. Walaupun belum ada akhir dari pada sebuah pertandingan, tetapi sudah bisa disimpulkan bahwa masyarakat Jakarta sudah dewasa dalam memilih. Tidak mengedepankan unsur-unsur SARA, yang sangat menggangu proses demokrasi dimanapun. Sementara di Sumatera Utara sepertinya permainan SARA itu sudah mulai, terlihat dari geliat para calon yang ada. Kalau masih demikian dinamikanya, jangan harap Sumatera Utara akan maju dan mendapat posisi terhormat di negeri ini.

Pertarungan yang harus dinaikkan ke depan adalah pertarungan gagasan, ide dan rancangan untuk membangun Sumatera Utara. Jokowi-Ahok membuktikan itu dengan keberhasilannya di daerah, sudah cukup nyata bukan?. Sementara di Sumatera Utara semua merasa dirinya layak memipin sehingga kalau kemudian ditanya soal prestasi dan ide serta gagasan untuk masa depan Sumatera Utara, sepertinya masih kosong. Selanjutnya jikalau sudah melihat ke Jakarta maka calon-calon pemimpin Sumatera Utara yang sudah menunjukkan dirinya satu per satu akan hilang, karena ternyata tidak layak memipin Sumatera Utara dan terakhir hanya meninggalakn 2 atau 3 calon yang akan bertarung di Pilkadasu 2013 nantinya. Siapa paling layak dari mereka ini, yang terpenting cari sosok pemimpin seperti jokowi paling tidak mendekati Jokowi. Kalau tidak ada, golput juga tidak apa-apa!

Penulis adalah Masyarakat Kota Medan dan sedang bekerja di Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun