Mohon tunggu...
Riana Kanthi Hapsari
Riana Kanthi Hapsari Mohon Tunggu... Administrasi - Food Tech Alumni :)

Food Tech Alumni :) https://hapsaririana.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Apa yang Salah dengan Sistem Sanitasi di Indonesia? (Menanggapi Kasus Wabah Hepatitis A di Kampus IPB)

14 Desember 2015   16:39 Diperbarui: 15 Desember 2015   03:08 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Direktur Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Sugeng Santoso (kanan). TribunNews Bogor | Admin"][/caption]Bisa dikatakan bahwa baru-baru ini penyakit hepatitis yang menyerang organ hati, mewabah di daerah Bogor. Dalam hal ini, sebagai salah seorang yang pernah tinggal di Bogor beberapa tahun dan memiliki pengalaman tinggal tidak jauh dengan lokasi kejadian (dimana sekitar 28 orang mesti dilarikan ke rumah sakit karena terjangkit virus hepatitis), saya ingin sedikit bercerita dan berbagi pengetahuan (dan mungkin sedikit curhat).

Sebetulnya ketika mendengar berita mengenai wabah hepatitis di sekitaran kampus IPB, saya tidak heran atau syok atau bagaimana, karena jujur kejadian hepatitis ini hampir setiap tahun terjadi di IPB, bahkan dialami teman-teman saya sendiri. Alhamdulillah, saya pribadi belum pernah terkena virus ini.

Di satu sisi saya sedikit bersyukur karena dengan berita yang cukup heboh (skala nasional), saya harap akan ada banyak pihak (terutama pihak kampus) yang menaruh perhatian, dan saya harap punya solusi yang bersifat kontinu untuk menanggulangi hal ini. Di sisi lain, saya agak kecewa karena beberapa media, terutama media online, terlalu heboh dalam menyampaikan berita, bahkan bisa dibilang membuat berita tanpa dasar yang jelas, merilis berita sebelum pihak terkait (kampus, dokter, kementrian kesehatan) memberi official statement, sehingga banyak berita yang hanya berdasarkan opini wartawan dengan bermodalkan observasi sekilas, wawancara 2-3 menit dengan beberapa mahasiswa yang kebetulan sedang lewat, dan jadilah berita yang mohon maaf, kalau menurut saya agak di-dramatisir.

Dapat saya nyatakan disini kantin di dalam kampus IPB dalam tiga tahun kebelakang sudah mencukupi syarat sanitasi, belum bisa dibilang 100 persen oke namun selalu diawasi pihak kampus, dan ada pelatihan sanitasi (walaupun tidak sering). Lain halnya dengan kantin/warung/restoran yang ada di sekitaran kampus (namun di luar “pagar” IPB), sehingga pihak kampus, saya pikir, sulit melakukan pengawasan.

Menurut laporan WHO, menyebarnya virus hepatitis disebabkan oleh buruknya sanitasi, dan tidak tersedianya air bersih (WHO, 2015). Virus hepatitis mengikuti pola penyebaran yang disebut sebagai faecal-oral, yakni menyebar dari satu orang ke orang lain melalui makanan (atau material lain yang masuk ke badan melalui mulut), dimana material tersebut telah terkontaminasi oleh feses (kotoran) dari orang yang telah terinfeksi virus hepatitis A (Immunize.org, 2015). Hal ini tentu dimungkinkan jika,

1. Makanan disiapkan oleh seseorang yang positif hepatitis A, dimana orang tersebut tidak mencuci tangan setelah dari toilet/BAB sehingga kemungkinan virus yang ada pada feses menempel pada tangan dan berpindah ke makanan yang disajikan

2. Saluran air dan sanitasi yang bercampur. Misalnya mencuci piring dan peralatan makan di toilet atau sirkulasi air yang memungkinkan air yang terpapar feses juga bersikulasi atau digunakan untuk mencuci peralatan makan atau bahkan bahan makanan itu sendiri.

3. Konsumsi air yang tidak matang

Dan masih banyak kemungkinan tipe penyebaran lainnya seperti dari hubungan sex atau donor darah, namun pola faecal oral adalah yang paling sering terjadi, terutama di derah-daerah yang, mohon maaf, kumuh dan tidak memiliki sistem sanitasi yang baik.

Sebenarnya kasusnya simple. Seingat saya, sebagai mahasiswa, perkara makanan adalah hal kesekian yang mesti serius diperhatikan, dibandingkan dengan jadwal perkuliahan, tugas, praktikum, organisasi, dll. Makanan hanyalah sebagai syarat untuk menjalani kegiatan-kegiatan lainnya. Kebanyakan akan membeli makanan matang di warung/warteg, atau kantin, atau restoran. Jarang yang memasak makanan sendiri.

Dan, perkara apakah makanan yang dibeli itu aman, sehat, atau tidak bukan menjadi tanggung jawab pembeli, melainkan penjual. Dan, memang seharusnya begitu. Jika di restoran-restoran besar/franchise, mungkin lazim dan openly menerima kritikan langsung dari customer jika makanan yang mereka jual bermasalah (bahkan di luar negeri, restoran yang ketahuan menjual makanan yang berbahaya/tidak bersih dapat dibawa ke pengadilan), lain halnya untuk restoran kecil/kantin/warung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun