Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

It Took a Village

28 Agustus 2017   07:42 Diperbarui: 28 Agustus 2017   12:11 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

It took a vilage. Pernyataan tersebut diutarakan mantan menlu AS Hillary Rodham Clinton dalam salah-satu bukunya. Menurutnya, untuk mendidik seorang anak tidak hanya tanggung---jawab orang tua saja, tapi meliputi seluruh kampung atau desa. Hal ini diambil dari tradisi orang-orang Afrika di masa lampau.

Seorang anak seyogyanya tidak hanya dididik di lingkungan keluarganya tetapi di lingkungan sosialnya.  Di masa lalu,  semua orang peduli dengan kondisi kampungnya. Mereka menganggap anak-anak orang lain entah itu tetangga, saudara, ataau teman sekampung sebagai anak-anak mereka juga. Apalagi adat-istiadat yang sama menjadikan adanya ikatan di antara mereka. Ikatan budaya ini tidak bisa diremehkan begitu saja. Ikatan budaya lebih kuat dari ikatan politik.

Manusia mempunyai sisi primordialitasnya. Primordialisme berasal dari kata "primordium" yang berarti sesuatu yang melekat pada diri seseorang dari kecil, baik itu berupa agama, budaya, afiliasi, keluarga, kampung halaman, bangsa, almamater maupun suku bangsa. Primordialitas ini mendorong seseorang untuk dekat dengan mereka yang berasal dari satu akar yang sama. Hal ini tampak merupakan sesuatu yang sudah given dari Tuhan. Di dalam kitab suci pun Tuhan mengakui keragaman aspek pada diri manusia.

Di masyarakat non-Barat, pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah atau di rumah, tetapi juga di masyarakat. Masyarakat mendidik generasi muda untuk beretika dan bertindak. Ada semacam norma sosial yang mendasari perilaku generasi tua kepada yang lebih muda. Begitu juga generasi muda kepada yang lebih senior. Hal ini dimungkinkan karena di masa lalu, masyarakat belum seindividualistis sekarang. Setiap warga masyarakat merasa berkewajiban mendidik generasi muda.

Tradisi ini masih ada pada masyarakat-masyarakat lain di dunia. Baik di Afrika maupun di Asia. Pada hakikatnya, masyarakat mewariskan tradisi dan nilainya kepada generasi yang lebih muda. Masyarakat bagaikan keluarga. Sedangkan di masyarakat Barat yang kohesivitasnya sangat lemah hal itu tidak pernah terjadi. Setiap orang hanya peduli pada masalahnya sendiri. Masyarakat mengalami atomisasi. Seorang individu walaupua ia tinggal dan bergaul dengan orang-orang banyak merasa dirinya sendiri dan terasing. Masyarakat Barat mengalami alienasi (keterasingan) dari masyarakatnya. Tidak ada tanggung-jawab sosial seorang individu kepada masyarakatnya, apalagi generasi muda.

Masyarakat Barat menjunjung tinggi hak-hak individu, namun tidak diiringi dengan kewajiban individu kepada masyarakatnya. Atas nama HAM, seorang individu dijamin kebebasannya dalam melakukan sesuatu asalkan tidak mengganggu orang lain. Sedangkan nilai-nilai yang luhur dan moralitas menjadi sesuatu yang asing. Moralitas masyarakat ditentukan oleh rasio, bukan dari agama atau budaya.

Mereka hanya diwajibkan membayar pajak kepada negara dan sebagai balasannya mereka mendapat jaminan keamanan dari negara. Manusia dinilai dari produktivitasnya sebagai makhluk ekonomi (homo economicus). Manusia dalam filsafat Barat dianggap sebagai makhluk yang selfish yang selalu mengutamakan kepentingannya sendiri.

Nilai-nilai kekeluargaan mengalami degradasi. Generasi muda Barat banyak yang tidak menikah. Mereka lebih suka hidup bersama dengan pasangannya masing-masing tanpa ikatan pernikahan. Keluarga dalam pandangan mereka hanya menyusahkan saja apalagi kalau sudah punya anak. Mengurus anak menyebabkan kebebasan mereka terhalangi.

Barat mengalami krisis demografi yang parah di mana jumlah lanjut usia lebih besar daripada manusia produktif. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena secara ekonomi produktivitas masyarakat Barat semakin berkurang.

Pandangan masyarakat Barat mengenai seks telah mengalami pergeseran dalam beberapa dekade. Seks tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang suci dan sakral. Seks direduksi hanya sebagai hubungan biologis saja. Seks tidak harus dilakukan atas nama Tuhan dalam institusi pernikahan melainkan boleh dilakukan siapa saja asalkan suka sama suka dan tidak mengganggu orang lain. Tak heran, kekerasan seksual meningkat dalam masyarakat Barat.

Masyarakat Barat telah meninggalkan agama. Mereka lebih mengedepankan syahwat dibandingkan nilai-nilai moral agama. Agama dianggap sebagai sesuatu yang kuno, penuh mitos dan bertentangan dengan sains. Agama kian terpinggirkan dalam kehidupan publik masyarakat Barat. Agama adalah urusan pribadi seorang manusia dengan Tuhan dan tidak berkaitan sama sekali dengan urusan kemasyarakatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun