Mohon tunggu...
Dihandayani
Dihandayani Mohon Tunggu... Wanderer. Lecturer by Job -

I read. I write. I think. I learn. Saya juga ngeblog di http://dihandayani.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Peran Perbankan Syariah Mempromosikan Stabilitas Sistem Keuangan

15 November 2014   05:02 Diperbarui: 8 Maret 2016   17:30 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1415976982487776235

Orang tua saya termasuk beruntung. Ketika krisis keuangan melanda Indonesia pada tahun 1998, mereka tidak terpengaruh karena seluruh simpanan berada di Bank Muamalat, satu-satunya bank syariah di Indonesia saat itu. Di masa itu banyak bank ditutup karena salah urus. Bank Muamalat termasuk dalam sedikit bank yang tetap berdiri dan beroperasi hingga kini. 

Di tengah krisis, Bank Muamalat berhasil bertahan karena prinsipnya yang tidak menggunakan sistem bunga (riba), tidak menjalankan bisnis yang penuh spekulasi (maysir) dan ketidakpastian (gharar). Etika bisnis menjadi masalah. Penyaluran kredit dari konglomerat besar kepada grup usahanya sendiri dilakukan tanpa penilaian kelayakan usaha. Sistem riba juga telah menciptakan gelembung ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan semu. Pertumbuhan yang tidak berwujud dalam sektor riil.

Satu dekade berselang, krisis keuangan kembali terjadi. Kali ini melanda pusat keuangan dunia, Amerika Serikat. Rezim suku bunga rendah telah memberikan akses pada masyarakat untuk mengambil kredit perumahan. Penyaluran kredit perumahan dilakukan secara masif, termasuk kepada masyarakat yang sebenarnya kurang layak menerima kredit. Beberapa pihak melihat peluang ini dan melakukan sekuritisasi bertingkat atas kredit perumahan yang kualitasnya meragukan tersebut. Ketika akhirnya debitur gagal membayar tagihannya, dalam sekejap menyeret institusi keuangan pemilik subprime mortgage tersebut dalam jurang keruntuhan. Berikutnya sudah kita saksikan sendiri, beberapa institusi keuangan kelas kakap di Amerika Serikat bangkrut. Likuiditas di pasar kering, hingga membawa The Fed menggelontorkan stimulus yang dikenal dengan quantitative easing. 

Setelah krisis tersebut dunia internasional makin serius melirik sistem keuangan syariah. Perbankan syariah yang beroperasi sesuai etika dan prinsip Islam berhasil memberikan keyakinan pada nasabah. Larangan untuk melakukan transaksi yang sarat dengan spekulasi dan ketidakpastian menjawab kekhawatiran nasabah yang trauma dengan krisis subprime mortgage yang tidak jelas underlying, transaksi, maupun para pihak yang terlibat. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Muliaman D. Hadad dalam satu kesempatan mengatakan bahwa prinsip-prinsip yang diterapkan dalam sistem keuangan Islam memiliki potensi besar untuk mempromosikan stabilitas sistem keuangan.  

No Maysir, No Gharar.

Prinsip keuangan Islam melarang spekulasi dan ketidakpastian. Salah satu faktor penyebab krisis subprime mortgage karena spekulasi terhadap kredit perumahan yang disalurkan kepada masyarakat yang sebenarnya kurang layak menerima kredit. Utang hipotek yang rentan tingkat pengembaliannya dijadikan underlying sekuritas. 

Prinsip Islam juga mengutamakan etika dalam berusaha. Dalam krisis yang terjadi, ada pula faktor predatory lending, dimana pihak lender tidak secara jelas menjelaskan segala risiko kepada calon borrower terkait subprime mortgage. Krisis subprime mortgage terjadi ketika tingkat suku bunga di Amerika sedang rendah. Masyarakat awam diiming-imingi impian untuk memiliki rumah sendiri sehingga tergoda untuk mengambil kredit perumahan. Namun ternyata setelah beberapa tahun kemudian, besar cicilan meningkat secara signifikan. Saat itulah borrower tidak mampu membayar cicilan yang menyebabkan mereka default atau gagal bayar. Faktor ketidakpastian sangat besar dalam transaksi ini.     

No Riba. 

Riba yang berarti tambahan merupakan hal yang dilarang dalam Islam. Tambahan biasa dikenakan pada transaksi pinjam meminjam dimana lender menetapkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi daripada pokok pinjaman. Prinsip Islam menekankan prinsip qardhul hasan atau sosial dalam kegiatan pinjam meminjam. Tidak boleh ada unsur mengambil keuntungan di sana. Sedangkan untuk kegiatan bisnis, banyak akad yang dapat digunakan. 

Walaupun Islam mengharamkan riba, namun memperbolehkan jual beli sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 275. Pembelian rumah dapat dilakukan dengan akad murabahah atau jual beli dimana penjual dapat menetapkan margin di atas harga pokok. Margin bersifat tetap dan tidak boleh berubah selama masa cicilan. Dengan demikian, nasabah tidak terekspos fluktuasi tingkat bunga yang tidak menentu.     

Promote Profit and Loss Sharing.

Banyak akad yang dapat digunakan dalam transaksi bisnis syariah. Selain jual beli, prinsip syariah mengutamakan kegiatan kerja sama usaha dalam bisnis. Akad mudharabah maupun musyarakah dimana pemilik modal dan pemiliki keahlian berbagi risiko, merupakan solusi yang dapat memicu seluruh sendi perekonomian berjalan sesuai fungsinya. 

Dengan pemilik modal ikut menanggung risiko usaha, maka mereka akan makin berhati-hati menanamkan modalnya dengan memilih proposal yang benar-benar kredibel. Di sisi lain, pihak yang membutuhkan modal juga tidak akan membuat proposal yang asal-asalan dan tidak masuk akal. Hal ini justru akan mendorong terciptanya entrepreneurship skill. 

Kerja sama usaha dengan profit and loss sharing akan mendorong terjadinya keseimbangan antara sektor moneter dan sektor riil. Pada akhirnya, hal tersebut akan menciptakan pertumbuhan serta pemerataan ekonomi yang nyata. Sesuatu yang selama ini dianggap semu melalui praktek keuangan konvensional. 

Underlying Asset.

Prinsip syariah melarang transaksi money for money dan mengharuskan ada riil aset yang mendasari suatu transaksi. Sekuritisasi bertingkat yang dilakukan terhadap subprime mortgage telah mengaburkan riil aset maupun riil transaksi yang mendasari sekuritisasi tersebut. 

Transaksi yang tidak jelas dilarang dalam prinsip Islam. Bank syariah memiliki peran besar yang dapat menyeimbangkan antara sektor moneter dengan sektor riil. Dengan transaksi yang jelas akad maupun obyeknya, akan menghapus keraguan dan spekulasi yang dilarang dalam prinsip syariah.  

Prinsip Islam sudah demikian tegasnya dan kita sudah disajikan contoh nyata berupa krisis keuangan yang akar penyebabnya tidak lain keserakahan manusia. Keserakahan yang diakomodir pula dalam sistem keuangan yang berlaku saat ini. Perbankan syariah dihadapkan pada tantangan untuk terus bertumbuh tanpa mengabaikan prinsip-prinsip yang sudah digariskan oleh AlQuran dan Hadist. Dengan berpegang pada prinsip itulah, sejarah sudah membuktikan, bahwa sistem keuangan Islam memiliki potensi besar untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. 

Referensi: 

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/555601-ekonomi-syariah-solusi-krisis-ekonomi-dunia

http://www.sailanmuslim.com/news/subprime-mortgage-crisis-and-islamic-finance-by-mkv-nair-researcher-monash-university-malaysia/

http://www.economonitor.com/blog/2008/10/the-financial-sector-crisis-and-islamic-banking/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun