Mohon tunggu...
haerul said
haerul said Mohon Tunggu... Guru - Membaca dan menulis sudah menjadi candu.

Menulis melengkapi bacaan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah LGBT Penyakit atau Hak Asasi Manusia?

6 April 2019   23:44 Diperbarui: 7 April 2019   00:19 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Secara umum, semua ciptaan ini hanya ada dua yaitu Laki dan perempuan. Ini jelas kajiannya. berpasang-pasangan. Langit dan bumi, siang dan malam, jantan dan betina.
Misalnya ada dua orang gay, mereka tidak mungkin membayangkan sedang "adu pedang", pasti salah satunya ada yang berperan sebagai laki-laki dan satunya lagi sebagai perempuan. 
Jadi tetap menganut berpasang-pasangan, namun sayangnya, pasangan jenis ini tidak murni atau "tidak dari sono-nya", dari sejak penciptaan. Namun salah satunya dengan keadaan psikologis memaksa jadi laki atau perempuan. Sehingga, bisa dibilang jiwa setiap penganut LGBT mengalami "perang batin" mungkin.
Lalu, bagaimana seharusnya? tetap memberikan mereka kebebasan dengan caranya itu? yang tentu saja akan ada efek yang ditimbulkan. 
Dan ternyata, keadaan LGBT ini pun bisa menjalar, dari satu orang di suatu lingkungan kemudian bisa mempengaruhi yang lain, entah karena keadaan jiwa yang lemah atau ingin berontak tapi ternyata tak mampu.
Merasa bebas menyuarakan hak-hak asasi manusia. namun ada pertanyaan mendasar, jika manusia minggat dari fitrah keadaan penciptaannya, apakah itu dibilang hak? atau itu hanya akal-akalan saja untuk mencari kepuasaan jiwa yang tak pernah akan puas, haus dan terus haus. 

Dan mari kita pikirkan secara cermat. Jika semua orang berpikiran LGBT atau yang perempuan hanya menyukai yang permpuan dan sebaliknya, lantas ada yang labil, minggu ini  suka sesama jenis, minggu depan baru lawan jenis. Apakah dengan keadaan ini sangat potensial menimbulkan virus HIV? dan otomatis bisa menghentikan habitat manusia.

Bolehkan kalau pasangan Gay mengadopsi anak, dan anak itu mereka didik, apakah anak ini tidak juga akan berpikiran LGBT? lalu bagaimana bisa berketurunan? sampai kapan adopsi ini terus berlanjut? 
Jadi sangat mungkin, LGBT menyetop berkembangnya manusia, atau bahkan sistem kemanusiaan yang berlindung atas nama hak-hak kemanusiaan. 
Lantas solusinya bagaimana? apakah bersikap keras seperti Sultan Brunei?
Apakah dengan dunia yang sudah canggih ini, sangat bisa mengatasi problem-problem fisik dan kejiwaan?, misalnya, yang jiwanya cenderung menjadi perempuan namun tubuhnya laki-laki, apakah sangat mungkin dilakukan operasi yang melibatkan banyak aspek.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun