Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Firman Abdul Kholik dan Makna "Jatuh Bangun" bagi Generasi Unggul

19 Agustus 2019   08:27 Diperbarui: 19 Agustus 2019   15:18 1686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Firman Abdul Kholik, mampu bangkit setelah sempat terjatuh. Dia jadi juara di Akita Masters sebagai kado HUT RI ke-74/Foto: PBSI

Bagaimana rasanya menjadi karyawan yang mengalami penurunan status dari awalnya dibanggakan di perusahaan, lantas berubah menjadi "di ujung tanduk", alias terancam dikeluarkan?

Tentu ada yang salah dengan performa karyawan tersebut. Sebab, perusahaan pastinya tidak sembarangan dalam menurunkan status karyawannya. Ukurannya jelas. Siapa yang dianggap berprestasi akan naik jabatan atau minimal aman di posisinya sekarang.

Sementara mereka yang pencapaian kerjanya tidak sesuai harapan, harus bersiap menerima hukuman dari yang ringan hingga yang paling berat. Syukur-syukur bila masih diperbolehkan bekerja di tempat itu.

Analogi kisah karyawan di perusahaan yang awalnya dianggap potensial lantas tak lagi terlalu diharapkan itulah yang agaknya juga dirasakan pebulutangkis muda Indonesia, Firman Abdul Kholik dalam ikhtiarnya menjadi penghuni Pelatnas Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI).

Dalam 3 tahun terakhir, anak muda berusia 22 tahun kelahiran Banjar, Jawa Barat ini merasakan kariernya naik turun bak wahana roaller-coaster. Di tahun 2017 dan 2018, Firman dianggap sebagai pemain tunggal putra yang punya prospek lumayan bagus.

Bersama Ihsan Maulana Mustofa, pemain dengan tinggi badan 173 cm ini diharapkan bisa menjadi pelapis bagi Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting.

Adalah prestasinya ketika menjadi juara di Bahrain Internatioal 2014 dan Vietnam International 2015 serta runner-up Indonesian Masters 2014 yang membuat PBSI menaruh harapan besar kepadanya. PBSI lantas memberinya status "Pemain Utama" di Pelatnas Cipayung.

Tak berprestasi, Firman diturunkan statunya dari pemain utama jadi pemain magang
Hanya saja, dua tahun berstatus pemain utama Pelatnas, Firman justru tidak mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Padahal, parameter utama untuk mengukur keberhasilan atlet di Pelatnas ya dengan berprestasi. 

Bila tidak, akan mudah mengatakan bahwa pemain bersangkutan gagal dan bisa dikeluarkan dari Pelatnas. Singkat kata, masa dua tahun itu menjadi periode sulit bagi Firman.

Memang, sebagai pemain nasional, dia ikut menjadi bagian sukses tim bulutangkis Indonesia saat meraih medali emas SEA Games 2015 dan 2017. Dia juga menjadi bagian penting saat Indonesia menjadi juara di Kejuaraan Asia 2018 di Malaysia. Dia menjadi penentu kemenangan Indonesia, 3-2 atas Korea di semifinal.

Namun, di level perseorangan, Firman tidak mampu meraih apa-apa. Selama dua tahun, tidak satupun gelar yang bisa dipersembahkannya. Jangankan di level BWF World Tour, penampilannya di turnamen level International Challenge jga mengecewakan. Pencapaian minimalis itu membuat PBSI menjatuhkan "hukuman" kepadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun