Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Surat dari Sydney untuk Bulutangkis Indonesia (PBSI)

11 Juni 2019   09:46 Diperbarui: 11 Juni 2019   09:49 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jonatan Christie dan Anthony Ginting, tampil oke di Australia Open 2019/Foto: Pos Kupang

Turnamen bulutangkis Australia Open 2019 yang digelar di Quaycentre di Sydney, berakhir Minggu (9/6/2019). Turnamen berakhir, saatnya melakukan perenungan. Evaluasi. Dan namanya evaluasi, tentunya ada kabar bagus yang membanggakan dan ada kabar kurang bagus yang menjadi pekerjaan rumah untuk segera dicarikan solusinya.

Kita tahu, di Australia Open 2019 yang merupakan turnamen BWF Super 300, Indonesia akhirnya berhasil membawa satu pulang gelar di sektor tunggal putra, plus runner-up di sektor ganda campuran.

Dengan menurunkan 24 pemain/pasangan utama yang tampil di lima sektor (tunggal putra/putri, ganda putra/putri dan ganda campuran) di turnamen level Super 300 yang tidak semuanya pemain top dunia tampil, sebagian orang mungkin menganggap satu gelar saja itu kurang. Sebagian orang lainnya mungkin  menyebut bahwa pebulutangkis-pebulutangkis Indonesia gagal di Australia Open 2019.

Nah, bila dalam menulis surat untuk PBSI ini harus memilih mendahulukan kabar bagus atau kabar kurang bagus, saya lebih suka mendahulukan kabar bagus. Ya, mari kita mengawali tulisan ini dari tunggal putra sebagai sektor peraih gelar.

Jonatan dan Ginting mulai konsisten

Bagaimanapun, raihan satu gelar itu patut disyukuri. Apalagi, gelar juara di sektor tunggal putra yang diraih Jonatan Christie itu merupakan yang pertama dalam 10 tahun terakhir di Australia Open. Bahkan, Indonesia mendominasi final dengan memanggungkan All Indonesian Final ketika Jonatan bertemu Anthony Sinisuka Ginting.

Tentu saja, akan ada orang yang 'rewel' lantas berucap nyinyir. Dan memang ada warganet yang seperti itu. Mereka menyebut pantas saja tunggal putra Indonesia meraih gelar karena pemain-pemain tunggal putra top dunia seperti Kento Momota, Shi Yuqi, Viktor Axelsen ataupun Chen Long, tidak ikutan tampil di turnamen level Super 300.

Anggapan seperti itu terkadang membuat saya gagal paham. Lha wong, bisa juara saja masih dinyinyirin. Apalagi bila gagal di turnamen yang tidak diikuti beberapa pemain top dunia.
 
Terlepas dari itu, bukan hanya gelar, terpenting adalah mulai konsistennya penampilan tunggal putra Indonesia. Kita tahu, di turnamen terakhir di New Zealand Openpada 5 Mei lalu, Jonatan juga juara. Artinya, di dua turnamen BWF terakhir, dia selalu juara. Bukankah itu bekal bagus untuk tampil di turnamen berlevel lebih tinggi. Salah satunya di Indonesia Open 2019 yang akan digelar pertengahan Juli nanti?  

Bahkan, dalam forum badmintonlover Tiongkok yang diunggah badmintalk, Jonatan banyak mendapatkan pujian. Utamanya kemampuannya dalam membaca arah bola dan mengatur ritme permainan yang dipuji mengalami peningkatan dibanding sebelum-sebelumnya.  

Toh, tunggal putra yang tampil di Australia Open juga tidak jelek-jelek amat. Ada pemain Taiwan, Chou Tien-chen yang merupakan pemain rangking 4 dunia dan dikalahkan Jonatan di semifinal. juga ada pemain Jepang, Kenta Nishimoto yang masuk top 10 rangking dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun