Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mensyukuri Hari Raya Agama Lain dalam Dunia Usaha

18 Juni 2017   12:32 Diperbarui: 27 Juli 2017   20:44 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari raya identik dengan hari libur. Tanggal merah. Bisa ditambah dengan cuti bersama berdasarkan aturan pemerintah.

Dua-tiga hari menjelang hari raya suatu agama, biasanya, sebagian penganutnya, khususnya kalangan profesional, mulai tidak bisa sepenuhnya berfokus pada pekerjaan. Fokus mereka terpecah untuk persiapan hari raya. Menyiapkan keuangan, diri, keluarga, maupun rumah untuk menyambut tamu atau sanak keluarga.

Biasanya juga, suasana hari raya berlangsung selama tiga hari sampai satu minggu sejak tanggal merah. Kalau hari raya hanya bertanggal merah selama satu hari, bukan berarti hari kedua, ketiga sampai satu minggu tidak terasa suasananya. Maksudnya, anggaplah selama satu minggu–terhitung mulai dua hari sebelum hari raya–seorang pekerja bisa berfokus pada suasana hari raya.

Apakah ketika para pekerja sedang berfokus pada hari raya lantas merugikan perusahaan? Bisa “iya”, dan bisa juga “tidak”.

“Iya” cenderung terjadi pada perusahaan yang berisi para tenaga atau pekerja, dari pimpinan hingga pekerja paling bawah, yang menganut agama yang sama. Satu bulan sebelumnya sang pimpinan mulai memikirkan THR bagi para pekerja. Demikian pula para pekerja, yang bisa sesekali berkasak-kusuk soal THR bahkan rencana ini-itu.

Dan bisa juga “tidak” cenderung terjadi pada perusahaan yang berisi para tenaga atau pekerja, dari pimpinan hingga pekerja paling bawah, yang menganut agama yang berbeda. Bagi yang tidak akan berhari raya, bisa tetap fokus pada pekerjaan, apalagi kalau perusahaan bisa mengatur komposisi para pekerja berdasarkan agama masing-masing.

Sebagian orang berprinsip bahwa rezeki sudah ada yang mengatur karena merupakan hak preogatif Tuhan. Itu benar. Besar-kecil rezeki ada dalam kuasa Tuhan. Itu juga benar. Rezeki tidak perlu terlalu keras dikejar tetapi bagaimana mengelola waktu yang berkualitas. Itu bisa juga benar.

Yang tidak kalah benarnya adalah takdir hidup dalam keberagaman agama. Tindak lanjutnya adalah bagaimana mengelola keberagaman ini dalam dunia usaha. Ada personal yang fokus pada pekerjaan, dan ada personal yang mendapat keringanan untuk berbagi fokus menjelang hari raya agamanya.

Tidak sedikit perusahaan besar sudah memikirkan komposisi personalnya. Para tenaga atau pekerja, dari pimpinan hingga pekerja paling bawah, menganut agama yang berbeda. Sistem pekerjaan bisa berjalan sebagaimana mestinya. Tidak ada persoalan dengan pekerjaan, relasi dengan pemberi pekerjaan atau mitra. Perihal THR bukanlah persoalan krusial. Dan seterusnya hingga perusahaan besar semakin besar atau membuka cabang sana-sini.

Sekarang umat Islam sedang bersiap untuk merayakan Idul Fitri. Coba bayangkan apabila semua orang beragama sama, merayakan Idul Fitri di rumah masing-masing bersama keluarga. Bagaimana dengan usaha pelayanan publik pada waktu menjelang hingga selesai libur Idul Fitri? Bengkel kendaraan apa pun tutup. Toko apa pun tutup. Jasa transportasi apa pun libur. Petugas di jalan raya atau penjaga gerbang tol pun libur. Jasa informasi-telekomunikasi, atau hiburan (tempat hiburan umum) juga begitu. Intinya, sama sekali tidak ada yang membuka usaha atau bekerja pada waktu menjelang sampai selesai masa libur Idul Fitri.  

Ya, sepatutnya orang Indonesia bersyukur atas takdir melalui keberagaman agama ini. Masing-masing warga negara bisa mengolah dan mengelola hari besar sesuai dengan kapasitas dan tanggung jawab hidupnya masing-masing. Ada yang libur agar bisa leluasa berhari raya, dan ada yang tidak libur agar bisa melayani kebutuhan lainnya, apalagi sesuatu yang darurat-krusial. Masing-masing tetap berada dalam takdirnya.   

*******

Panggung Renung Balikpapan, 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun