Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tidak Mau Menggambar Lagi

5 Desember 2019   01:39 Diperbarui: 5 Desember 2019   02:13 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sambil mengendarai motor matik, saya sempatkan untuk mengingatkan diri saya sendiri bahwa sampai di rumah nanti saya akan menyelesaikan satu perintah Sarwan tadi siang. Membuat gambar rencana beserta perhitungan material dan anggarannya.

"Nanti malam kamu kirim. Besok pagi aku mau bertemu Pak Demun."

"Nanti malam". Sekarang saja sudah tergolong malam. Jam digital di speedometer tertera angka 8:45.

Ya, ya, ya. Baiklah. Saya kembali menghadap ke depan. Jalanan bertabur lampu yang bergerak sana-sini, baik dari arah depan maupun yang tertangkap di kaca spion kanan-kiri.  

Belum sepuluh menit saya meninggalkan lokasi proyek setelah ngobrol dengan Bu Lia dan Pak Odang di rumah kontrakan Bu Lia. Biasa-lah, sedikit membahas pekerjaan satu hari, dan berencana untuk pekerjaan besok hingga beberapa hari nanti.

Sebenarnya saya mau pulang dengan waktu normal, yaitu pkl. 17.00, apalagi tadi siang "perintah" Sarwan sangat jelas. Paling tidak, kalau bisa di rumah sebelum malam, ada waktu untuk mandi, makan, menelepon istri, dan membaca apa saja sebelum saya menunaikan tugas tambahan.

Akan tetapi, Bu Lia dan Pak Odang mengajak saya berdiskusi sebentar. Ndilalah-nya, kami bertiga belum bisa ngobrol panjang-lebar-tinggi, dua-tiga orang datang ke kontrakan Bu Lia untuk urusan ini-itu.  Alhasil, obrolan belum sampai pada tahap diskusi, saya terpaksa harus segera pulang.

Mau-tidak mau. Enak-tidak enak. Segera pulang adalah keharusan yang mendesak, karena saya hanya-lah seorang bawahan.

Sementara waktu selalu tidak peduli. Melaju tanpa siapa bisa menghentikan dan menundanya. Tidak seperti situasi dalam perjalanan, kemacetan adalah hal biasa, sehingga waktu bisa terbuang sia-sia di jalan.

Kenyataan nya sedang saya alami sekarang. Di daerah perantauan yang sering kali padat-merayap ini jarak dihitung dengan waktu. Meski jarak tempuh hanya 22 km, waktu tempuh bisa lebih dari satu jam. Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor situasi dalam perjalanan.

Biasanya, kalau tidak macet, waktu perjalanan sekitar satu jam antara rumah dan tempat bekerja alias lokasi proyek. Itu pun kalau pada pagi, siang atau sore tanpa kondisi perbaikan jalan, jembatan, tronton mogok, bubaran sekolah, konvoi kampanye kepala desa, kecelakaan, banjir, dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun