Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perencana Jalan Tol Lupa pada Negara Agraris

21 Agustus 2017   19:26 Diperbarui: 28 Agustus 2017   09:00 4909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di satu sisi saya senang dengan adanya jalan tol yang mengurangi dampak kemacetan di sebuah pulau yang padat penduduk (Jawa), dan memperlancar mobilitas penduduk di daerah lain yang masih sepi nan sunyi.

Akan tetapi, sayangnya, saya masih melihat adanya ketidaktelitian para perencana jalan tol tersebut. Sekali lagi, para perencana. Mengapa begitu?

Saya membaca sebuah berita pada 21 Agustus 2017. Sebagian isinya adalah sebagai berikut :

Polemik proyek jalan tol Kertosono-Ngawi-Solo belum berakhir di Kabupaten Ngawi. Puluhan petani warga Desa Sidolaju Kecamatan Widodaren menghalangi pembangunan proyek jalan tol.

Petani meminta PT Waskita selaku pengembang proyek tol membangun underpass. Para petani menilai PT Waskita semena-mena telah menutup akses jalan utama menuju ke persawahan. Padahal di desa lain telah dibuatkan underpass.

Intinya: jalan tol menutup aksesbilitas para petani, pekebun, dan sekitarnya. Inilah salah satu keteledoran pembangunan infrastruktur, dan sangat massif di beberapa wilayah yang sedang getol membangun jalan tol.  

dok. jateng-tribunnews.com
dok. jateng-tribunnews.com
Hal ini, bagi saya, merupakan keteledoran atau kecerobohan yang sangat fatal. Para perencana sangat kurang mengamati perihal budaya sebagian masyarakat, apalagi benar-benar menghayati hakikat "Negara Agraris".

Budaya masyarakat agraris harus dipandang secara luas, melampaui urusan lahan pertanian atau perkebunan. Melampaui? Ya, wajib juga mempertimbangkan kebiasaan para pemilik ternah yang biasa melintasi wilayah persawahan atau perkebunan. Ditambah lagi dengan tradisi-tradisi tertentu yang bersifat sosial-spiritual.

Jalan tol yang dibuat begitu panjang dan gencar, ternyata, justru menutup dan memisahkan antarmasyarakat di sekitar jalan tol itu sendiri. Saya menilai, para perencana belumlah mumpuni dalam pelajaran kehidupan bangsanya sendiri. Patut saya sesalkan.

Kalau kemudian dilakukan solusi, semisal dibuatkan jembatan layang untuk lalu-lintas para petani, pekebun, peternak, penggembala ternak, sapi, kerbau, kambing, bebek, dan lain-lain, justru semakin memperlihatkan bahwa para perencana sangat kurang mumpuni dalam pekerjaan mereka. Maaf, sekali lagi, para perencana sangat jauh dari kategori mumpuni.

Sayang sekali saya terpaksa menulis hal semacam ini, yang tentunya sangat tidak diharapkan oleh siapa pun. 72 tahun ternyata telah melupakan bahwa Indonesia itu negara agraris. Miris juga, ya?


*******

 Panggung Renung Balikpapan, 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun