Mohon tunggu...
Guruh Tri Yulianto
Guruh Tri Yulianto Mohon Tunggu... -

Tinggi, anti terhadap air hujan, paling benci dibohongi! Pendiam tapi suka mencari teman.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Strategi Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Konstruktivisme Bagi Kelas V

1 Juli 2010   05:27 Diperbarui: 4 April 2017   17:17 20973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Strategi Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Konstruktivisme Bagi kelas V di SD Negeri 3 Lemahjaya
Kabupaten Banjarnegara.

ABSTRAK
Dalam pembelajaran dilapangan sering terdengar keluhan tentang materi pelajaran yang terlalu banyak dan guru kekurangan waktu untuk mengajarkan semua, apalagi untuk menerapkan inovasi-inovasi dalam pembelajaran bidang studi di dalam kelas. Keadaan ini berlaku juga dalam pembelajaran IPA. Namun dalam penulisan ini ada pendekatan yang bisa digunakan guru untuk membantu menanamkan konsep IPA kepada siswanya di sekolah dasar. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dianggap paling sesuai diterapkan karena model ini dianggap model pembelajaran yang mengaktifkan siswa walaupun dalam model pembelajaran ini mempunyai beberapa kekurangan. Dengan menguasai pembelajaran pendekatan konstruktivisme guru diharapkan bisa lebih percaya diri menyampaikan materi dan tidak membutuhkan waktu yang lama karena siswa bisa menangkap konsep dan mengembangkan wawasannya sendiri diluar sekolah. Hal ini terbukti di Sekolah Dasar Negeri 3 Lemahjaya setelah digunakannya model pembelajaran ini prestasi siswa meningkat diatas KKM. Oleh karena itu guru hanya perlu kreatif dan inovatif dalam penyampaian materi,tidak perlu berpatokan hanya pada waktu saja.
Kata Kunci: pembelajaran kooperatif, IPA, strategi, model, inkuiri.
A. Pendahuluan
Pendekatan pembelajaran adalah titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Oleh karena itu dalam pendekatan pembelajaran siswa diharapkan sudah menguasai fakta, ketampilan, konsep dan prinsip yang diperlukan untuk terjadinya transfer belajar..
Sesungguhnya ada dua kutub belajar dalam pendidikan, yaitu tabula rasa dan konstruktivisme. Menurut tabula rasa siswa diibaratkan sebagai kertas putih yang dapat ditulisi apa saja oleh gurunya atau ibarat wadah kosong yang dapat diisi apa saja oleh gurunya. Dengan pendapat ini siswa seakan-akan pasif dan memiliki keterbatasan dalam belajar. Sedangkan menurut rujukan konstruktivisme setiap orang yang belajar sesungguhnya membangun pengetahuannya sendiri. Jadi siswanya aktif dan dapat terus meningkatkan diri dalam kondisi tertentu.
Prinsip utama dalam pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran membangun (construct) pemahaman mereka sendiri terhadap dunia sekitar. Pemahaman itu sendirilah yang membentuk pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sekitar. Menurut Ernset dan Brook (1999) ada lima prinsip prinsip petunjuk dari konstruktivisme yang dapat diaplikasi didalam kelas.
1. Prinsip pertama adalah memberikan permasalahan yang relevan dengan siswa. Fokus pada apa yang menarik bagi siswa dan penggunaan pengetahuan awal atau sebelumnya sebagai titik awal. Hal ini dapat membantu siswa untuk lebih termotivasi dan terlibat dalam belajar. Pertanyaan-pertanyaan relevan yang ditujukan kepada siswa akan memaksa para siswa untuk mempertimbangkan dan mempertanyakan pemikiran serta konsep mereka.
2. Prinsip arahan selanjutnya adalah mengorganisasi pembelajaran pada konsep-konsep utama. Hal ini merujuk pada perancangan belajar pelajaran pada ide dan konsep utama daripada memberikan kepada siswa topik-topik terpisah dan tanpa kesamaan yang mungkin atau tidak saling berkaitan. Penggunaan konsep-konsep yang luas mengundang tiap siswa untuk berpartisipasi tanpa memperhtikan perbedaan gaya individu, tempramen dan karakter.
3. Prinsip ketiga adalah mencari dan menilai sudut pandang siswa. Prinsip ini memberikan keluasan pada proses berpikir bagi siswa. Hal ini juga dapat menantang siswa untuk membuat proses pembelajaran lebih bermakna. Untuk mencapai hal ini,guru harus memiliki kemauan untuk mendengarakan siswa dan menyediakan kesempatan agar hal ini bisa terjadi di kelas.
4. Mengadaptasi kurikulum sesuai dengan kayakinan-keyakinan yang dimiliki siswa . Adaptasi kurikulum tugas-tugas kurikulum yang berkaitan keyakinan-keyakinan siswa merupakan tujuan dari tuntutan kognitif yang tersirat dalam tugas-tugas khusus(dikurikulum)
5. Prinsip terakhir adalah menilai pembelajaran siswa dalam konteks pengajaran.. Hal ini merujuk pada ketidakterkaitan yang lama ada antara konteks pembelajaran dengan penilaian(assesment). Penilaian otentik dapat dapat dilakukan dengan baik melalui pengajaran interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa serta mengobservasi siswa dalam tugas-tugas yang bermakna.

B. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan Pendekatan Konstruktivisme
Setidaknya ada 5 cakupan yang harus dipelajari dalam pelajaran IPA di Sekolah Dasar. Keempat cakupan tersebut adalah:
1) Konsep IPA terpadu
2) Biologi
3) Fisika
4) Ilmu bumi dan antariksa
5) IPA dalam perspektif interdisiplinier
Sampai saat ini kebanyakan guru dalam menyampaikan pelajaran IPA disampaikan dengan metode ceramah dan kegiatan pembuktian di laboratorium, dengan sedikit fokus terhadap pemberian pengalaman dalam melakukan penelitian atau aplikasi IPA. Dalam pembelajaran ini guru harus melibatkan siswa dalam memanipulasi kegiatan yang mengarahkan pada pengembangan konsep melalui kegiatan investigasi dan analisis terhadap pengalaman. Oleh karena itu dalam pembelajaran IPA sebaiknya menggunakan pendekatan pembelajaran konstruktif agar hasil yang diperoleh maksimal.
Hurd (1998) menyatakan bahwa orang yang dinyatakan melek sainS/IPA memiliki 3 ciri sebagai berikut: (1) dapat membedakan teori dari dogma, data dari hal-hal yang bersifat mistisdari pseudo sains, bukti dari propaganda dan pengetahuan dari pendapat. (2) mengenal dan memahami hakikat IPA, keterbatasan dari saintifk inkuiri, kebutuhan untuk pengumpulan bukti. (3) memahami bagaimana cara untuk menganalisis dan memproses data.
Untuk memudahkan guru menanamkan konsep IPA terhadap siswa diperlukan cara pengajaran yang bersifat konstruktif. Ciri pembelajaran yang bersifat konstruktif ini dapat dibedakan dengan pembelajaran yang bersifat tradisional dengan ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, lebih memahami dan merespon minat, kekuatan, pengalaman dan keperluan siswa secara individual. Kedua, senantiasa menyeleksi dan mengadaptasi kurikulum. Ketiga, berfokus pada pemahaman siswa dan menggunakan pengetahuan sains, ide, serta proses inkuiri. Keempat, membimbing siswa dalam mengembangkan saintifik inkuiri. Kelima, menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi dan berdebat dengan siswa lain. Keenam, secara berkesinambungan melakukan asesmen terhadap pemahaman siswa. Ketujuh, memberikan bimbingan pada siswa untuk berbagi tanggung jawab dengan siswa lain. Delapan, mensuport pembelajaran kooperatif (cooperative learning), mendorong siswa untuk bekerja sama dengan guru lain dalam mengembangkan proses inkuiri.

C. Pandangan konstruktivisme tentang belajar IPA
1. Belajar sebagai perubahan konsepsi
Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar (West & Pines, 1985). Jadi pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut.
2. Perubahan Konsepsi dalam Pembelajaran IPA
Implikasi dari pandangan konstruktivisme disekolah ialah pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Jadi dalam belajar sains/IPA merupakanh proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa.(Piaget dalam Dahar,1996), sehingga peran guru berubah, dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagonsis dan fasilitator belajar siswa.
Pembelajaran dan prespektif konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu: (1) berkaitan dengan prakonsepsi atau pengetahuan awal (prior knowledge); (2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience); (3) melibatkan interaksi social (social interation); (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense making).
3. Pentingnya Konteks
Perlu diupayakan pembelajaran yang memungkinkan siswa dengan sadar mengubah apa yang diyakininya yang ternyata tidak konsistan dengan konsep ilmiah. Dengan kata lain informasi dan pengalaman yang dirancang guru-guru untuk siswa seharuanya koheren dengan konsep yang dibawa anak atau disesuaikan dengan pengetahuan awal siswa.
Perubahan konsepsi akan terjadi apabila kondisi yang memungkinkan terjadinya perubahan konsepsi terpenuhi dan tersedia konteks ekologi konsepsi untuk berlangsungnya perubahan itu (Posner et al., dalam West & Pines, 1985; Dahar, 1996). Ekologo konsep yang dimaksud adalah sebagai berikut; (a) Anak merasa tidak puas dengan gagasan yang dimilikinya; (b) Gagasan baru harus dapat dimengerti (inteligible); (c) Konsepsi yang baru harus masuk akal (plausible); (d) Konsepsi yang baru harus dapat member suatu kegunaan (fruitful)

D. Model-Model Pembelajaran Untuk Perubahan Konsepsi
Dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran IPA ahkir-ahkir ini para ahli mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dilandasi pandangan konstruktivisme dari Piget. Pandangan ini berpendapat bahwa dalam proses belajar anak membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah (Dahar, 1989: 160). Oleh karena itu, setiap siswa akan membawa konsepsi awal mereka yang diperoleh selama berinteraksi dengan lingkungan dalam kegiatan belajar mengajar.
Konstruktivisme memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk melakukan dialog dengan guru dan teman-temannya karena hal ini bisa meningkatkan pengembangan konsep dan ketrampilan berpikir para siswa. Dikenal beberapa model pembelajaran yang dilandasi kontruktivisme yaitu model siklus belajar (Learning cycle model), model pembelajaran generative (generative learning model), model pembelajaran interaktif (interactive learning model), model CLIS (Children learning in science), dan model strategi pembelajaran kooperatif atau CLS (Cooperative learning strategies). Masing-masing model tersebut memiliki kekhasan tersendiri, tetapi semuanya mengembangkan kemampuan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional. Kekhasn model-model tersebut tampak pada tahapan kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Selanjutnya Tytler (1996: 11-17) dalam buku Materi dan Pembelajaran IPA SD menyatakan bahwa setiap model memiliki fase-fase dengan istilah yang berbeda, tetapi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu: (a) menggali gagasan siswa, (b) mengadakan klarifikasi dan perluasan terhadap gagasan tersebut, kemudian (c) merefleksikannya secara eksplisit. Perbandingan fase-fase dari model-model tersebut tampak pada table dibawah ini.

Model Fase-fase Pembelajaran
I II III IV V
Siklus Belajar Eksplorasi Pengenalan Konsep Penerapan Konsep - -
Pembelajaran Generatif Persiapan Fokus Tantangan Aplikasi -
Pembelajaran Interaktif Persiapan Eksplorasi Pertanyaan siswa Refleksi -
CLIS Orientasi Elisitasi Restrukturisasi Aplikasi Refleksi
Pembelajaran Kooperatif Orientasi Elisitasi Restrukturisasi Aplikasi Refleksi

E. Contoh Model Pembelajaran Konstruktivisme
Salah satu contoh yang disarankan adalah memulai dari apa yang menurut siswa hal yang biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian. Perlu diupayakan terjadinya situasi konfik pada struktur kognitif siswa. Contohnya mengenai cecak atau cacing tanah. Mereka menduga cecak atau cacing tanah hanya satu macam, padahal keduanya terdiri lebih dari satu genus (bukan hanya berbeda species). Berikut ini akan dicontohkan model untuk pembelajaran mengenai cacing tanah melalui ketiga tahap dalam pembelajaran kntruktivisme (ekplorasi, klarifikasi, dan aplikasi)
Fase Eksplorasi
· Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang kau ketahui tentang cacing tanah?”.
· Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis jika perlu).
· Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuska hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban mereka semula.
Fase Klarifikasi
· Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.
· Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah.
· Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk dikembangbiakkan.
· Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan penyelidikan.
· Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk menguji rencananya.
· Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang.
Fase Aplikasi
· Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
· Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
· Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya.

F. Penutup
Berdasarkan penulisan Strategi Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Konstruktivisme bagi kelas V di SD Negeri 3 Lemahjaya Penulis berharap semoga penulisan ini dapat dipahami sehingga dapat membekali guru melakukan tugasnya secara profesional, tidak sekedar bekerja atau mengajar secara rutin dan monoton sehingga dalam penanaman konsep terhadap siswa memperoleh hasil yang maksimal. Siswa adalah subjek belajar bukan obyek belajar. Memahami pendekatan mengajar yang dapat membelajarkan siswa secara aktif akan sangat membantu guru menanamkan konsep IPA terhadap siswa.

G. Daftar Pustaka
Drs. Nono Sutarno, M.Pd., dkk. 2009. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Agus Taufik, dkk. 2009. Pendidikan Anak SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Wahab, Rachmat. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
I.G.A.K. Wardani, dkk. 2009. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Unuversitas Terbuka.
I.G.A.K. Wardani, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.
LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan ). 2010. Pendekatan Pembelajaran. http://lpmpjogja.diknas.go.id/index
Pembelajaranguru. 2008. Pembelajaran IPA yang bersifat konstruktif. http://pembelajaranguru.wordpress.com

Lampiran I

I. TEMA
Tema Umum : Pendidikan
Tema Khusus : Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun