Mohon tunggu...
Guntur Cahyono
Guntur Cahyono Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Belajar untuk menjadi baik. email : guntur_elfikri@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Deposito Alternatif Pilihan

2 Mei 2016   16:18 Diperbarui: 3 Mei 2016   12:42 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar : kreditgogo.com

Sekolah yang setinggi-tingginya adalah impian orang tua kepada anak-anaknya. Tidak terkecuali saya sebagai orang tua. Menyekolahkan anak-anak bagaimanapun caranya harus diusahakan. Padahal biaya sekolah saat ini begitu mahal apalagi di sekolah swasta.

Jika masuk sekolah di institusi negeri nampaknya lebih murah karena memang gratis, tetapi saya dan istri harus pulang sore saat bekerja, menyekolahkan anak di sekolah swasta dan full day adalah pilihan tepat. 

Perlu diketahui sekolah di tempat tinggal saya untuk sekolah swasta biaya masuk paling tidak 3 juta. Hal ini belum termasuk perlengkapan sekolah yang lain. Bukan angka yang sedikit buat saya yang hidup diperkampungan.

Singkat cerita strategi dimulai dari hal yang paling sederhana yakni menabung. Rupiah demi rupiah dikumpulkan dalam bentuk tabungan biasa. Tidak lain karena tabungan biasa lebih fleksibel karena bisa digunakan kapanpun kita membutuhkan.Sedikit demi sedikit pula kami merambah peruntungan baru dengan beternak sapi. Beternak sapi ini saya ternakkan dengan sistem gadoh (dititipkan kepada petani). Jadi dari keuntung yang kita peroleh dibagi masing-masing 50%. 

Tabungan yang sedikit demi sedikit mulai terkumpul. Sapi yang awalnya hanya membeli satu sedikti demi sedikit mulau bertambah. Tidak cukup sampai disitu kamipun bisa menabung deposito. Saat itu saya putuskan deposito dalam jangka 1 tahun. Deposito menjadi pilihan karena menurut banyak cerita tidak bisa diambil jika belum sampai temponya. Itu menjadi deposito pertama saya yang saya memiliki.

Dari apa yang kami lakukan di atas saya merasa untuk tahap awal sekolah anak saya sudah cukup. Menurut hitungan saya yang paling sederhana bahkan sampai nanti masuk kuliah sudah cukup. Semua kami lakukan menurut hemat kami adalah sangat sederhana jika tidak mau dikatakan tradisional. 

Tentu pertanyaan yang muncul mengapa tidak memakai asuransi? Padahal kami juga sering ditawari berbagai macam bentuk asuransi. Celakanya saya belum yakin dengan asuransi yang kata banyak orang ribet dan kadang tidak memuaskan hasil akhirnya. Dari kata orang itulah saya memutuskan tidak ikut investasi dalam bentuk asuransi. Ini sekedar pilihan yang akan kami jalani.

Waktu mulai berjalan sehari dua hari dan seterusnya dalam keadaan aman. Kami semakin percaya jika apa yang kami kumpulkan cukup buat anak-anak melanjutkan sampai perguruan tinggi. Sampai kemudian musibah datang menimpa keluarga kami.

Cerita pertama dimulai dari anak pertama saya sakit dan menjalani operasi untung saja saya ikut BPJS yang saat itu kondisi keuangan aman. Walaupun kami mengeluarkan uang tambahan biaya operasi tetapi jumlahnya masih bisa kami cover. Namun setelah itu nampaknya ujian mulai datang dimana  orang tua saya dalam jangkan 2 tahun menjalani operasi sebanyak 3 kali. Mau tidak mau apa yang kumiliki saya berikan kepada orang tua. Dengan harapan sederhana orang tua kembali sehat.

Biaya yang cukup tinggi untuk kami tanggung bersama keluarga untuk kesehatan orang tua. Namun kami masih merasa cukup apa yang kumiliki untuk anak-anak sekolah. Sampai kemudian mertuapun mengalami yang sama harus keluar masuk rumah sakit. Disini sedikit demi sedikit yang saya memiliki mulai berkurang drastis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun