Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemerintah Tidak Seharusnya Mengintervensi Pendidikan Agama

18 Juni 2017   09:46 Diperbarui: 18 Juni 2017   10:29 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kebijakan terbaru Menristekdikti tentang perintah kepada seluruh rektor perguruan tinggi agar memindahkan mata kuliah umum Pendidikan dari yang di semester awal menjadi di semester akhir perkuliahan. Hal ini dinilai Nasir bertujuan untuk mengurangi pengaruh paham radikalisme dan ekstrimisme yang dikhawatirkan menjangkiti mahasiswa. Meskipun hanya kebijakan menggeser waktu pelaksanaan perkuliahan, namun jika bukan dalam konteks kepentingan kurikulum, maka kebijakan ini bukanlah kebijakan tentang pendidikan tinggi, melainkan sudah masuk ke wilayah kebijakan tentang agama.

Pernyataan ini dapat dimaknai krusial, karena menyentuh aspek kehidupan mendasar dalam berbangsa dan benegara.

Krusial, karena pemerintah telah kesekian kalinya melakukan tindakan yang memiliki konsekuensi terhadap kehidupan beragama. Kita semua tahu, kalau agama dalam istilah Pancasila ber ke Tuhanan telah menjadi salah satu butir dasar negara. Namun, apakah hal tersebut membuka pintu kepada pemerintah untuk mengambil tindakan intervensi.

Pemerintah Bukan Negara

Eksistensi sebuah negara berangkat dari eksistensi penguasa. Negara dianggap kabur saat penguasa begitu absolut. Saat penguasa memerankan pemerintah dan negara, maka pada saat itu eksistensi kehidupan publik hanya menjadi objek. Negara adalah saya (pemerintah). Hal ini merupakan fenomena klasik yang terjadi di masa monarki. Karenanya, demokrasi memberikan alternatif untuk memberikan setiap pihak porsi yang proporsional.

Dalam demokrasi, pemerintah bukanlah penguasa. Karenanya, kita mengenal istilah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pemerintah hanyalag berperan sebagai eksekutor. Daalam perundang-Undangan ia hanya berperan sebagai pihak yang menjabarkan Undang-Undang yang telah disusun legislator. Dalam menggunakan kebijakan dan program, Ia hanya sebagai pelaksana UU APBN yang disahkan oleh legislator. Jika ia mampu memerankan lebih, itu hanya dalam ranah kewibawaan dan pengaruh.

Dalam menentukan kebenaran pemerintah bukan penguasa. Ia hanya pelaksana, polisi dan jaksa hanya bisa menahan untuk kepentingan penyidikan, lalu jaksa menuntut dipengadilan, namun tidak menentukan benar salah. Hakim lah (Yudikatif) yang menentukan. Termasuk, segala keputusan presiden dan menteri dapat gugur jika menyalahi UU 1945 atau bertabrakan dengan UU. Atas dasar ini, pemerintah bukanlah penguasa.

Hobbes (1588-1679) telah memberikan pelajaran tentang kehidupan bernegara. Ia tidak memposisikan pemisahan kekuasaan, namun lebih kepada komitmen bersama antara setiap pihak dalam bernegara. Teori social contract yang berkembang saat itu merupakan fenomena bagaimana mengendalikan penguasa melalui sikap kstaria dalam wujud komitmen. Jika di Inggris, kekuasaan yang sudah ratusan tahun dapat diajak untuk kompromi mematuhi kesepakatan bersama, maka seyogianya pemerintahan di Indonesia harus lebih legowo.

Agama Bukan Urusan Pemerintah

Negara Indonesia merupakan sesuatu yang unik, ia tidak sama persis dengan berbagai kondisi yang ada. Jika merujuk pada teori kontrak sosial Hobbes, maka proses negara di Indonesia dapat digolongkan sebagai wujud kompromi. Namun yang membedakannya dengan Hobbes yang notabene konteks Inggris, kompromi di Indonesia antara kelompok kultural dan agama, sedangkan di Inggris antara monarki dan publik.

Kasus di Indonesia, negara ditunjuk atas dasar kesepakatan bersama saat oleh berbagai pihak atas dasar kepentingan bersama. Negara ini, bukanlah bentukan Soekarno atau Hatta, karenanya, dalam naskah proklamasi keduanya hanya disebut sebagai atas nama. Bahkan, Soekarno enggan memposisikan dirinya seperti hal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun