Mohon tunggu...
Kraeng Guido
Kraeng Guido Mohon Tunggu... Petani - Petani Cengkeh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pembudidaya Tanaman Cengkeh | Senang dengar lagu band Jamrud, Padi dan Boomerang

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Mengapa Mereka Menolak dan Melakukan Itu?

9 Mei 2019   12:03 Diperbarui: 9 Mei 2019   12:10 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
indoPROGRESS/ bad politics

Memang memperebutkan kekuasaan itu mempunyai konotasi kontroversial. Memperebutkan mengandung arti persaingan, pertentangan dan konfrontasi frontal yang bisa mengandung unsur kekerasan dan paksaan terhadap rkyat sebagai pemilih. Rakyat menjadi subyek dan obyek.
Di sinilah persoalannya, yang diperebutkan adalah rakyat yang berasal dari berbeda beda suku, budaya, agama, ras, antara golongan dan pendidikan. Jadi jelas ya targetnya untuk merebut kekuasaan . Karena itu dipakailah variasi strategi melalui ragam janji, hoaks, persekusi hingga agenda dan rekaya terselubung lainnya.

Bila partai dan koalisinya menang, jelas merekalah yang akan mengatur jalannya pemerintahan. Proporsi pentingnya itu kan? Kader-kader dari partai pemenang dan pendukungnya sesuai dengan janji akan dipilih menjadi menteri negara, duta besar, dan jabatan kenegaraan lainnya. Atau mungkin janji yang tidak tertulis, dapat mengubah dan meniadakan Pancasila dan UUD 1945, sesuai orientasi kepentingan mereka. Artinya yang penting berkuasa saja dulu.

Tentunya pengaturan itu ada kaitannya degan pengelolaan harta negara dan pembagian jabatan sesuai janji sebelumnya. Inilah dampaknya setelah jabatan dibagi-bagi, kekuasaan menjadi dominan bahkan akan saling menjatuhkan satu sama lain. Alhasil, jalannya pemerintahan bukan untuk mengurusi kepentingan rakyat, tetapi kepentingan mereka yang dari awal ngotot untuk berkuasa.

Mari Hormati KPU
Sekarang saatnya menenangkan diri sembari menanti hasil perhitungan dan keputusan resmi dari KPU. Rasanya sangat tidak elegan membuat kegaduhan dan kekacauan setelah pemilu berjalan damai, tertib, jujur dan adil.

Dalam kontestasi politik, tidak ada pertandingan tanpa aturan, tidak ada kemenangan sebelum bertanding. Tidak ada pertandingan tanpa wasit. Tidak ada hasil menang sama menang dan kalah sama kalah. Tidak ada permainan yang diwasiti oleh diri sendiri. Tidak ada perhitungan hasil pemilu di ruang gelap, semua serba transparan. Saya dan anda pun punya akses begitu luas terhadap proses dan hasil pemilu.

Rakyat tentu tidak bakal simpatik dengan sikap elit politik yang tidak sportif. Kehendak berkuasa adalah masalah subyektif, tetapi hasil dari sebuah proses dan mekanisme pemilu yang demokratis adalah masalah obyektif. Karena itu tidak ada alasan penolakan terhadap hasil pemilu  berdasarkan alasan dan sikap subyektif.

Pemilu adalah mekanisme seleksi pemimpin bangsa yang sudah tertata rapi dalam peraturan perundang-undangan. Terkait regulasi pemilu dibentuk atau lahir seblum dimulainya pemilu. Regulasi tersebut tidak dimaksudkan untuk memenangkan orang atau kelompok tertentu. Peraturan pemilu berlaku sama untuk semua.

Undang-undang pemilu no 7 tahun 2017 (UU Pemilu) juga telah mengatur tata cara penyelesaian sengketa pemilu. Setiap pelanggaran atau sengketa akibat keluarnya keputusan KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/kota, peserta pemilu yang merasa dirugikan berhak mengajukan permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Bahkan jika tidak puas dengan keputusan Bawaslu, peserta pemilu dapat melakukan dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) paling lambat lima hari terhitung sejak dibacakannya keputusan  Bawaslu. PTUN pun wajib menyelesaikan sengketa tata usaha proses pemilu dalam waktu dua puluh hari. Perlu digarisbawahi bahwa keputusan PTUN ini bersifat final dan mengikat serta tidak dapat melakukan upaya hukum apapun.

Jadi saya pikir, tidak perlu mengintimidasi, mengancam hingga melakukan people power. Tidak perlu juga menyebarkan hoaks dan berbagai macam omong kosong lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun