Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Seperti Inilah Perpustakaan Tanpa Buku di Italia

23 Januari 2017   04:59 Diperbarui: 23 Januari 2017   07:20 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisa bosan kalau belajar melulu, kapan mainnya, FOTO: ilsecoloxix.it

Perpustakaan bagi orang tertentu adalah tempat ternyaman untuk membuka wawasan. Dari sana biasanya lahir inspirasi yang bermanfaat. Tak jarang jika orang mendekam berjam-jam di perpustakaan sekadar untuk menemukan inspirasi.

Saya sering bertemu beberapa sahabat saya yang rajin mengunjungi perpustakaan. Beberapa dari mereka memang pernah menjadi dosen dan sekarang emeritus. Beberapa lagi pernah bekerja di lapangan yang jauh dari dunia perbukuan atau ilmu pengetahuan. Tetapi, saat pekerjaan itu ditanggalkan, mereka kembali ke perpustakaan.

Satu di antara beberapa pernah saya tanya alasannya. Dia memang termasuk pengunjung yang punya jadwal tetap. Tiga kali seminggu pada jam yang sama. Biasanya, pagi dari jam 10 sampai 11.30, setiap hari Selasa, Rabu dan Jumat. Alsannya saat saya tanya cukup membuat saya kagum dan heran. Jawabnya, saya datang ke perpustakaan untuk memperbarui kepala saya. Singkat, padat, dan jelas. Lanjutnya lagi, di perpustakaan biasanya selalu ada hal baru. Jadi, kalau mau tahu yang baru, datanglah ke sini.

Saya kagum dan terharu dengan jawabannya. Sudah tua tetapi masih rajin baca dan mencari buku terbaru. Meski, di perpustakaan juga tidak semuanya baru. Toh, ada juga perpustakaan yang justru menjadi prestisius karena mengoleksi buku kuno. Buku yang menjadi tanda sejarah di masa tertentu. Ini contohnya.

Gambaran tentang perpustakaan sebagai tempat ternyaman tidak selamanya berlaku bagi semua orang. Orang tertentu melihat perpustakaan sebagai tempat terbelenggu. Kata mereka, ngapain ke perpustakaan, buang-buang waktu saja. Banyak pengetahuan yang ada dalam buku sekarang bisa ditemukan di internet. Jadi, tidak perlu lagi ke perpustakaan.

Ini juga termasuk gambaran orang tentang perpustakaan. Gambaran ini lahir dari konsep bahwa, perpustakaan identik dengan tempat membaca. Konsep seperti ini otomatis mematikan nyali orang yang tidak berminat dengan kegiatan baca-membaca. Dari sini juga lahir, kecenderungan untuk tidak mengunjungi perpustakaan. Perpustakaan dengan demikian menjadi tempat yang tidak menarik untuk dikunjungi.

Di Perpustakaan bisa pinjam boneka, FOTO: genovatoday.it
Di Perpustakaan bisa pinjam boneka, FOTO: genovatoday.it
Jika konsep ini terus berkembang, lama-lama perpustakaan sepi pengunjung. Dan, ini memang sudah ada tanda-tandanya. Hadirnya internet di setiap rumah bisa mengikis kunjungan ke perpustakaan. Selain itu, begitu banyak muncul hal menarik lainnya yang lebih asyik ketimbang perpustakaan. Nah, jika masalahnya soal menarik dan tidak menarik, perpustakaan seharusnya membuat promosi. Promosi yang bisa menarik sebanyak mungkin pengunjung.

Cara seperti ini yang digunakan oleh pengelola Perpustakaan San Teodoro di kota Genova, Italy. Perpustakaan ini memang tidak menyediakan buku. Jadi, jika konsep orang tentang perpustakaan masih berkaitan dengan tempat menyimpan buku, perpustakaan ini bisa mematahkan konsep itu.

Perpustakaan dengan nama “Biblioteca del giocattolo” ini hanya menyediakan jenis-jenis mainan anak-anak. Dari isinya, bisa ditebak, perpustakaan ini hanya sebagai tempat bermain. Sasarannya juga kiranya bukan orang dewasa tetapi anak-anak dan remaja. Lalu, apakah fungsi perpustakaan yang identik dengan kawan perjalanan dari bidang pendidikan sudah hilang? Rasa-rasanya terlalu dini menilai YA sudah hilang.

Perpustakaan ini memilih nama Perpustakaan dan bukan Tempat Mainan justru karena tujuan utamanya adalah mendidik dan bukan bermain. Perpustakaan yang dirintis pada 17 Desember 2016 ini memang ingin mendidik ana-anak di kota Genova melalui berbagai jenis alat permainan.

Begini model rak buku di Perpustakaan San Teodoro Genova, FOTO: ansa.it
Begini model rak buku di Perpustakaan San Teodoro Genova, FOTO: ansa.it
Di perpustakaan ini tersedia barang maianan anak-anak dan remaja yang disumbang oleh keluarga dan organisasi tertentu. Satu dari sekian sasaran yang ingin dicapai oleh perpustakaan ini adalah mendidik anak-anak untuk menghargai barang-barang mainan yang mereka miliki. Barang-barang ini bisa digunakan lagi dan tidak begitu dibuang saja saat tidak dibutuhkan.

Di keluarga-keluarga Italia, terdapat banyak barang mainan anak-anak. Bahkan, setiap tahun barang-barang mainan baru dibeli. Kalau dihitung, setiap 5-6 bulan, selalu ada yang baru. Anak-anak juga biasanya cepat bosan dengan yang lama. Mau yang baru. Menjadi parah saat yang lama dibuang padahal masih layak digunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun