Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menengok Cara Italia Memilah Sampah

13 Maret 2016   07:19 Diperbarui: 24 Maret 2016   00:32 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="kotak sampah kertas, organik, dan plastik (dari kiri-kanan)"][/caption]Sampah menjadi bagian dari gaya hidup modern, terutama di kota-kota. Seperti gaya hidup yang selalu berubah, sampah juga berubah-ubah. 

Sampah bisa jadi berkat bagi manusia dan lingkungan tetapi sekaligus juga bisa jadi malapetaka. Tergantung bagaimana warga mengelolanya dan bagaimana gaya hidup warga kota. Sampah di kota bisa jadi sumber penyakit jika warga tidak mengelolanya dengan baik. Sampah rumah tangga misalnya bisa berbau busuk jika tidak diolah dengan baik. Sampah di kota beda dengan sampah di desa yang hampir semuanya berorganik sehingga tidak sulit untuk diolah. 

Ada warga kota yang memilih untuk mengolah sampah secara pribadi, ada pula yang langsung membuangnya di truk sampah. Beginilah gaya hidup di kota-kota di Indonesia. Di Jakarta misalnya, sampah dibuang begitu saja di truk tukang sampah atau juga di gerobak tukang sampah perorangan. Sampah itu kadang tidak dipilah. Namanya sampah, disatukan saja lalu dimasukkan dalam plastik dan dibuang. Payahnya lagi jika mobil sampah lewat sekali seminggu. Bayangkan betapa banyaknya sampah rumah tangga selama seminggu? Bagaimana dengan sampah industri? Pasti lebih payah lagi. 

Saya ingat di Jakarta Pusat, mobil sampah dari pemda lewat sekali seminggu. Datangnya hari Minggu, sekalian kerja bakti masyarakat di kelurahan kami. Saat itulah sampah itu dibuang begitu saja di mobil besar itu. Kadang-kadang dibuang di gerobak tukang sampah. Dengan susah payah dia menarik gerobak itu. Menahan bau busuknya. Jerih payahnya pun dibayar ala kadarnya. Kami dulu selalu memberinya 50 ribu rupiah setiap kali datang. Bukan untuk membayar sampahnya tetapi sebagai imbalan atas jasanya. Mungkin sampah kami harganya tidak sampai segitu tetapi kami memberinya segitu. Dia menerimanya tanpa meminta lebih, tanpa juga memprotes. Ini potret warga yang bekerja tanpa berbicara. Tukang gerobak ini bukan pejabat NATO (No action, talk only). Entah sekarang, Jakarta lebih baik atau tidak. Semoga lebih baik. Kami juga waktu itu sudah membuat pengolahan sendiri sehingga menjadi pupuk kompos. Tetapi kadang-kadang kami membuang sampah organik di mobil sampah yang datangnya sekali seminggu itu. 

Pengelolaan sampah seperti ini tidak akan ditemukan di Italia. Italia sudah maju dalam pengelolaan sampah. Jangan heran jika tidak ada bau busuk dari sampah yang bertumpuk. Mobil sampah juga dirancang khusus sehingga tidak menimbulkan bau busuk. Sampah yang berbau pun diolah langsung di dalam mobil itu agar tidak mengeluarkan bau busuk dalam perjalanan. Mobil sampah lainnya juga demikian, misalnya yang mengangkut bahan kertas, dedaunan kering, botol dan kaca, atau bahan lainnya. Sampah memang tidak jadi satu. Sampah masih dipilah-pilah. Nah, bagaimana orang Italia memilah sampah? 

Memilah-milah inilah yang menarik. Ini pelajaran pertama bagi kami, warga pendatang baru. Saat itu, masih minggu pertama di Italia. Teman-teman saya mengajari saya cara memilah sampah. Belum bisa berbahasa Italia. Tetapi tidak jadi masalah karena penjelasannya juga tidak selalu dengan kata-kata. Ada gambar petunjuk yang membantu memahami penjelasannya. Jadi, masalah bahasa tidak menjadi persoalan. 

Orang Italia memilah sampah menjadi 5 kategori. Pertama, sampah kertas. Kotak sampah kertas biasanya berwarna biru. Biasanya di kotaknya juga ada keterangan berupa gambar kertas. Ini untuk memudahkan warga. Di sini, dibuang semua sampah berbahan kertas. Kardus adalah bagian dari kertas. Kertas tidak terlalu repot saat membuangnya. Tidak perlu dilipat rapi. Sedangkan kardus mesti dibuka agar menjadi seperti kertas. Jadi, tidak ada kardus dalam bentuk kotak yang dibuang begitu saja. Kalau kita membuangnya demikian, akan ada peringatan dari pengelola sampah yang langsung di bawah koordinasi dinas terkait di kantor wali kota. Bahkan setelah 3 kali peringatan, akan ada surat denda. Ini berlaku untuk semua kategori sampah. 

Kategori kedua adalah sampah organik. Sampah organik misalnya sisa-sisa makanan, sayuran, kulit buah, dan sebagainya. Singkatnya semua bahan yang bisa didaur ulang. Sampah-sampah ini mesti dimasukkan dalam plastik khusus yang juga bisa didaur ulang. Dari plastik ini, sampah dimasukkan ke kotak sampah berwarna cokelat. 

Kategori ketiga adalah plastik. Sampah ini mudah dikenal dari jenis bahannya. Semua bahan yang berasal dari plastik baik plastik pembungkus maupun botol berbahan plastik. Kotak sampahnya berwarna kuning. 

Dari sampah plastik ke kategori keempat, sampah residuo, sampah yang tidak masuk dalam kategori kertas, plastik, dan kaca. Sampah ini misalnya debu lantai yang tebal, potongan kain bekas, dan sebagainya. Kotak sampahnya tidak berwarna. Tetapi, bisa diketahui dari jenis plastiknya. Ada plastik khusus tempat menampung sampah residuo. Tukang sampah pun sudah tahu kategori ini.

 [caption caption="kotak sampah residuo yang di ujung kanan, kelihatan sebagian saja"]

[/caption]Kategori kelima adalah sampah berbahan kaca. Tentu bukan saja kaca jendela yang pecah. Sampah ini juga berasal dari botol minuman seperti anggur dan bir. Atau juga pecahan piring dan gelas kaca. Kotak sampahnya berwarna hijau dan ukurannya besar. Kotak sampah ini biasanya diletakkan di dekat restoran, pizzeria, atau bar. Dari sinilah biasanya dibuang botol-botol minuman. Jangan kaget jika pada tengah malam, atau pagi hari di musim panas, ada bunyi seperti bunyi gempa. Saya kaget pada awalnya. Maklum sudah terlatih untuk peka dengan sumber bunyi saat gempa di Jogjakarta 2006 yang lalu. Tapi ini bukan bunyi gempa melainkan bunyi botol yang dijatuhkan dalam kotak sampah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun