Mohon tunggu...
Gloria Manarisip
Gloria Manarisip Mohon Tunggu... Pramugari - I'm just an ordinary writer who is amazed by korean and pop culture

I write things that makes me amazed, from things that i love, and things that i hope i could remember forever.. Jakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Artis Korea dan Indonesia yang Gemar dengan Sensasi

26 Agustus 2017   14:54 Diperbarui: 26 Agustus 2017   16:26 3367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: socialbearing.com

Untuk sampai ke Countdown Asian Games 2018 beberapa waktu yang lalu, our goverment faces a lot of criticism. Ketika artis Korea Selatan, Girls' Generation yang mereka undang dan juga idola terberat saya baru dirumorkan akan datang saja, salah satu psikolog Indonesia yang cukup terkenal menulis di status media sosialnya dengan bunyi begini.

"Wahai Bapak Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia! ada apa di balik rencana bapak undang band simbol seks dihari Proklamasi?#yangbeneraja Pak. Apa kita kehabisan stik mahakarya dr seniman super kreatif kita, sampai bapak undang simbol seks & pelacuran di hari Proklamasi? "

Saya bacanya sampai mau nangis, karena yang dia hujat adalah idola saya sejak 7 tahun lalu. Saya langsung tracking komentarnya dan berniat melampiaskan amarah saya. Begitu saya mau ngetik, ada satu komentar orang di atas saya yang membuat saya tertegun.

"Kita jangan marah2 sama Ibu ini, karena kalau gitu gak ada bedanya kita dengan dia." Ajaibnya, ratusan komentar untuk psikolog ini berubah 180 derajat. Orang-orang satu persatu menuliskan bagaimana mereka bisa menjadi fans dari penyanyi asal negeri ginseng ini. Ada yang menyelipkan foto dimana mereka mengumpulkan uang bersama-sama dan mengirimkan donasi tersebut ke UNICEF dengan mengatasnamakan idola mereka, untuk alasan yang sangat sederhana: idola kami telah melakukan hal yang sama. Ada begitu banyak cerita inspiratif lainnya yang belum pernah saya tahu sepanjang 10 tahun karir mereka.

Satu hari sebelum acara countdown dimulai, leader dari girlband kesayangan publik Korea Selatan ini tiba di bandara Soekarno Hatta. Terjadi sesuatu yanag di luar kendali security yang saat itu terdiri TNI dan pihak Angkasa Pura. Di saat rombongannya memecah kerumunan orang yang telah menunggu di pintu kedatangan, some people dare to harrassed her, they were touching her in the most unappropriate places, and it was so chaotic and she ended up crying on the way to her car.

Beberapa jam setelah kejadian tersebut, news spreads like a wildfire, dan berita ini sampai ke telinga bangsa Korea Selatan, China, dan forum berita internasional lainnya. Saya terpaksa menemukan komentar-komentar international netizen yang mengatakan kita bangsa barbar, rapist, pseudo mongkey dan bahasa kasar lainnya. What have we done? 

Saya meringis melihat nama negara saya beserta masyarakatnya secara keseluruhan dinilai dari kejadian hitungan menit di bandara Soekarno Hatta tersebut. Dan untuk pertama kalinya saya betul-betul merasa malu. 

Saya banyak bertemu anak muda seumuran saya yang mengatakan mereka udah nyerah sama Indonesia. Ada yang bilang mereka sudah tidak mau pulang ke Indonesia lagi setelah lulus kuliah. Ada yang bilang mereka capek sama koruptornya, dan ada yang masih sakit hati, "Kok orang bener dipenjara?". Mereka betul-betul lelah sama orang-orangnya. 

Tetapi begitu menonton hasil acara Countdown Asian Games yang dibuka oleh Presiden Jokowi, dan saya menonton idola saya di atas panggung, saya teringat beberapa tahun yang lalu, dalam salah satu reality show dimana Girls' Generation menjadi bintang tamunya dan mereka dipertemukan oleh kalangan manula di Korea Selatan.

Ketika itu, salah satu dari orang tua tersebut mengucapkan "terima kasih... karena kalian kami sudah tidak diejek lagi".

Puluhan tahun yang lalu, sebelum dunia mengenal Kpop, drama-drama Korea, Samsung, LG, Lotte maupun Hyundai, sekumpulan pemuda Korea menjalani military service jauh dari bangsa mereka, dan tiap kali pemuda-pemuda ini menulis surat dalam bahasa ibu mereka, bangsa barat mengolok-olok mereka. "Orang bilang kami bukan menulis, tetapi menggambar guratan. Mereka tidak tahu kami punya huruf bangsa sendiri. Tiap kali kami lewat mereka mengejek kami sebagai 'the stingky one'".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun