Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Buat Stigma Bus Pariwisata Serupa Keranda Mayat Berjalan

30 April 2017   17:30 Diperbarui: 30 April 2017   20:13 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kecelakaan bus di Ciloto, Cianjur - foto: bogor.tribunnews.com

Belum lekang kengerian kecelakaan bus pariwisata di Selarong Bogor, kecelakaan di Ciloto pun baru saja terjadi. Long weekend yang seharusnya menjadi suka, kini menjadi duka untuk anggota keluarga korban. Semua pihak yang bertanggung jawab seolah tidak membuktikan keamanan dan kelaikan moda transportasi satu ini. Belum sebulan, 2 kecelakaan bus pariwisata menelan banyak sekali korban. Pihak PO (Perusahaan Otobis), Dishub, dan Kepolisian pun wajib bertanggung jawab atas hal ini. Jangan sampai nanti bus pariwisata menjadi keranda mayat berjalan?

Saat PO mencoba memfasilitasi para penumpang yang ingin berlibur. Ada satu hal yang patut mereka ingat. Para penyewa bus mereka adalah manusia. Jangan sampai hanya sekadar memenuhi target sewa long weekend bus reot dan tidak laik jalan disewakan. Seharusnya pihak PO tahu dan faham benar kondisi bus mereka. Para teknisi di bengkel dan crew bus sebaiknya tahu kondisi bus yang mereka urus. Bohong jika riwayat 'kesehatan' bus mereka tidak tahu.

Karena penyewa hanya tahu bus pariwisata bisa berjalan dan mengantar sampai tujuan. Penumpang atau konsumen kita memang cenderung tahu bersih soal ini. Karena ada kepercayaan atas bus PO. Bagus atau jelek penampakan bus kadang pun menipu keadaan kelaikan bus. Ditambah, jika supir yang memang kurang kompeten diminta menyupiri bus pariwisata. Kondisi jalan dan pengalaman supir yang minim pun mau tidak mau menyumbang kecelakaan bus pariwisata.

Kemudian pihak Dishub yang berkala mengecek kelaikan bus pariwisata pun harus benar-benar benar. Jangan sampai cek mesin, kehandalan supir, kelaikan bus, dll cuma formalitas. Pun jangan mau disogok oleh uang. Dishub adalah perpanjangan tangan konsumen. Karena penumpang kembali bus pariwisata yang bisa dikendarai lulus uji laik jalan Dishub. Jangan sampai kepercayaan ini buyar karena oknum yang terima suap atau memalsukan proses yang seharusnya dijalankan.

Dishub pun harusnya memiliki standar yang tinggi menyoal kelaikan bus pariwisata. Karena moda transportasi ini tidak pernah sepi penumpang. Apalagi saat liburan panjang atau lebaran, penumpang bisa saja membludak. Namun tingginya jumlah penumpang seolah tidak membuat pihak Dishub lebih waspada. Pihak PO bus yang nakal dan oportunis pun akhirnya mengakali peraturan Dishub yang sudah ada.

Terakhir, pihak kepolisian lagi-lagi berfokus pada tindakan kuratif semata. Saat kecelakaan terjadi, pihak-pihak terkait segera diselidiki. Bagaimana tindakan preventif yang ada? Sudahkah kecelakaan yang terjadi menjadi contoh probabilitas kecelakaan dari PO yang lain. Pihak kepolisian harus bisa dan mau menekan angka kecelakaan ini dengan menggandeng pihak PO dan PO. Peraturan kelaikan yang lebih ketat dan pengujian kendaraan dan supir harus bisa dibuat.

Karena kecelakaan demi kecelakaan seolah menjadi fenomena long weekend yang suram. Pihak Polantas sebagai divisi kepolisian harus benar-benar mengawasi bus pariwisata sebelum dan saat di jalan. Sudahkah Polantas dan Dishbu benar-benar menjamin keamanan bus di jalan. Faktanya, korban kecelakaan bus pariwisata tidak hanya dari penumpang. Namun juga kendaraan lain di jalan. 

Saya, Anda atau kita sebagai penumpang tentu percaya dengan kelaikan kendaraan. Karena bus sudah bisa dikendarai dan berjalan di jalan raya. Namun ketiga pihak diatas seharusnya tahu apa yang terjadi dalam memproses kelaikan kendaraan. Walau tidak sekadar human dan vehicle error menyumbang kecelakaan. Faktor alam dan pengendara lain bisa saja terjadi. Namun toh tidak pernah salah menjamin keamanan dan kelaikan kendaraan bukan.

Kita dan pihak-pihak di atas tentu tidak pernah ingin kecelakaan terjadi. Namun upaya yang dibuat agar probabilitas celaka diperkecil seolah belum nyata. Sehingga bisa saja stigma bus pariwisata serupa keranda mayat berjalan terbersitu di kepala kita. Dan kita tidak ingin hal ini terjadi.

Salam,

Wollongong, 30 April 2017

08:30 pm

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun