Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Buat Apa Sih Selfie di Makam Pak Habibie?

15 September 2019   21:10 Diperbarui: 16 September 2019   09:09 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selfie oleh Saipano - Foto: pixabay.com

Netizen gaduh menyoroti perilaku warga +62 dengan ponselnya. Warga yang berdatangan ke makam Presiden ke- 3 RI, BJ Habibie cukup banyak. Yang memprihatinkan dari mereka adalah menggunakan latar nisan makam BJ Habibie sebagai media selfie atau swafoto (Liputan6.com). 

Hasil tangkapan layar dari akun Instagram Lambe Turah menggambarkan perilaku di atas. Tidak cuma satu-dua orang. Tapi cukup banyak para pelayat yang selfie berlatar pusara BJ Habibie di Taman Makam Pahlawan.

Pertanyaan yang menggelayut dan mengusik kita adalah: Buat apa sebenarnya selfie di makam bapak BJ Habibie?

Mungkin motivasi eksistensi mengaburkan etika berduka. Atau mungkin sekadar mengikuti sensasi orang-orang yang berswafoto di makam beliau pada waktu itu.

Selfie yang mengundang rasa miris kita pernah saya bahas. Pada Desember tahun lalu, ketika tsunami usai menghentak pesisir Anyer. Serta menimbulkan banyak korban jiwa menyisakan kerusakan fisik. Banyak pengunjung malah sibuk memakai latar bencana untuk berswafoto. 

Negara ini patut berkabung mengantarkan salah satu mantan Presiden ke peristirahatan terakhirnya. Namun, ada etika dan logika yang tidak bekerja saat selfie menjadi perunyam suasana duka cita ini. 

Hakikat selfie yang umum diketahui sebagai pengumbar hedonisme. Agak kurang tepat (malah tidak tepat) dikontekstualisasi pada saat berduka. Baik pun itu saat bencana dan berduka.

Selfie juga tidak pernah lepas dari pengungkapan tawa, wajah bahagia, bahkan angkuh. Dengan beragam filter dan upaya pengkondisian latar yang harus sempurna. Ditambah puluhan sampai ribuan kali jepretan kamera ponsel atau kamera pro. Selfie mencerabut realitas untuk dimaknai ruang hiper-realitas.

Tangkapan Layar akun Lambe Turah - Liputan6.com
Tangkapan Layar akun Lambe Turah - Liputan6.com
Berbeda dengan konteks berduka dan tertimpa bencana. Karena realitasnya begitu pahit bahkan pada titik nadir. Kita sebagai manusia ditelanjangi, dibuat frustasi, dan berpasrah pada nasib. Rasa nelangsa dan duka ini patutnya diresapi, dihadapi, dan diterima apa adanya. Jauh berbeda dengan konteks selfie yang begitu palsu.

Selfie sebagai ajang pamer faktanya memang banyak. Dengan semakin banyak orang selfie di beragam tempat yang orang bisa pikirkan dan kunjungi. Banyak orang berpikir dan bertindak diluar akal sehat demi mendapat selfie yang mengundang sensasi demi eksistensi.

Demi foto selfie, Sandra Manuela berdiri di ujung selasar hotel lantai 27 Luxor Tower di Panama. Namun nahas, Manuela terhempas angin dan jatuh menghujam beton. Nasib serupa dialami pasangan pencari adrenaline yang jatuh 245 meter di Grand Canyon U.S pada Desember tahun lalu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun