Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

74 Tahun Indonesia dan Kedaulatan Digital

17 Agustus 2019   14:14 Diperbarui: 17 Agustus 2019   15:24 4330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kedaulatan Digital - Sumber Ilustrasi: pixabay.com

"Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak. Karena itu kedaulatan data harus diwujudkan hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi. Regulasinya harus segera disiapkan tidak boleh ada kompromi!!" Petikan Isi Pidato Kebangsaan Presiden Joko Widodo, 16 Agustus 2019

Diantara 5,1 miliar lebih netizen dunia, Indonesia memiliki 150 juta pengguna internet aktif. Di dunia, users internet Indonesia menempati urutan ke 5 setelah Brazil dan Amerika Serikat.

Di Asia Pasifik, Indonesia menempati urutan ke 3 untuk jumlah users setelah China dan India. Penetrasi users sosmed kita mencapai 56% dari populasi dengan Facebook sebagai sosmed terpopuler.

Arus informasi dunia digital begitu lekat dalam kehidupan kita. Dari mulai mencari resep rendang di YouTube. Sampai menguntit akun calon akuntan via LinkedIn bisa dilakukan. Saking manjanya, makan pun dipesan via aplikasi ojek online.

Informasi viral yang muncul pagi hari di Twitter, diberitakan siang di televisi. Kabar hoaks yang sore beredar pun, bisa disoroti menjadi headline portal berita sampai media arus utama. Batas-batas informasi dunia digital dan nyata kini kian kabur dan tidak berbatas waktu, tempat, dan akses.

Secara personal pun, kita akan merasa gugup tidak membuka notifikasi sosmed. Ada rasa ketertinggalan dalam fikiran kita atas apa yang terjadi di Indonesia sampai dunia 10 menit saja jauh dari linimasa. Dan menjadi orang yang kudet alias kurang update, bukan menjadi prioritas manusia modern.

Namun dibalik dinamika dan kohabitasi kita dalam dunia maya. Kita hanya menjadi data yang ditarget iklan dan jasa. Setiap akun yang kita buat menjadi komoditas produk, jasa, dan layanan. Kita tukar privasi dan data pribadi dengan akun Facebook, Instagram, atau Twitter.

Perlindungan data pribadi di Indonesia diakui rapuh. Dengan kasus yang cukup signifikan yaitu Dukcapil yang diduga memberi akses data pribadi untuk ribuan perusahaan swasta.

Warga Tangsel sempat diamankan polisi karena menjual bebas database berupa KK dan nomor KTP di sebuah situs. Jual-beli database penduduk juga terjadi via grup Facebook.

Kebocoran data pribadi juga terjadi di ranah lain. Facebook pernah mengalami kebocoran 1 juta lebih data users Indonesia di tahun 2018. Kebocoran data penjual di situs e-commerce Tokopedia terjadi di awal tahun 2019. Menyusul juga Bukalapak yang diduga mengalami kebocoran data penggunanya di bulan Mei 2019 lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun