Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membongkar Mitos Dunia Digital, "Cutting and Pasting is Note Taking"

28 Desember 2018   22:48 Diperbarui: 29 Desember 2018   16:42 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taking Note - Sumber Foto: startupstockphotos.com

Mungkin di beberapa kesempatan menulis kita memotong dan menempel (cutting and pasting) informasi digital. Hasil potong-tempel lalu dikompilasi menjadi satu. Untuk kemudian digubah dan diedit sedikit. Maka selesailah tulisan atau makalah yang kita buat.

Namun, sumber informasi digital yang begitu berlimpah kadang mengelabui kita. Semua informasi ini kadang dianggap sebagai pengetahuan. Dan dengan membuka beragam situs, kita merasa meneliti dengan baik. Aktifitas potong-tempel tak jarang sering dilakukan. Apalagi saat deadline sudah mendekat.

Mindset kita pun berubah seiring kegiatan potong-tempel dari sumber digital ini. Potong-tempel dianggap dan dipercaya menjadi kegiatan mencatat seperti umumnya. Baik itu dari sumber dari fisik maupun digital. Benarkah demikian? Jangan-jangan ini hanya pembenaran kita demi menyelesaikan sebuah tulisan atau makalah.

Mencatat (note-taking) adalah kegiatan merekam dan merangkum hal penting beragam tulisan yang kita baca. Dulu, mencatat dilakukan di media tulis berupa buku atau notebook. Kini, mencatat bisa dilakukan via media digital seperti laptop, tablet atau smartphone. Dengan media digital, mencatat dilakukan pulpen digital (stylus) khusus, mouse, atau cukup jari kita.

Kultur potong-tempel ini kian umum dan dimaklumi. Tak jarang, baik akademisi atau non-akademisi diuntungkan. Karena mahasiswa modern dianggap bisa menyelesaikan tugas atau skripsi berkat bantuan mbah Google. Di tahun 2014, saya sempat bahas isu ini disini.

Namun di sisi lain, yang terjadi saat mencatat via media digital adalah rasa kewalahan. Kegiatan potong-tempel yang begitu sporadis, spontan, dan masif menjebak kita dalam kelindan ide utama dan fokus tulisan. Karena masifnya sumber digital, kadang potensi potong-tempel begitu tidak terduga dan terarah.

Neil Postman, dalam bukunya Technopoly (1992) melihat dunia digital bukan sekadar unsur aditif atau substratif kultur manusia. Dunia digital tidak hanya menambah potensi baru. Atau mengurangi potensi yang sudah tidak relevan. Tapi menggubah semua aspek kehidupan manusia. Dari mulai pendidikan sampai politik, kini begitu kuat dipengaruhi dunia digital. 

Dalam hal ini, keberlimpahan informasi membuat kita mengubah mindset mencatat itu sendiri. Mencatat kini bukan hanya yang penting atau esensial. Sumber yang relevan secara algoritmis Google. Interface situs yang menarik dan sumber kredibel. Sampai preferensi penulis favorit mempengaruhi informasi yang didapatkan.

Sehingga terjadi ilusi pemerolehan catatan yang komprehensif. Padahal yang terjadi, catatan yang didapat bersifat homogen dan self-indoctrination (sesuai prinsip pribadi). Walau informasinya bias, rasa kewalahan memilah dan memilih catatan 'terbaik' tetap terjadi. Karena merasa semua informasi baik. Dimasukkanlah ke dalam tulisan yang kita buat.

Tara Brabazon dalam bukunya Digital Dieting (2012) melihat aktifitas potong-tempel merugikan. Karena dengan pemerolehan informasi yang kian mudah. Kita terlena dengan informasi yang berlimpah ini. Kita pun enggan untuk mau dan konsisten berfikir kritis dalam memahami informasi.

Kesimpulan dari membongkar mitos cutting and pasting is note-taking kita bisa simpulkan sbb:

  • Aktifitas potong tempel (cut and paste) menjadi kewajaran dalam memeroleh catatan informasi di dunia digital
  • Sering, informasi yang ada dianggap sebagai ilmu pengetahuan atau sumber valid
  • Walau yang terjadi, dunia digital mendistorsi mindset kita dalam memeroleh informasi di semua aspek kehidupan
  • Berkat algoritma mesin peramban, operator, dan jejak digital, kita disajikan informasi yang mudah, cepat dan praktis
  • Namun yang terjadi, terjadi kebingungan mengolah informasi dengan kritis untuk sebuah catatan bernilai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun