Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gamelan adalah tentang Manusia Nusantara

10 Agustus 2018   21:55 Diperbarui: 12 Agustus 2018   09:50 1793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penabuh gamelan jaman dulu - Ilustrasi istimewa | Sumber wacana.co

Berbicara tentang gamelan adalah tentang manusia di Nusantara. Secara historis, gamelan 'dilahirkan' di Nusantara.

Gambaran konstruksi historis gamelan sebagai bentuk kesenian pun tak lepas dari ritual kesusastraan pustaka dan pusaka. Bahkan, gaya berpakaian penabuh gamelan pun menjadi simbol identitas kebudayaan. Sehingga secara arkeologis, historis, dan performatif gamelan tak lepas dari unsur manusia dengan ketidaksempurnaannya.

Dan di gelaran International Gamelan Festival (IGF) 2018 di Solo, para pakar dan praktisi gamelan menjabarkan hal diatas. Sebuah kesempatan mengenal lebih akrab gamelan yang kita tahu kadang sekadar namanya.

Prof. Timbul Haryono dari UGM menyajikan kajian arkeologis gamelan dari masa lalu. Prasasti Gandasuli dari tahun 840 M yang menginskripsi gamelan, berupa alat musik curing. Prasasti Waharu I (873 M) menggambarkan padahi atau kendang. Sampai pada awal abad 13 M, kendang memiliki beragam bentuk sampai yang kini kita temui.

Kitab Ramayana mencantumkan banyak instrumen gamelan, beberapa seperti padahi (kendang), kinnara (kecapi?), dan suling. Kitab Wirataparwa, menuliskan bangsi (suling), mrdangga (kendang), dan tala (simbal).

Relief candi Borobudur dan Prambanan pun banyak menunjukkan gamelan. Seperti relief Karmawibangangga, Lalitawistara, Jataka Awadana, dsb.

Salah satu relief menunjukkan instrumen gamelan - foto: dictio.id
Salah satu relief menunjukkan instrumen gamelan - foto: dictio.id
Prof. Sumarsam membedah gamelan dan kaitannya dengan konstruksi historis kebudayaan. Profesor yang kini mengajar di Wesleyan University, US melihat gamelan sebagai bagian dari konstruksi budaya Jawa. Gresik menjadi tempat penghasil gamelan yang cukup produktif. Gamelan kuno yang ada di Bengkulu, konon berasal dari Jawa Timur. Karena corak dan bahannya menyerupai gamelan Gresik. 

Dalam perkembangannya, gamelan menjadi pengiring 'mantra' para dalang. Karya tulis jaman dulu tidak sekadar entitas pustaka. Tetapi juga pusaka. Karena merapalkan sebuah narasi menjadi ritual tersendiri untuk dalang. Yang terkenal dalah bait kidung Bima Swarga. Bait ini tidak hanya dirapalkan banyak dalang di Jawa. Bahkan di beberapa tempat di Bali sampai saat ini.

Dr. Jennifer Lindsay seorang peneliti dari Australia mengungkap hal menarik dari dress-up (busana) para penabuh gamelan. Bagaimana perubahan zaman berpengaruh pada tata busana penabuh. Para penabuh gamelan Kraton Solo dulu berasal dari orang biasa. Bertelanjang dada dan hanya mengenakan jarit menjadi ciri para penabuh ini.

Para penabuh gamelan di negara asing pun menunjukkan hal yang lebih menarik. Mereka menyesuaikan busana mereka selayaknya orang asing berbusana.

Seperti para penabuh yang didelegasikan dalam Misi Kebudayaan Soekarno ke Pakistan Timur (Bangladesh) tahun 1954. Sedang sebelum era Kemerdekaan, penabuh gamelan bule malah berbusana yang berkesan Jawa, blangkon/beskap/keris.

IGF Solo 2018 - ilustrasi: soloevent.id
IGF Solo 2018 - ilustrasi: soloevent.id
Penggiat kesenian Festival Lima Gunung, Sutanto Mendut melihat gamelan adalah ekspresi kebahagiaan manusia. Bahwa yang menjadikan gamelan hidup, sejatinya adalah penabuh.

Gamelan secara ekologis, spasial, dan seni pertunjukkan merefleksikan manusia dengan keragamannya. Membatasi gamelan dengan pakem adalah gaya kuno yang coba Sutanto dobrak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun