Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

17 Agustus Jangan Pergi

31 Agustus 2017   11:49 Diperbarui: 7 September 2017   09:58 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama untuk Indonesia - foto credit: Sitti Mudzdhalifah

Kebhinekaan adalah ruh dari kata merdeka untuk kita. Kita semua berbeda dan merdeka di negeri Indonesia. Perbedaan kita bukan berarti kita haru membeda-bedakan. Namun, berbeda adalah untaian indah sebuah kemerdekaan. Dan dengan merayakan Indonesia merdeka di tanggal 17 Agustus, ruh kata merdeka dalam perbedaan itu begitu kentara.

Tidak pernah saya mendengar perayaan 17 Agustus untuk satu golongan, agama, ras atau etnis. Jika Anda pernah mendengarnya, maka saya yakin hal itu tidak sesuai dengan nurani kita sebagai bangsa. Merayakan 17 Agustus tidak sekadar hura-hura menikmati kemerdekaan. Namun jauh dari itu. 17-an adalah penguat, pengkhidmat dan tanda kita kuat sebagai bangsa yang berdiri di atas perbedaan.

Berlomba dalam Kebersamaan - screenshot video oleh Afif Shidiqi
Berlomba dalam Kebersamaan - screenshot video oleh Afif Shidiqi
Saat sebuah bangsa mulai membedakan dan mengkotakkan dan mensegregasi, perpecahan pun terjadi. Atas nama satu agama, ideologi, kuasa dan harta perbedaan pun dibuat dan dipelihara. Banyak negara koyak karena membedakan satu ras, agama dan ideologi. Namun tidak dengan Indonesia. Fore-fathers bangsa ini begitu visioner melihat keberagaman hakikatnya menyatukan. Dan itulah Bhineka Tunggal Ika.

Dan begitupun di sebuah kota kecil di Australia, Wollongong. Dengan khidmat dan berbangga menjadi bangsa Indonesia, kami mengadakan helatan 17-an tanggal 26 Agustus kemarin. Walau dengan sederhana, kami tetap merasakan ruh berbangsa dengan dasar ke-Bhinekaan. Tidak ada tembok suku, ras, dan agama kami dalam merayakan 17-an di negeri orang lain. 

Ceria Kibar Sang Merah Puith - screenshot video oleh Afif Shidiqi
Ceria Kibar Sang Merah Puith - screenshot video oleh Afif Shidiqi
Merayakan 17-an di negeri seberang pun menjadi pelipur rindu kepada tanah air. Dalam kebersamaan kami bersaing dalam setiap lomba. Makan kerupuk, balap karung, atau tarik tambang bukan semata kompetisi. Lomba ini pemersatu rasa dan kebanggaan sebagai bangsa. Membuat suasana se-Indonesia mungkin di negeri orang menjadi rasa yang tak pernah terlupa. Seolah dalam hati kami terus berkata "17 Agustus jangan pergi"

Kami ingin selalu di tahun ke depan, perayaan 17-an akan terus dihelat. 17 Agustus menyatukan kami yang berkelana di negeri asing. Ada yang jauh dari Sydney dan Macquarie University bersama merayakan 17-an bersama kami. Perwakilan Konsulat Jenderal di Sydney, bapak Dicky D. Soerjanatamihardja pun menyempatkan hadir. Beliau datang untuk merepresentasi negara yang hadir untuk rakyatnya. Dan hal ini menjadi sebuah kebanggaan untuk kami.

Perwakilan Konjen Bapak Dicky D. Soerjanatamihardja - screenshot video oleh Afif Shidiqi
Perwakilan Konjen Bapak Dicky D. Soerjanatamihardja - screenshot video oleh Afif Shidiqi
Kebersamaan kami merayakan 17-an di negeri orang juga menegaskan kembali. Bahwa negara ini tidak pernah akan terpecah. Ideologi, teror, dan oknum tak bertanggung jawab tidak mampu merobek anyaman ke-Bhineka-an ini. Kami yang berada jauh dari tanah air, tetap dan terus akan menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Dan kami berjuang dan tetap cinta dan bangga pada Indonesia, salah satunya dengan 17-an ala kami.

Dari kota kecil Wollongong, kami coba tunjukkan pada dunia dengan 17-an ala kami. Indonesia, untukmu kami hadir.

Artikel 17 Agustus tahun lalu: Rame Rasa 17-an di Australia

Salam,

Wollongong, 31 Agustus 2017

02:48 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun