Mohon tunggu...
Indra Haryawan
Indra Haryawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

orang yang biasa - biasa sahaja. termasuk biasa ngutang tanpa bayar........

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Organisasi dan Sistem Gotong Royong Masyarakat Bali

24 Oktober 2011   14:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:33 3472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_139189" align="aligncenter" width="640" caption="Para Ibu Membuat Banten di Pura Agung Widya Mandala Jakarta (foto : dok pribadi)"][/caption] Masyarakat tradisional dan sebagian masyarakat modern Indonesia umumnya mengenal adanya sistem kerja gotong royong, suatu praktek yang dilakukan sekelompok masyarakat untuk melakukan pekerjaan secara bersamaan tanpa mendapat imbalan dalam bentuk tunai ataupun bayaran dalam bentuk tertentu. Demikian juga dengan masyarakat yangberada di pulau Bali, khususnya bagi yang beragama Hindu. Yang menariknya adalah masyarakat Hindu Bali yang berada di perantauan ternyata juga masih menerapkan sistem gotong royong dan ikatan masyarakat yang digunakan di Bali. Banjar, adalah ikatan sekelompok masyarakat yang tingkatannya berada di bawah desa adat. Seperti halnya desa adat, banjar juga memiliki peraturan yang mengikat anggotanya. Umumnya anggota banjar ditentukan berdasarkan domisili yang berdekatan, walaupun tidak tertutup kemungkinan warga perantauan yang bertempat tinggal nun jauh di ujung dunia tetap menjadi anggota dan terikat dengan peraturan banjar di desa asalnya. Sebagai pusat dari Banjar, di Bali dikenal adanya Bale Banjar sedangkan di perantauan  menggunakan Pura sebagai pusatnya. Untuk Banjar  di luar Bali, karena anggotanya tersebar luas, wilayah yang dilingkupi jauh lebih besar. Misal saja untuk di Jakarta mengikuti pembagian wilayah kotamadya yang ada. Walaupun demikian bisa saja terjadi mereka yang berdomisili di Jakarta Barat, karena alasan tertentu, masuk ke ikatan Banjar di Tangerang, sesuatu yang tidak wajar kalau dilakukan di Bali. Sedikit lebih kecil dari Banjar, dikenal adanya ikatan yang disebut dengan Tempek (e dibaca seperti pada kata ember) dengan anggota sekitar puluhan orang sampai seratusan. Lebih kecil lagi, setiap Tempek dibagi ke dalam kelompok. Kewajiban gotong royong yang dilakukan juga tidak berbeda seperti yang dilakukan di Bali. Misalkan saja arisan warga, membantu persiapan kegiatan upacara keagamaan di pura,  memberikan sumbangan kepada keluarga yang ditimpa musibah atau membantu pada acara seperti perkawinan atau kematian. Untuk setiap pekerjaan yang memerlukan keterlibatan tenaga kerja ditentukan seberapa banyak tenaga yang diperlukan. Selain untuk pembagian tugas dari masing - masing orang, jumlah tenaga yang terlibat juga menentukan berapa makanan yang harus disediakan oleh pemberi kerja. Misal dalam suatu upacara perkawinan, karena kegiatan yang ada tidak terlalu besar, bisa saja cukup melibatkan hanya satu kelompok dari Tempek. Sebagai pengganti upah disediakan makanan dan minuman. Untuk pekerjaan yang dimulai pagi hari akan disediakan sarapan plus kopi dan teh. Menunya bervariasi, kalau di Bali tentu saja ndak lepas dari "menu yang itu", sementarakalau di perantauan akan didominasi oleh makanan yang "umum" seperti tahu, tempe, telor, ayam goreng. Sayurnya bisa berupa urap, atau jika beruntung bisa mendapatkan hidangan Jukut Ares alias sayur batang pisang muda yang jarang bisa didapatkan di luar Bali. Jika pekerjaan direncanakan sampai dengan lewat tengah hari, disediakan juga makan siang. [caption id="attachment_139202" align="aligncenter" width="320" caption="Makan Bersama (foto : dok pribadi)"][/caption] Secara perhitungan mungkin saja menyediakan makanan dan minuman akan mengeluarkan biaya yang sedikit lebih besar dibanding mengggunakan tenaga bayaran, tetapi ikatan kemasyarakatan ditempatkan pada prioritas yang lebih tinggi dibanding dengan materi. Satu ciri khas dalam acara gotong royong adalah adanya kesempatan untuk bersoasialisasi dengan sesama warga, saling bertukar kabar, dan kesempatan untuk menjaga keakraban dengan warga lain. Secara tidak langsung, setiap warga akan diajarkan tentang satu bagian dari konsep Tri Hita Karana, bahwa keseimbangan hidup akan tercapai dengan membina hubungan baik dengan sesama manusia. Jakarta 2011-10-24

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun