Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

(PDIP vs FPI) Jokowi dan PDIP yang Semakin Terpuruk, SBY Pun Ambil Untung

21 Januari 2017   12:19 Diperbarui: 21 Januari 2017   13:39 5717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seluruh kader PDIP sudah mendapat instruksi untuk bersiap siaga menghadapi FPI. Begitu yang disampaikan Ketua Badan Penanggulangan
Bencana PDIP, Umar Bonte, pada Kamis 19 Januari 2017. Instruksi ini dikelarkan setelah Rizieq Shihab mempersoalkan isi pidato Megawati
yang dianggap menistakan agama.

Perseteruan antara PDIP vs FPI ini tidak bisa dianggap enteng. FPI bukanlah ormas picisan seperti yang dipandang para pendukung Jokowi/Ahok. FPI memiliki massa yang cukup militan. Bahkan, massa FPI siap mati. Dukungan yang diberikan berbagai ormas dan tokoh masyarakat kepada FPI pascabentrok FPI-GMBI pastinya dapat dijadikan sebagai alat ukur kekuatan FPI. Sementara PDIP adalah partai yang memiliki basis massa terbesar di Indonesia. Loyalitas kader dan simpatisan PDIP kepada partai dan Megawati pun tidak perlu diragukan lagi.

Namun demikian, konflik antara PDIP dengan FPI bukanlah tawuran sporadis seperti bentrokan FPI dengan GMBI. Akan ada banyak kekuatan
dengan banyak kepentingan yang ikut bermain dalam “permainan” ini. Kedua belah pihak akan mendapat sokongan dari berbagai pihak, baik secara terbuka maupun diam-diam. Ada pihak yang mendukung PDIP. Ada yang mendukung FPI. Tetapi ada juga yang bermain di dua kaki dengan mendukung PDIP dan FPI.

Pertanyaannya, siapa yang paling merugi dalam konflik PDIP-FPI?

PDIP adalah partai politik pemenang Pemilu 2014. Dan, dua tahun lagi saat Pemilu 2019 digelar, PDIP akan kembali berebut suara dengan sejumlah parpol lainnya. Saat itu, semua parpol yang ikut dalam kontestasi pemilu merupakan pesaing PDIP, termasuk parpol yang saat ini berkoalisi dengan PDIP di pemerintahan. Seperti saat Pileg 2014, Nasdem pun pastinya tidak akan segan-segan melancarkan serangan kepada PDIP lewat corong-corong media kampanyenya.

Lawan-lawan politik PDIP pastinya akan memanfaatkan perseteruan antara PDIP-FPI untuk menggerus elektabilitas partai banteng moncong putih
tersebut. Lewat FPI dan sejumlah ormas Islam, dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Megawati akan digoreng. Gorengan ini akan dibumbui
dengan isu PKI, anti-Islam, korupsi, termasuk dukungan PDIP kepada Ahok. Dengan berbagai isu besar yang dialamatkan kepada PDIP, besar kemungkinan nasib parpol pimpinan Megawati pada 2019 nanti jauh lebih parah ketimbang nasib Partai Demokrat yang hanya digoyang kasus
korupsi kader-kadernya.

Kesalahan narasi yang dibangun oleh pendukung Ahok tentang NKRI vs Islam, Pancasila vs Islam, Kebhinnekatunggalikaan vs Islam, dll, saat membela Ahok akan dikembangkan sedemikian rupa dan dijadikan amunisi untuk menyerang PDIP.

Perseteruan antara PDIP-FPI sebenarnya merupakan serangan terhadap Jokowi. Jokowi yang tengah dihadapkan pada persoalan yang berpotensi
merusak kerukunan antar anak bangsa menjadi terbebani dengan adanya konflik ini. Para lawan politik Jokowi akan berupaya keras untuk
mengarahkan perhatian untuk tetap tertuju pada kemelut yang mengarahpada konflik horisontal ini. Tujuannya jelas untuk membangun persepsi
tentang kegagalan Jokowi.

“Negara kok jadi begini” yang dicuitkan SBY pada Jumat 20 Januari 2017 tidak bisa hanya dipandang sebagai curhat, tetapi sebagai serangan kepada Jokowi. Cuitan SBY itu dilontarkan di tengah semakin maraknya persoalan yang mendera pemerintahan Jokowi. Ada ungkapan rasa ketidakadilan dalam kicauan SBY tersebut. Lebih lagi, kicauan SBY itu disuarakan pada hari di mana cawagub pasangan anaknya, Sylviana Murni, diperiksa oleh Bareskrim Polri berkenaan dengan dugaan tipikor.

Diatur atau tidak, dari sisi waktu cuitan SBY tersebut sangat tepat. Cuitan “Negara kok jadi begini” diunggah di saat telah terjadi benturan fisik. Sementara, aparat hukum yang seharusnya memerangi informasi hoax malah terjerumus dalam perilaku yang diperanginya. Belum lagi media arus utama yang secara kompak dan tanpa rasa bersalah juga turut menyebarluaskan informasi hoax. Kalau di masa pemerintahan SBY hanya media abal-abal yang menyebarkan hoax, di era Jokowi, media arus utama pun menjadi pelaku hoax. Lagi pula, sekalipun sama-sama hoax, berita hoax Metro TV tidak bisa disamakan dengan hoax ala Obor Rakyat.

Rasa ketidakadilan yang diungkapkan SBY lewat cuitannya adalah rasa yang sama seperti yang disuarakan dalam berbagai unjuk rasa sejak
Oktober 2016. Lewat cuitannya itu, dengan cerdas SBY memosisikan diri sebagai tokoh yang turut merasakan adanya ketidakadilan sebagaimana
dirasakan oleh penentang Jokowi/Ahok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun