Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bukan Karena Rupiah Jokowi Jatuh, Tapi Karena Lewat Jalan Ini

28 Agustus 2015   10:23 Diperbarui: 28 Agustus 2015   15:11 21741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak yang berpikir Jokowi akan segera jatuh gara-gara kenaikan Dollar terhadap Rupiah. Yang berpikir, bahkan bisa dibilang berharap, orangnya itu-itu juga, kelompoknya itu-itu juga, partainya itu-itu juga, mendianya itu-itu juga, sinetron yang digandrunginya pun itu-itu juga, sinetron Turki “Cinta di Musim Cherry”. Mereka, orang yang itu-itu juga berpikir kalau situasi sekarang mirip dengan yang dialami bangsa ini pada 1998.

Lengsernya Soeharto itu bukan hanya melulu persoalan krisis ekonomi, apalagi cuma karena naiknya Dollar. Kalau hanya karena anjloknya Rupiah terhadap Dollar, paling tidak akhir 1997 Soeharto sudah turun sebab ketika itu Dollar sudah meroket lebih dari empat kali lipat. Kalau pun dikaitkan dengan kenaikan Dollar, maka turunnya Soeharto bukanlah sebuah proses yang singkat. Jika dihitung sejak awal mula krisis yaitu sekitar bulan Juli/Agustus 1997, maka dibutuhkan waktu hampir 10 bulan untuk mendesak Soeharto untuk lengser.

Lengsernya Soeharto lebih banyak disebabkan menurunnya dukungan politik ketimbang krisis ekonomi. Ketika itu, dua-tiga bulan jelang Soeharto turun, aksi unjuk rasa digelar hampir setiap hari di berbagai kota. Sepanjang waktu itu aktivitas mahasiswa hanya diisi dengan berunjuk rasa. Awalnya, tema unjuk rasa bukan mendesak Soeharto turun, tapi reformasi dengan menggusung isu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Memang ada suara yang mendesak Soeharto untuk lengser (yang dikemas dalam kata “suksesi”), tapi suaranya tidak begitu nyaring, nyaris hanya sekedar bisikan. Desakan kepada Soeharto untuk turun baru terdengar nyaring setelah peristiwa kerusuhan Mei 98. 

Di luar unjuk rasa mahasiswa yang semakin mengkristal, situasi keamanan pun semakin memburuk. Di berbagai daerah stabilitas keamanan mulai terganggu. Diawali isu dukun santet di berbagai kawasan di pantai selatan Jawa yang kemudian disusul oleh isu ninja di daerah tapal kuda Jawa Timur. Ditambah lagi dengan pengunduran diri sejumlah menteri dan desakan mundur oleh MPR yang disampaikan oleh Harmoko yang saat itu menjabat Ketua DPR/MPR. Bersamaan dengan itu desakan dari luar negeri kepada Soeharto untuk meletakan jabatannya pun semakin kuat.

Bukan hanya itu, perpecahan di tubuh ABRI, khususnya Angkatan Darat, yang semakin melemahkan posisi politik Soeharto. Bahkan, bisa dikatakan, perpecahan di tubuh ABRI inilah yang menjadi pemilik saham terbanyak dalam lengsernya Soeharto. Peristiwa kerusuhan Mei 98 telah menyadarkan Soeharto kalau ia telah kehilangan kendali atas militer yang selama 32 tahun menjadi penopang utama kekuasaannya.

Bisa dibilang penyebab lengsernya Soeharto pada 1998. sebelas dua belas dengan penyebab turunnya Gus Dur pada 2001. Keduanya turun karena kehilangan kendali atas kekuatan politik. Berkaca dari penyebab turunnya Soeharto dan Gus Dur maka sungguh naif jika dikatakan anjloknya Rupiah akan berdampak pada turunnya Jokowi.

Situasi keamanan sampai saat ini terkendali, sekalipun sempat terjadi konflik beraroma SARA di Tolikara, Papua dan pembakaran gereja di Singkil Aceh. Tenangnya masyarakat dalam menyikapi dua isu SARA ini telah membuktikan bahwa rakyat Indonesia tidak mudah lagi terpancing. Di sini peran tokoh masyarakat, ulama, netizen, dan serta media tidak bisa dipandang sebelah mata. Di samping itu kekompakan aparat kemamanan pun memiliki peran strategis dalam menjaga situasi.

Kalau situasi keamanan stabil, bagaimana Jokowi bisa dipaksa turun pada September 2015 nanti? Kembali berkaca pada turunnya Soeharto dan Gus Dur, untuk menurunkan presiden dibutuhkan aksi unjuk rasa secara masif di berbagai daerah yang berlangsung selama berminggu-minggui. Apakah pendemo mundurnya Jokowi memilik nafas yang panjang untuk terjun dalam unjuk rasa maraton?

Namun demikian, potensi adanya guncangan terhadap keamanan bukanlah hal yang mustahil. Hal ini bisa dilihat dari maraknya propaganda anti-China  pasca digusurnya Kampung Pulo oleh Ahok. Sentimen anti China saat ini seolah mendapatkan momentumnya setelah sekian lama hanya berputar-putar pada isu-isu yang hanya berupa kabar burung ataupun berita plintiran. Propaganda  anti China saat ini mirip dengan yang terjadi sebelum 20 Mei 2015. Ketika itu dengan menunggangi isu beras plastik yang diberitakan diimpor dari China, propaganda anti China disuarakan lewat sejumlah media.

Di sisi lain sejumlah pihak mengkondisikan umat Islam di Indonesia tengah didzolimi oleh pemerintahnya sendiri. Selain membentuk opini bangsa Indonesia yang mayoritas muslim ini tengah dikendalikan oleh asing, aseng, dan asong, pihak-pihak ini pun menyebarluaskan adanya ancaman dari penganut Syiah yang katanya akan melancarkan revolusi pada 2018 nanti, demikian juga dengan bangkitnya PKI. Sungguh diluar akal sehat kalau Syiah akan melancarkan revolusi mengingat penganutnya di Indonesia berjumlah kurang dari 5 juta, itu sudah termasuk orang tua dan anak-anak. Sedang PKI tidak mungkin bangkit karena rakyat Indonesia yang masih alergi terhadap PKI.

Propaganda anti-China paling nyaring dibanding propaganda anti Syiah dan anti PKI dikarenakan beberapa sebab. Pertama, etnis China lebih mudah diketahui dari ciri fisiknya. Kedua, adanya pengalaman konflik antara etnis China dengan etnis lainnya. Saya tidak memakai istilah konflik pribumi dan non pribumi sebab sebagian bangsa Indonesia ini keturunan China yang datang dari Yunan. Selanjutnya orang China secara bergelombang datang dan mendiami Nusantara selama ribuan tahun. Di Cirebon, contohnya, jauh sebelum Cheng Ho mampir ke pelabuhan Muara Jati, orang China sudah banyak yang menetap. Demikian juga dengan orang Arab, Pasai (Aceh), Palembang, Majapahit, Bugis, India, dan lainnya.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun