Mohon tunggu...
Gan Pradana
Gan Pradana Mohon Tunggu... Dosen - Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Saya orang Indonesia yang mencoba menjadi warga negara yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyoal Operasi Tangkap Tangan KPK

26 September 2017   21:02 Diperbarui: 26 September 2017   21:58 3241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

OTT (Operasi Tangkap Tangan), sebuah cara yang selama ini digunakan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menciduk tersangka koruptor, kini digunjingkan banyak orang.

Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman tadi (Selasa 26 September 2017) kembali menyinggung soal OTT ketika Komisi III mengadakan rapat dengar pendapat dengan KPK di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Bisa dipahami jika OTT dipersoalkan banyak orang, terutama para koruptor --utamanya teman dan keluarga koruptor --, sebab ketika seorang pejabat diciduk KPK dan komisioner KPK mengumumkan ke publik "telah melakukan OTT", si tersangka koruptor tak bisa lagi melakukan perlawanan dan harus bersiap-siap mengenakan rompi oranye.

Ada yang menafsirkan OTT -- jika ini dilakukan polisi, jaksa dan KPK -- adalah penangkapan terhadap seseorang yang tengah melakukan kejahatan bersama barang bukti kejahatan pada waktu dan tempat bersamaan. Bahasa gaulnya "tertangkap basah".

Konkretnya, pencidukan seorang penjahat (koruptor misalnya) pantas disebut sebagai OTT jika orang tersebut jelas-jelas menerima uang suap dari seseorang dan dipergoki penyidik KPK.

Jika itu diterapkan dalam kejahatan narkoba, OTT adalah ketika polisi menangkap seorang pengguna narkoba sedang mengisap sabu-sabu di sebuah tempat, berikut barang buktinya.

Jika kriteria seperti itu yang dipakai, maka hampir semua tersangka koruptor yang diciduk KPK selama ini tidak kena OTT, sebab barang bukti korupsi (uang suap dan sejenisnya) tidak sedang diserahterimakan dari tersangka lain kepada sang koruptor.

"OTT" terhadap Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman misalnya. Ia ditangkap KPK September tahun lalu tanpa barang bukti di tangan. Irman ditangkap bersama tiga orang lainnya.

KPK menangkap Gusman ketika tiga tersangka lain baru saja keluar dari rumah Gusman. Tim buru sergap KPK kemudian menggelandang ketiganya masuk kembali ke rumah Gusman. Saat bertemu dengan Gusman, tim KPK kemudian meminta laki-laki ini menunjukkan dan menyerahkan bungkusan yang diduga merupakan pemberian dari "tamu" Gusman.

Entah, bagaimana ceritanya, KPK lalu mengamankan uang Rp 100 juta yang diterima dari Gusman. Beberapa jam setelah itu, Ketua KPK Agus Rahardjo pun mengumumkan telah melakukan OTT terhadap Gusman.

Kali lain saat KPK menangkap Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti pada Juni 2017, petugas KPK juga tidak menangkap basah Mukti sedang menerima segepok uang haram yang belakangan diketahui jumlahnya mencapai Rp 1 miliar. Faktanya, uang tersebut dalam genggaman sang istri gubernur. KPK menyamaratakan jika istri terlibat, maka suami juga terlibat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun