Mohon tunggu...
Gani Bazar
Gani Bazar Mohon Tunggu... profesional -

selamat membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Revolusi Indonesia di Sekitar Lahirnya Republik Indonesia

22 Mei 2011   00:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:22 8801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_109495" align="aligncenter" width="212" caption="Google; mendekati perang Pasific"][/caption]

Ketika kita gunjang ganjing tentang reformasi bangsa Indonesia dan juga dalam rangka kita memperingati hari kebangkitan nasional, barangkali tidak terbayangkan bagaimana Indonesia itu terjadi melalui Revolusi Indonesia. Revolusi Indonesia tidak terlepas dari pergolakan yang terjadi didunia internasional. Pergolakan politik dunia dibelahan dunia Barat menjadi biang keladinya adalah Negara Jerman yang melakukan invasi oleh pemerintahan Nazi Hitler dengan serangan Blits Kriegnya mula-mula melanda negeri Belanda pada tanggal 10 Mei 1940, sehingga pemerintah Belanda melarikan diri ke London untuk bergabung dengan sekutu dan menjadi pemerintah pelarian, sampai dengan tahun 1941 Pearl Harbour, Teluk Mutiara diserang Jepang hingga pecah perang Pasific, pemerintah pelarian Belanda pun turut menyatakan perang terhadap Jepang.

Invasi Jepang di Asia Timur dan Tenggara sungguh menggetarkan tak dapat diduga bahkan mampu menundukkan kekuasaan Barat. Setelah Singapura jatuh ditangan militer Jepang, maka kedudukan pemerintahan Hindia Belanda tak dapat dipertahankan lagi. Serbuan tentara Jepang di Indonesia pada permulaan bulan Maret tahun 1942, dimana pada waktu itu berhadapan dengan armada laut Belanda di lautan jawa, ternyata Belandatidak mampu mempertahankan pemerintahan Hindia Belanda dan ia dipaksa menyerah pada tanggal 8 Maret 1942. Syarat-syarat penyerahan itu diumumkan oleh Komando Angkatan Darat Jepang di lapangan terbang Kalijati dekat Bandung, pada waktu itu Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir yang bernama Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer yang ditawan Jepang sekaligus pertanda berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia.

Indonesia ibarat lepas dari mulut buaya masuk kecengkraman harimau, karena rakyat Indonesia setelah ini dibawah pemerintahan Nippon Jepang. Rakyat Indonesia berada pada persimpangan jalan yaitu dihadapkan pada dua tujuan perang yaitu propaganda sekutu disatu pihak dan dipihak lain propaganda perang oleh kekuatan-kekuatan Axis ( Jerman-Italia-Jepang), Rakyat Indonesia berada dibawah negeri penjajah baru dibawah genggaman kekuasaan militer Jepang. Padahal sebelum invasi militer Jepang rakyat Indonesia mendekati masa perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Banyak pemimpin pergerakan Indonesia mengalami masa pembuangan atau dipenjara oleh pemerintah Hindia Belanda untuk melumpuhkan aktivis politik bangsa Indonesia yang menghendaki kemerdekaannya.

Selama 10 tahun terakhir dari jatuhnya kekuasaan Belanda dengan pemerintahan Hindia Belandanya yaitu tahun 1932–1942, pemimpin-pemimpin gerakan nasional Indonesia berusaha untuk membujuk pemerintah Belanda memberikan latihan-latihan militer kepada orang-orang Indonesia untuk memberikan kemampuan membela tanah air dalam keadaa perang. Saat itu suhu politik dunia semakin menegang terutama didaerah Pasifik, keadaan keuangan ekonomi Belanda mengalami depresi ditandai dengan jatuhnya wall Street tahun 1929, untuk memperbaiki depresi tersebut maka pemerintah Belanda berusaha menstabilkan situasi social dan politik di negeri jajahannya dengan menunjuk dua gubernur jenderal secara berturut-turut, melakukan penindasan dan menjaga arus ekonomi dari Belanda ke Indonesia tetap lancar dan menjamin pengangkutan melalui pengapalan bahan mentah terutama rempah-rempah berjalan terus dengan lancar.

Tanpa stabilitas social, politik di Hindia Belanda maka keadaan ekonomi akan lebih memburuk dan hal ini akan mempengaruhi negeri Belanda itu sendiri yang memerlukan bahan-bahan mentah bagi kegiatan industerinya yang semakin meluas. Kedua Gubernur Jenderal tersebut adalah Mr.B.C. de jonge (1931-1936) dan Mr.A.W.L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (1936-1942). Mereka berdua ini melaksanakan tugas tidak mudah, menghadapi persoalan-persoalan dalam negeri yang berdimensi luas, dengan meningkatnya situasi suhu politik didaerah Pasific. Menghadapi desakan dari Jepang yang memerlukan minyak dalam jumlah yang lebih besar. Jepang menampakkan gejala yang mencurigakan bagi pemerintah Belanda yang sedang bersiap-siap untuk perang atau melakukan ekspansi keselatan. Kecurigaan terhadap politik Jepang semakin nampak dengan menyusun strategi mendobrak tembok pengepungan politik dan militer kekuatan Amerika,Inggris, Tiongkok dan Belanda yang disebut dengan kekuatan A-B-C-D.

Bagaimanapun pemerintah Belanda masa itu merasa cukup aman menghadapi keadaan politik internasionaldidaerah Pasific dengan adanya front persatuan kekuatan-kekuatan A-B-C-D. Semenjak tahun 1930 an gerakan kebangsaan untuk kemerdekaan terhenti, karena tindakan-tindakan pemerintah colonial berupa penindasan, rapat-rapat umum dilarang, kemerdekaan pers dibatasi. Aparatur keamanan diberi kewenangan untuk menutup rapat-rapat partai, dan melakukan penangkapan terhadap pembicara yang pidatonya bersifat menghasut atau profokatif. Pemerintah Hindia Belanda memberikan hak kepada petugas keamanan yang disebut dengan “hak-hak luar biasa”(exorbitante Rechten). Setiap orang yang dipandang oleh pemerintah membahayakan ketertiban umum, setiap saat dapat ditangkap dan dikirim ke kamp-kamp tawanan di “Boven Digul, Irian Jaya atau ketempat salah satu pembuangan lainnya. Mohamad Hatta dan Sjahrir pemuda-pemuda Indonesia dibuang ke Boven Digul, Sukarno ke pulau Flores, Iwa Kusuma Sumantri dan Dr. Tjipto Mangunkusumo ke Banda Neira,Maluku. Walaupun partai buruh Belanda mengajukan sebuah resolusi disebut resolusi Kramer untuk membatalkan tindakan-tindakan tersebut karena melanggar hak asasi manusia, namun resolusi tersebut ditolak.

[caption id="attachment_109518" align="aligncenter" width="369" caption="Google; Perang Asia Pasific"][/caption]

Melihat tindakan pelanggaran hak asasi tersebut maka kegiatan-kegiatanpolitik gerakan kebangsaan semuladari bentuk rapat-rapat umum kebentuk “Volskraad” atau Dewan Rakyat, dimana wakil-wakil dari partai-partai politik moderat membentuk suatu kelompok parlementer yang dinamakan “Fraksi Nasional”. Melalui Fraksi Nasional ini memberikan angin kepada unsure-unsur radikal yang melakukan gerakan kebangsaan. Secara diam-diam terjalin kerjasama insidentil saling pengertian antara anggota-anggota Fraksi Nasional dan pendukung gerakankemerdekaan membebaskan tawanan-tawanan di”Boven Digul”, di Flores dan Banda Neira, dimana mereka tersiksa menjadi penonton panggung politik selama tahun-tahun gelap yang penuh penderitaan dari kolonialisme Belanda. Pemimpin Front Nasional Husni Thamrin yang menjadi terkenal dikalangan cendekiawan, mengemukakan gagasan perjuangan kaum muda kearah kemerdekaan Indonesia terus dikejar-kejar oleh aparat keamanan pemerintah colonial.

Gerakan latin untuk mencapai kemerdekaan, beberapa pemimpin sayap radikal Dr.A.K.Gani, Amir Sjarifudin, Muhammad Yamin, dll dengan mendirikan partai-partai yang kooperatif, yang selaras dengan gerakan nasional saat itu dengan tujuan mencapai kemerdekaan penuh. Mereka melakukan siasat merubah gerakan yang radikal menjadi gerakan lebih lunak berhasil membawa partai-partai politik, organisasi pemuda dan social melancarkan aksi persatuan untuk demokrasi parlementer. Lalu mereka membentuk organisasi baru yaitu “Gabungan Politik Indonesia”(GAPI), yang kemudian membuat suatu program aksi dengan slogan “Indonesia berparlemen”. Indonesia memiliki suatu Dewan Perwakilan Rakyat yang keanggotaannya dipilh menurut sistim perwakilan berimbang dan pemerintah bertanggung jawab atas kebijaksanaan yang ditempuh kepada Dewan Perwakilan Rakyat itu.

Meskipun dengan setengah hati pemerintah Belanda pada waktu itu terpaksa harus mengakui aktifitas tersebut sebagai suatu gerakan yang syah,selama masih dalam koridor Undang-Undang dan peraturan yang berlaku. Hal ini mengingat situasi internasional pada waktu itu menegang dan pemerintahan yang sedang mengalami depresi ekonomi, maka pemerintah Belanda membiarkan dan memperkenankan gerakan tersebut berdiri dan berkembang, dengan maksud mengurangi ketegangan social dan politik. Pemerintah Belanda mencoba untuk menina bobokkan perjuangan rakyat Indonesia sambil mengambil sikap menunggu dan memberikan kesan seolah-olah bersikap toleran. Untuk mengatasi gerakan perjuangan kemerdekaan yang dilakukan GAPI tersebut maka pemerintah Belanda membatasi diri dengan cara-cara diplomatic, mendirikan panitia resmi dibawah pimpinan Dr.Visman pada tanggal 14 September 1940 disebut panitia Visman.

Panitia “Visman” melaksanakan tugas menyelidiki keinginan dan pendapat, serta aspirasipolitik rakyat Indonesia diantara berbagai suku bangsa dan lapisan masyarakat yang berbeda-beda itu. Dalam kenyataanya ternyata para pemimpin partai-partai politik yang tergabung dalam GAPI menggunakan kesempatan dengan mengajukan sebanyak mungkin keinginan, pendapat dan harapan-harapan mereka. Perhatian pemerintah Belanda terpecah karena adanya bahaya pecahnya perang Pasific sehingga panitia Visman berakhir tanpa hasil, semakin tumbuhlah rasa ketidak puasan dikalangan cendekiawan Indonesia dan dikalangan unsure-unsur moderat dari gerakan nasional. Bermula dengan petisi Sutardjo dalam bentuk resolusi yang didukung oleh mayoritas anggota “Dewan Rakyat”yang terdiri dari berbagai suku bangsa.

Resolusi yang memberi kuasa kepada Sutardjo Kartohadikusumo untuk mengajukan petisi kepada pemerintah di negeri Belanda untuk mengundang suatu konferensi persemakmuran yang terdiri dari daerah-daerah jajahan Belanda dan negeri Belanda untuk membicarakan perubahan konstitusional guna memperkuat fikiran “Rijkseenheid”(kesatuan kerajaan). Petisi tersebut ditolak ratu Yuliana pada tanggal 16 Nopember 1938. Sutardjo Kartohadikusumo, dikenal sebagai seorang pegawai negeri yang setia , adalah Wakil Bupati Gresik,Jawa Timur, dan salah seorang anggota Dewan Rakyat yang berfikiran progresif berpengaruh kuat dikalangan bupati-bupati feodal aristokratis Jawayang sepanjang masa colonial Belanda merupakan kepercayaan penguasa Belanda. Penolakan petisi itu merupakan titik awal ketidak percayaan politik dikalangan luas orang-orang Indonesia yang loyal yang sebelumnya memiliki kepercayaan mutlak terhadap maksud-maksud baik pemerintah Belanda. Membangkitkan kesadaran para pejuang kemerdekaan menganggap bahwa kemerdekaan penuh hanya didapat berdasarkankemampuan diri sendiri dan hanya dengan bersandarkan pada kekuatan sendirilah dapat tercapainya kebebasan nasional itu.

Pada situasi yang genting menjelang pecahnya perang Pasific itu, melalui propaganda terbuka dari siaran-siaran radio Tokyo, Jepang mengumumkan pembebasan Asia dari dominasi Barat, dengan slogan bahwa “Asia untuk bangsa Asia”, setiap akhir siaran dikumandangkan lagu kebangsaan Indonesia “Indonesia Raya”, cipataan Wage Rudolf Supratman. Hal ini dimaksudkan untuk mengambil hati pejuang kemerdekaan Indonesia untuk berjuang bersama-sama Jepang dengan melawan orang-orang Eropa,Amerika. Para pejuang kemerdekaan menyadari bahwa perlawanan untuk meraih kemerdekaan hanya dapat dicapai atas kekuatan sendiri bukan berdasarkan pemberian kekuasaan dari bangsa lain.

Perananan yang dimainkan Sukarno dan Hatta selama masa pendudukan Jepang dengan semangatideology percaya kepada diri sendiri bersama eksponen-eksponennya adalah factor yang menentukan mencapai kemerdekaan. Gerakan kemerdekaan memperoleh dukungan moril dan politik atas dasar kekuatan diri sendiri selanjutnya terbentuk “perhimpunan Indonesia” suatu perhimpunan mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Eropa. Perhimpunan Indonesia di Eropa memperoleh pengalaman yang bermanfaat karena orientasi internasionalnya selama dua kali peperangan dunia, perang dunia yang pertama 1914-1918 dan perang dunia kedua tahun 1939-1942. Dalam percaturan politik dunia saat itu banyaknya slogan-slogan yang muluk-muluk, ternyata tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan dari slogan yang diucapkan itu.

Liga bangsa-bangsa, volkenbond, ciptaan Wilson Presiden Amerika Serikat yang memberikan harapan kepada umat manusia bagi penegakan perdamaian abadi. Liga bangsa-bangsa yang dijadikan bagian integral dari perjanjian perdamaian Versailles tahun 1919.Harapan yang dikemukakan Wilson memberikan kenyataan dan merangsang gerakan-gerakan nasional di Asia dan Afrika, yang kemudian rakyat di Asia,Afrika memberikan dukungan lahir dan bathin kepada tentara sekutu pada perang dunia pertama itu. Banyak perajurit-prajurit Asia dan Afrika yang bertempur bahu membahu dengan kawan-kawan seperjuangan dari Eropa dan Amerika di medan pertempuran Eropa. Merupakan harapan bagi rakyat yang terjajah di Asia dan Afrika bahwa hak menentukan nasib sendiri akan membawa mereka lebih dekat kepada tujuan ahir mereka yaitu pembebasan negeri yang sedang terjajah.

Berkat kenyataan akan penentuan hak menentukan nasib sendiri ini, setelah perang dunia pertama pulihnya kembali perdamaian, muncul Negara-negara baru di Eropa Tengah dan Timur seperti Polandia, Cekoslovakia, Estland, Letland, Lithauen, dan Yugoslavia. Negara-negara tersebut lahir berkat dorongan semangat menentukan hidup sendiri, sesungguhnya berasal dari golongan dan suku bangsa minoritas dari Negara-negara imperium Jerman,Rusia dan Austro=Hungarian. Peperangan tersebut memberikan peluang bagi kebangkitan melawan penguasa-penguasa mereka dan memihak kepada tujuan sekutu.

Akan tetapi hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Eropa Tengah dan Timur,sebagai realisasi tujuan perang sekutu, tidak menyangkut pada rakyat terjajah di Asia,Afrika yang merupakan urat nadi bagi Negara-negara industri di Eropa, Amerika dan Jepang. Prinsip-prinsip menentukan hak nasib sendiri tercantum dalam piagam Atlantik ditanda tangani oleh Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Sir Winston Churchil pada tanggal 14 Agustus 1941, piagam ini seakan-akan merupakan perumusan kembali prinsip-prinsip Presiden Wilson tentang persamaan dan hak menentukan nasib sendiri. Bagi Negara-negarasekutu bermanfaat untuk mengamankan dunia bagi demokrasi yang sedang berperang melawan kediktatoran yang dilakukan oleh Nazi Jerman,Negara fasis Italia, dan militeris Jepang.

Para pemimpin gerakan kemerdekaan telah mempunyai pendirian tertentu tentang perang Asia Pasific, dengan berlandaskan pengalaman selama perang dunia pertama mengajarkan mereka hususnya rakyat Indonesia dengan memihak kepada siapapun tak akan membawa hasil yang nyata bagi kebebasannya, namun harus bersandarkan kepada kekuatan sendiri, atas dasar persatuan nasional. Indonesia secara resmi adalah wilayah taklukan pemerintah Belanda yang mengasingkan diri saat Jepang menyerang Pearl Harbour tanggal 6 Agustus 1942 dan menyatakan perang dengan Jepang. Namun secara politis, para pemimpin gerakan kemerdekaan meletakkan sikap dasar bagi kepentingan nasional. Setiap bangsa berhak menentukan nasib sendiri, maka peperangan di Pasific itu adalah perang antara axis power (kekuatan poros) dan sekutu bagi Indonesia perang tersebut adalah antara negeri Belanda dan Jepang. Rakyat Indonesia tidak berkepentingan dalam peperangan tersebut, tetapi yang penting adlah kemerdekaan yang harus dicapai.

Akibat perang tersebut menimbulkan perubahan-perubahan politik dunia, perhimpunan Indonesia mendapat ilham , berbagai kegiatan telah dilakukan pada puncaknya diterimanyaasas-asas perjuangan untuk kemerdekaan nasional yang disetujui secara bulat oleh sidang lengkap perhimpunan Indonesia yang diketuai oleh Dr.Sukirman pada tahun 1925.Asas-asas perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia yang disepakati itu adalah :

  1. berdiri pada kaki sendiri (self-reliance)
  2. menolong diri sendiri (self help)
  3. penentuan nasib sendiri (self-determination)
  4. non-kooperasi (non-cooperation)

Azas-azas ini merupakan sendi-sendi dari pernyataan prinsip-prinsip pokok sebagai pedoman bagi mereka atau organisasi-organisasi yang mengabdikan diri bagi tujuan kebebasan nasional.

Perhimpunan Indonesia selanjutnya menjadi terkenal mendapat banyak dukungan kaum intelektual di Eropa, dengan mendapat dukungan moril dari gerakan buruh internasional, partai-partai pekerja, maupun serikat-serikat buruh dan akhirnya menjadi terkenal dikalangan organisasi mahasiswa Asia dan Afrika yang tersebar diibukota-ibukota di benua Eropa seperti Paris, Berlin, London, Wina dimana pada waktu itu mahasiswa-mahasiswa Indonesia dalam keadaan pelik , diwaktu berlibur mengadakan pertemuan dan menjalin hubungan erat dengan mereka.

Pada akhir tahun 1926, dan awal tahun 1927 terjadi pemberontakan oleh kaum komunis di Indonesia, masing-masing di Jawa Barat, dan Sumatera Barat. Di Tiongkok terjadi huru hara berdarah yang dimulai dari tuan-tuan tanah feudal bersenjata (Feodal warlords), dibantu oleh orang-orang Inggris yang berkepentingan melindungi modalnya di Sanghai dan daerah-daerah lain di Tiongkok. Di India tindakan-tindakan kekerasan digunakan untuk membendung gerakan nasional di India. Di Timur Tengah dan Afrika tindakan-tindakan kekerasan serupa telah dilancarkan pula, seperti pemboman kota Damsjik di Siria oleh penjajah Perancis, pengejaran dan penangkapan pemimpin-pemimpin nasional didalam daerah jajahan Inggris dan Perancis dibenua Afrika..

Hal ini menimbulkan rasa gusar bagi rakyat didunia yang sadar secara moril, kolonialisme menjadi pusat perhatian dunia sehubungan dengan peristiwa-peristiwa berdarah, pergelutan dengan kekerasan atau pemberontakan-pemberontakan setempat diberbagai daerah jajahan di Asia,Afrika. Sehingga dirasakan perlu untuk melakukan protes terhadap setiap terror dan ancaman kekerasan, dan penindasan terhadap rakyat didaerah jajahan. Rangkaian peristiwa kekerasan dan munculnya prinsip-prinsip kebebasan nasional menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat dunia yang tertindas untuk melakukan perlawanan terhadap kaum penjajah.

Di Indonesia semangat nasionalisme tanggal 28 oktober 1928, dengan sumpah pemuda yang mengikrarkan bertumpah darah satu, Indonesia ,berbangsa satu ialah Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia. Semangat sumpah pemuda ini merupakan titik awal pemuda-pemudi Indonesia untuk mewujudkan kebebasan rakyat Indonesia dari belenggu penjajajahan. Tetapi pada masa itu perjuangan masih sangat panjang mengingat pemerintah Hindia Belanda masih kokoh menduduki Indonesia.

Usaha untuk menghimpun kekuatan melawan penjajah dan anti imperialis baik perorangan maupun pergerakan organisasi-organisasi , telah dilakukan oleh beberapa organisasi buruh di Jerman.

Dalam suatu pertemuan di Brussel th.1927 untuk membahas cara-cara melawan politik agresi dan penindasan oleh kekuatan-kekuatan imperialis. Hadir utusan dari 21 negara dari 5 benua; Asia, Afrika, Eropa dan Amerika (Utara dan Selatan), terdiri dari wakil-wakil berbagai organisasi dan tokoh-tokoh perorangan yang terkenal didunia. Kongres berlangsung dari tanggal 10 s/d 15 februari 1927. pada sidang pembukaannya banyak pemimpin-pemimpin terkenal yang mengucapkan pidato yang pada dasarnya mencerminkan semangat persaudaraan dan setia kawan bagi tujuan bersama. Hasil pertemuan itu memberikan kesan yang mendalam bagi segenap pesertanya, karena isi pertemuan itu mengandung semangat setia kawan dan itikad baik, melenyapkan semua rintangan bahasa, kepercayaan, agama dan warna kulit.

Diantara wakil-wakil gerakan kebangsaan antara lain ; Jawahar Lal Nehru, atas nama kongres nasional India, Hafiz Ramadan BeyKetua dari Partai Nasional Mesir dan anggota parlemen, Mazhur Bey Al Sakri dari Suriah mewakili gerakan pembebasan Suriah; Hadi Ahmad Massali, mewakili perhimpunan orang islam di Tunisia, Aljazair dan Marokko yang bernama Bintang Afrika Utara; Chadli Bin Mustafa mewakili partai Destour atau partai nasional Tunisia, Lamine Senghar Ketua panitia pembelaan kepentingan orang-orang negro; Muhammad HattaKetua perhimpunan Indonesia; perkumpulan orang-orang Indonesia di Eropa.

Delegasi Indonesia terdiri dari lima orang anggota yaitu Muhammad Hatta Ketua, Semaun, Gatot Tarumamihardja, Muhammad Natsir, Datuk Pamuntjak dan ahmad Subardjo sebagai anggota-anggota.

Kongres membicarakan banyak aspek-aspek colonial dan mengupas situasi dunia pada saat itu, kemudian kongres mengeluarkan pernyataan dalam bentuk resolusi-resolusi mengenai keadaan dunia pada umumnya, dan keadaan dinegeri-negeri utusan serta tindakan-tindakan yang akan diambil. Kongres ini berdampak besar, Negara-negara penjajah membendung perlawanan penduduk bumi putera dengan reaksi yang lebih keras lagi dengan melakukan penindasan kepada tokoh-tokoh dari gerakan kemerdekaan nasional. Di negeri Belanda dan di Indonesia, Ketua perhimpunan Indonesia Muhammad Hatta dan tiga anggota lainnya masing-masing Muhammad Natsir, Datuk Pamuntjak, Ali Sastroamidjojo dan Abdulmadjid djojoadiningrat dijebloskan kedalam penjara untuk beberapa bulan, sedangkan beberapa anggota lainnya Arnold Mononutu dan Achmad Subardjo terdaftar sebagai orang yang akan ditangkap juga.

Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927 di ketuai oleh Ir.Sukarno, baru saja didirikan oleh 5 orang anggota perhimpunan Indonesia yang baru kembali dari Belanda yaitu ; Iskak Tjokrodisurjo, Sunarjo, Budiarto, Samsi Sastrowidagdo, Sartono serta Ir.Sukarno dituduh akan menggulingkan pemerintah Hindia Belanda. Sukarno dan tiga orang pemimpin-pemimpin PNI lainnya yaitu ; Maskun, Gatot Mangkupradja, dan Supradinata telah ditangkap dan diseret dimuka pengadilan “Landraad” Bandung.

Selama pendudukan Jepang, Soekarno dan Hatta telah mendapatkan kesempatan untuk menyadarkan rakyat Indonesia tentang “Asianisme” dalam hubungannya dengan tujuan perang untuk mendirikan daerah kemakmuran bersama dinegara-negara diantara bangsa-bangsa Asia Raya. Dengan pemahman Asianisme ini mereka mempertebal kesadaran nasionaldan diluar dugaan mereka diperkenankan dan mendapat dorongan melakukan gerakan nasionalisme selama dalam batas-batas Asianisme, dan yang kedua bahwa hal itu ditujukan untuk membantu tujuan perang Jepang.

Hikmah dari perang Pasific dan sejarah pendudukan Jepang telah memperkuat keyakinan para pemimpin-pemimpin pergerakan nasional rakyat Indonesia dan inilah saatnya telah bangkitnya nasionalisme dikalangan penduduk Indonesia. Semoga ditengah-tengah peringatan hari kebangkitan nasional ini kita tidak melupakan sejarah perjuangan para pendahulu kita dikala mereka memberikan sumbangan bagi lahir dan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sumber bacaan ; Lahirnya Republik Indonesia, oleh ; Mr.Ahmad Soebardjo

Penerbit PT.Kinta,1977.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun