Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen| Sekali Ini Saja

24 Februari 2017   13:47 Diperbarui: 25 Februari 2017   04:00 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di gardu ini aku duduk. Sendiri. Mengamati sesuatu yang bergerak-gerak di seberang sana. Sebuah rumah besar di pinggir jalan, dengan tiga pilar model Eropa dan balkon ala Romeo and Juliet di lantai duanya.

Lihatlah! Jendela kacanya membuatku begitu leluasa memandangi sebuah siluet. Jendela yang dulu, sengaja aku desain untuk mempersilakan mentari masuk tanpa permisi. Menghangatkan ruangan tanpa api.

Aku dalam hening. Jalanan sepi. Hari sudah kian temaram.

Ohhhh, Juliana! Ia masih berdiri di depan kaca, memegangi sebuah cangkir yang dulu pernah jadi cangkir bahagiaku. Bahagia sebab kami selalu berbagi.

Pandangannya kosong menembus tirai yang tersingkap sedikit. Perempuan yang pernah kumiliki sepuluh tahun lamanya itu tak melihatku. Ingin kuhampiri gadisku itu.

Tiba-tiba dari belakang, seorang lelaki berbadan macho melingkarkan lengannya di pinggang ramping yang dulu selalu kuhangati dengan tangan ringkihku. Niatku urung!

Secepat itukah kehadiran pria penggantiku? Aku sangsi jika Juliana menikmatinya sungguh-sungguh. Aku yakin, tak akan pernah ada pria yang bisa membagiakannya seperti caraku.

Aku tak kuasa memandang ke depan. Kepalaku tertunduk. Butiran halus mulai berjatuhan. Kucoba usap beberapa kali. Entah mengapa, aku tak mampu mengeringkannya. Air kesedihan itu seolah membasahi baju putihku tapi nyatanya, kuraba kering di dada.

Kuratapi sedihnya perpisahan kami. Perpisahan terencana yang masih meninggalkan luka di hati.

***

Tanggal 13 Februari, jam 7 malam. Hari ini aku kembali lagi duduk di gardu depan rumahku. Rumahku? Aku membelinya dengan hasil keringatku, sampai suatu hari aku pinta Juliana menemani hari-hari sepiku. Aku yakin, masih ada namaku tersurat di sana. Aku tak pernah menggantinya sampai hari ini. Mustahil Juliana mengubahnya, pasca kepergianku sebulan yang lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun