Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Balita Meninggal, Ibu Diperiksa

31 Mei 2012   09:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:33 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13384563471719793831

[caption id="attachment_191729" align="aligncenter" width="565" caption="Anak-anak di bawah lima tahun Jerman"][/caption]

Seorang tetangga saya, laki-laki (55 tahun), pernah beberapa kali mendapat kunjungan dari Jugendamt (red: dinas pemda yang bertugas mengurusi masalah anak-anak dan kepemudaan). Ia telah bercerai dengan pasangan terdahulu dan memiliki seorang anak. Karena waktu itu anaknya masih kecil, hak perawatan diberikan kepada si ibu. Selang beberapa tahun, si anak merasa bahwa ibu kandungnya yang menikah lagi dan memiliki beberapa anak dari suami baru itu tak bisa memperhatikannya secara intensif. Terkesan tak peduli saat ia berada dirumah. Si gadis cantik tak mau ikut ayahnya yang juga telah menikah dengan seorang wanita lainnya, meski tak memiliki anak.

Sebagai jalan tengah, Jugendamt Tuttlingen menempatkannya di Jungenhaus (red: rumah khusus untuk anak-anak dan remaja yang dilindungi oleh negara). Namun karena banyak masalah; nilai jeblok, bolos sekolah dan pergaulan bebas, ia dipindahkan di Internat (red: sekolah berasrama) di kota Ulm. Bea ditanggung 300 Euro/bulan oleh tetangga saya sedangkan sisanya tanggungan pemerintah dan ibu kandung anak perempuan itu. Biaya sekolah khusus itu tidaklah murah, ribuan euro/bulan atau disesuaikan dengan pendapatan orang tua, sekian persennya. Maklum, managemen dan pola didik serta asuh yang khusus sehingga amat berbeda dibanding sekolah biasa.

Bisakah penanganan anak-anak broken home seperti si gadis Jerman itu dilakukan di Indonesia (seperti termaktub dalam pasal 34 UUD 1945?)? Dipelihara oleh negara? Takutnya anak-anak seperti itu malah turun ke jalanan ….

***

Masih seputar anak-anak, Jugendamt Tuttlingen terasa tertampar, ketika ada kasus tidak semestinya kepada anak balita di kota Aldingen, yang juga berada dibawah kawasan kota Tuttlingen. Seorang anak meninggal akibat kehausan dan kelaparan ditinggal ibunya pergi beberapa hari di rumah. Si gadis kecil berada di dalam rumah itu bersama kedua kakaknya yang masih dibawah umur pula! Home alone!

Tepat pada tanggal 30 Mei 2012, saya mendengar berita di radio itu saat mengantar ketiga anak kami ke Freibad (red: kolam renang air dingin). Seorang balita (umur 2 tahun) meninggal karena verhungert (red : kelaparan) dan durst (red : haus). Terdakwa adalah ibunya sendiri, sedang menjalani pemeriksaan. Keterkejutan berikutnya adalah tempat kejadian itu di Aldingen. Ya ampuuuun, itu hanya sekitar 15 menit dari rumah kami !

Seorang ibu single parent berusia 24 tahun itu memiliki tiga orang anak. Mereka tinggal di sebuah apartemen yang dihuni sekitar 7600 penduduk kota Aldingen. Beberapa hari perempuan muda itu meninggalkan anak-anaknya sendirian, hingga pada hari Minggu, 27 Mei 2012, ia menemukan sang putri meninggal di kamarnya. Panik, sedih, iapun menghubungi tim penyelamat.

Mengapa si anak meninggal? Pihak kepolisian dan Pengacara kota menyatakan hasil pemeriksaan medis menyebutkan bahwa penyebabnya adalah gangguan hati yang disebabkan oleh kekurangan cairan. Teganya ... ibu itu meninggalkan anak-anak yang masih kecil sendirian di rumah tanpa pengawasan orang dewasa seorangpun. Bahkan bisa jadi tanpa pasokan makanan dan minuman yang cukup di depan mata?

Saya tahu biaya baby sitter di Jerman yang mahal (5-10 Euro/jam) atau kesulitan mencari saudara atau teman untuk dimintai bantuan (karena kurangnya kedekatan individu satu ke individu lain/kontak kurang). Bagaimanapun ia seharusnya berfikir dua kali lipat meninggalkan mereka sehingga tak menyesal kemudian saat salah satu dari anak-anak itu tercabut nyawanya.

Pasca meninggalnya adik ragil, saudara laki-lakinya (9 dan 3 tahun) mengalami psiko trauma dan dititipkan pada sebuah keluarga yang ditunjuk oleh pihak yang berwenang. Selanjutnya konseling kejiwaan akan diberikan kepada keduanya. Duh, Gustiiii ….

Ditambahkan, si ibu memang telah lama diketahui pemda dan para tetangga, mengalami banyak masalah. Tak heran jika ia mendapat bantuan pendampingan dari pemda sejak Juni 2010. Pemda tidak menaruh curiga sama sekali kepada ibu muda itu karena mereka telah bertemu dengan almarhumah gadis kecil pada tanggal 21 Maret 2012 dalam keadaan sehat.

Pemda menegaskan, sayangnya ibu itu sudah tiga kali ngeles tidak memenuhi jadwal pertemuan pada bulan Mei 2012 dengan Jugendamt karena alasan sakit dan sebagainya. Mungkin saja pertemuan itu untuk mengetahui perkembangan sejauh mana perawatan ketiga anak dibawah naungan ibunda yang janda dan dipertanyakan tanggung jawabnya ini.

Belum lagi pihak sekolah telah melaporkan kepada pihak yang berwenang bahwa si ibu tidak mengirim anaknya beberapa hari ke sekolah tanpa keterangan yang jelas. Di Jerman, ini verboten karena schulpflichtig (red: TK itu freiwilig/bebas, sekolah itu wajib).

***

Ibu-ibu kompasianer … anak-anak yang kebanyakan makan/minum bisa terganggu kesehatannya, jika kekurangan/terlambat pemberiannya kepada mereka, ternyata bisa berakibat fatal seperti yang terjadi pada keluarga ibu di Aldingen, Jerman ini. Take care. You do your best. (G76).

P.s: RIP untuk si gadis … im Himmel.

Sumber:

1.Mendengarkan radio kesayangan didalam mobil, 30 Mei 2012.

2.http://www.stuttgarter-zeitung.de/inhalt.kreis-tuttlingen-aldingen:-kleinkind-stirbt-an-herzversagen.fcb2c8a5-3244-4e78-ad0b-6dffcbfe1dd5.html

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun