Menyekolahkan anak di pesantren menjadi salah satu fondasi pendidikan di keluarga saya. Hampir semua saudara dan anak-anak pernah merasakan hidup di pesantren. Saya pribadi berpendapat bahwa anak-anak perlu mendapat fondasi beragama dan akhlak yang baik.Â
Pesantren menjadi pilihan saya untuk membangun fondasi tersebut. Selain mendapat bimbingan dari para ustazd juga, saya merasa yakin dengan keberkahan dari seorang kiyai pengasuh pondok pesantren. Â
Seperti umumnya pesantren, hampir semuanya melarang para santri menyimpan handphone sendiri. Tujuannya agar tak banyak terganggu oleh HP.Â
Seperti dimaklumi, penggunaan hp oleh anak-anak lebih banyak sisi fun-nya dibandingkan kegiatan-kegiatan yang menunjang pelajaran. Permainan-permainan yang tersedia dan dapat diakses dengan mudah menjadi sisi negatif perangkat ini.
Karena tak boleh menyimpan hp sendiri, maka jalan paling mudah adalah berkomunikasi dulu dengan para pembimbing di pesantren. Kepada para ustadz itu, biasanya saya bertanya tentang kabar anak hingga titip uang. Sering juga minta tolong dipanggilkan untuk telepon.
Di samping itu, anak-anak sendiri sering memiliki inisiatif untuk mendekati para ustadznya yang suka meminjamkan hp di sela-sela pelajaran atau waktu-waktu senggang. Anak saya, suka meminjam hp Mang Rajul, salah seorang Pembina di Madrasah Qur'an Jombang. Beliau biasanya dengan rela hati meminjamkan hpnya untuk berkomunikasi dengan para orang tua.
Satu saat, anak saya kontak via WA dan mengatakan membutuhkan uang untuk berbagai keperluan. Perlu uang jaket lah, uang iuran kamar lah dan uang jajan. Biasanya kalau begitu, saya suka mengulur-ngulur waktu sambil menyelidiki pemakaian uang yang sudah dikirim sebelum-sebelumnya.
"Lho kan baru pekan kemarin dikirim kok sudah habis lagi? Dipakai untuk apa?" tanya saya.