Mohon tunggu...
Fajr Muchtar
Fajr Muchtar Mohon Tunggu... Guru - Tukang Kebon

menulis itu artinya menyerap pengetahuan dan mengabarkannya https://www.youtube.com/c/LapakRumi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menuju Pesantren Mandiri Energi

6 September 2017   06:57 Diperbarui: 6 September 2017   07:17 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesantren Al Musthafa Cijapati

Kesulitan tanpa listrik di tempat yang sebetulnya tak jauh banget dari jalur listrik, pernah saya alami. Tentu saja hal itu menyebalkan. Saat itu saya berpikir, tak perlu jauh ke pulau Haruku di ujung peta Indonesia selatan untuk menyaksikan kawasan tanpa listrik. Datang saja ke daerah-daerah pucuk di Bandung Utara, Timur dan Selatan. Tempat tanpa listrik itu ada di dekat pusaran kekuasaan.

Dulu, sempat ada rombongan petani yang saya undang untuk mengelola tanah wakaf di Cijapati. Mereka ogah menggarap setelah 2 malam hidup tanpa listrik. Saya pikir mereka hanya cari-cari alasan saja. Namun saat saya mencobanya, ternyata betul betul kesulitan. Bagaimana tidak? Hampir semua peralatan tergantung pada energi listrik sementara di tempat itu belum tersambung dengan listrik. Rasanya? Serasa hidup di abad kegelapan. Betul betul gelap.

Berdasarkan pengalaman bergelap-gelap itu , kemudian saya bercita-cita untuk mendirikan sebuah pesantren yang mandiri. Salah satunya adalah mandiri energi. Jalan pertama untuk pengembangan pesantren mandiri itu, saya mencoba menarik kabel listrik dan memasang tiang dengan biaya sendiri. Sebab perusahaan listrik plat merah tidak menanggung beban itu kabel dan tiang ke lokasi yang tak banyak penduduk. Walaupun lebih mahal, saya mengambil resiko itu.

dscf3427-jpg-5710ede4cf7a61970ae08ade-59af363cc3b89c5663667d72.jpg
dscf3427-jpg-5710ede4cf7a61970ae08ade-59af363cc3b89c5663667d72.jpg
Selain energi dari listrik dari perusahaan negara, saya sendiri melihat berbagai potensi energi di lokasi pesantren Al Musthafa. Sumber-sumber energi ini memang saya bidik untuk menjadikan pesantren Al Musthafa yang saya rintis ini betul betul mandiri dalam bidang energi. Sumber energi pertama yang saya lirik adalah energi yang berasal dari bio massa. Energi biomassa adalah jenis bahan bakar yang dibuat dengan mengkonversi bahan biologis seperti tanaman atau dari bahan organik seperti kotoran hewan dan mikroorganisme.

Di lokasi Pesantren, sumber energi bio massa ini sangat berlimpah. Misalnya saja potensi bahan bakar dari kayu. Apalagi sejak dahulu kala, kayu memang menjadi bahan bakar pilihan utama. Di zaman gas seperti sekarang inipun, kayu masih banyak digunakan di desa-desa. Kayu bakar masih menjadi pilihan utama bahan bakar karena murah meriah dan lebih mudah mendapatkannya. Apalagi kebanyakan kayu bakar di sekitar pesantren berasal dari kayu Kaliandra.

Menurut beberapa literatur, kayu kaliandra ini menjadi pilihan energi terbarukan pengganti batu bara karena emisi CO2 yang dihasilkan sangat kecil dan juga panas yang dihasilkan tak kalah dengan batu bara. Beberapa negara Eropa seperti Jerman, Swedia dan portugal sudah mulai beralih dari penggunaan batu bara ke pellet kayu.

Hamparan kaliandra merah di tanah wakaf pesantren
Hamparan kaliandra merah di tanah wakaf pesantren
Jika pohon dan kayu kaliandra ini dibudidayakan dan diolah akan terjadi multiflyer effect. Permintaan pellet kayu yang berkelanjutan serta diiringi nilai ekonomis yang tinggi akan mendorong para pemangku kebijakan untuk memperbaiki tata kelola hutan dan lahan. Lahan-lahan kritis dan tak produktif bisa dikelola dan diarahkan untuk menanam tanaman hutan industri. Saat tanah gundul ditanami, maka akan terjadi penurunan panas bumi, air tanah akan terjaga dan banjir akan dapat dikurangi. Warga pun senang sebab, daun kaliandra merah bisa dipakai untuk pakan ternak yang kaya nutrisi

Selain kayu, sumber bio massa yang cukup berlimpah adalah kompos. Daripada membakar ranting, semak belukar dan rumputan yang dihasilkan dari membuka lahan, mending dikumpulan dan dijadikan kompos. Gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi ini dapat ditangkap dan dipakai untuk memasak dan juga penerangan. Sumber energi terbarukan ini bisa dipadukan dengan kotoran hewan.

Saya pernah menyaksikan sendiri di Sindang Kerta, penduduk yang memiliki sapi seperti punya tambang gas tersendiri. Dari kotoran sapi itulah gas untuk memasak dipakai. Pun demikian di Pesantren Al Mushtafa. Kami punya 15 ekor sapi yang sampai saat ini, kotorannya belum termanfaatkan sebagai bahan bakar dan energi alternatif terbarukan. Programnya sudah ada, cuma dananya belum siap.

Kotoran sapi sebagai salah satu sumber biogas
Kotoran sapi sebagai salah satu sumber biogas
Ini yang kami sebut juga dengan program Integrated Farming System. Sebuah program pertanian terpadu di mana seluruh komponen pertanian, perikanan dan peternakan dipadu menjadi satu menjadi sebuah rantai dan lingkaran saling mendukung dan menguntungkan. Dengan demikian tak ada bahan yang terbuang.

Sumber energi lain yang saya lirik adalah listrik mikro hidro. Untuk diketahui, 100-200 meteran di dekat pesantren terdapat sebuah air terjun dengan ketinggian 20 meteran. Di musim kemarau airnya sedikit karena sudah dipakai untuk mengairi lahan-lahan pertanian di bagian hulu, namun jika ditampung dalam sebuah bak, dapat menggerakan turbin mikro hidro untuk menghasilkan listrik. Nah kalau musim penghujan, airnya berlimpah ruah. Sayang saja kalau tak dimanfaatkan untuk menghasilkan energi bersih dan terbarukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun