Mohon tunggu...
Abdul Ghofur (Affu)
Abdul Ghofur (Affu) Mohon Tunggu... -

Passion di Bidang Extractive Metallurgy; Renewable Energy; dan Strategic Management | Lumajang-Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Memperbarui Mindset Energi Baru Terbarukan

17 Agustus 2017   23:07 Diperbarui: 20 Agustus 2017   00:56 3782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panel Surya di salah satu rumah warga desa di pedalaman Lumajang, Jawa Timur (sumber: dokumentasi pribadi, 2015

#15HariCeritaEnergi #HariPertama 

Ceritanya, setelah belajar dan berdiskusi dengan teman; dosen; praktisi dan juga kawan-kawan baru selama kurang lebih 5 tahun ini, akhirnya saya tiba pada hipotesis awal bahwa permasalahan penerapan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia adalah terletak pada diri kita sendiri.

Permasalahan itu ada pada mindset(pola pikir; sudut pandang; cara memahami) kita mengenai EBT. Oleh karena itu, penting bagi saya untuk membedah permasalahan mendasar ini agar bisa menjadi pijakan dan dasar kita dan saya pada khususnya untuk tetap percaya bahwa EBT adalah solusi terbaik untuk masa depan.

Ini penting karena sejatinya yang perlu diperbaharui itu adalah mindset kita tentang EBT. Aplagi kita hidup di Indonesia dimana Batubara dan Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah berkah dan rahmat yang luar biasa besarnya. Tak hanya sebagai negara ke-5 penghasil batubara terbesar dunia [1], kita juga merupakan exporter terbesar dunia. Pemanfaatan batubara banyak dipakai untuk bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), industri berbasis smelter, industri semen, industri kimia dan sejenisnya. Alasan paling rasional banyak digunakan di PLTU adalah karena  harganya yang murah, mudah didapatkan, dan andal.

Berangkat dari sini, kita sebagai generasi muda tidak boleh naf dan bahkan sampai menolak 100% penggunaan Batubara & BBM. Semangat untuk penerapan berbasis EBT dalam rangka pengurangan penggunaan Batubara & BBM, itu yang musti dijaga. Oleh karenanya, yang perlu kita sebarkan sebagai virus adalah semangat untuk meningkatkan penggunaan EBT.

Memperbarui Mindset

Saat ini, kontribusi EBT dalam porsi bauran energi final Indonesia adalah sebesar 16%. Target pada 2025 adalah mencapai 23%. Dan 31% pada 2050 [2, 3]. Kita harus bisa melihatnya sebagai peluang yang menguntungkan, jika tidak maka sulit target tersebut bisa dicapai. Banyak sekali hasil studi menyebutkan: Potensi EBT kita mencapai ribuan GW. Lagi-lagi kita harus bisa melihatnya sebagai peluang yang sangat menggembirakan, jika tidak maka sulit untuk merealisasikannya di lapangan.

Batubara & BBM sendiri cenderung tergantung pasar. Harganya fluktuatif. Juga ketersediaannya. Tak jarang kita jumpai kelangkaan BBM terjadi. Juga produksi Batubara yang turun karena harganya yang anjlok, sehingga mahal di ongkos produksi bagi pelaku Industri Tambang Batubara. Kita pun sudah berkali-kali menghadapinya, terutama pada tahun 2016 kemarin. Meski tahun ini harga Batubara kembali membara, dan minyak kembali merangkak.

Saat dua hal itu terjadi, kita sendiri yang bingung. Baik sebagai individu ataupun pelaku industri. Pasokan Batubara & BBM yang tersendat, akhirnya memaksa beberapa industri berhenti yang akibatnya pada meruginya perusahaan. Padahal kondisi ini tidak akan terjadi, atau minimal dihindari, jika penggunaan EBT bisa dimaksimalkan.

Cara pandang kita terhadap EBT, sebaiknya bukan hanya sebatas sebagai energi alternatif dan energi yang dapat diperbaharui -- sebagaimana yang kita pahami. Lebih dari itu, EBT adalah continuous energy. Energi yang kontinyu--berlanjut. Tidak ada proses produksi, logistik, warehousing dan limbah yang dihasilkan (kecuali biomassa). Hal ini karena sumber EBT itu ada disekitar kita: Panas Matahari, Angin, Air, Gelombang; Arus; dan Panas Laut, Biomasa, Biofuel, Panas Bumi.

Sebagai pelaku industri, faktor kapasitas adalah alasan selanjutnya -- disamping biaya investasi yang mahal -- mengapa investasi EBT di pihak swasta kurang bergairah. Perhatikan faktor kapasitas (CF) berikut ini [4].

Gambar 1. Perbandingan faktor kapasitas pada sumber EBT (sumber: Nuclear Energy Institute, 2013)
Gambar 1. Perbandingan faktor kapasitas pada sumber EBT (sumber: Nuclear Energy Institute, 2013)
Dari gambar diatas, bisa dilihat jika nilai CF tenaga surya, angin, dan air masih dibawah CF Batubara. Ini mindset umum mengapa perancangan dan desain industri EBT kurang diminati . Mindset khususnya: EBT masih mengalami dan lagi mesra-mesranya di tahap riset dan pengembangan (Research and Development). Tentu akan makin proven kedepannya, termasuk CF. Buktinya, laporan terbaru dari Badan Energi Amerika Serikat (US Energy Information Administration)pada tahun 2017 perkembangannya CF untuk Nuklir mencapai 99.0%; geothermal 79.8%; biomasa 74.2% hidro 56.6%; angin 44.8%;  solar cell 34.1% [5].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun